Hak Guna Usaha PT Trisetia Usaha Mandiri Resmi Dicabut

“Rasanya sangat sulit untuk mengetuk pintu keangkuhan di Jakarta sana,” tutur Kazzaini Ks, tokoh masyarakat adat Pulau Mendol dalam konferensi pers di Rumah Gerak Rakyat Walhi Riau pada Jumat (3/2).

Rasa bahagia dan haru tak bisa terelakkan Kazzaini, perihal dicabutnya Hak Guna Usaha atau  HGU PT. Trisetia Usaha Mandiri (TUM) di Pulau Mendol. Dengan suara serak dan mata berkaca-kaca, Kazzaini ucapkan rasa syukur atas pencabutan tersebut.

Lelaki ini tuturkan pengalaman perlawanannya. Ia pergi ke Jakarta untuk dapatkan keadilan pencabutan HGU PT TUM yang mengganggu lingkungan. Kepergiannya itu dibekali para masyarakat dengan berbagai bekal.

“Ada yang sumbang beras, rendang, sambal teri, sagu, bahkan rice cooker. Untuk makan kami di jalan,” imbuhnya.

Namun ada juga segelintir warga yang menganggap aksi Kazzaini ditunggangi. Inilah yang ditegaskannya bahwa yang ia lakukan murni keinginan masyarakat Pulau Mendol, kampong halamannya.

Tinjauan lanjut  pencabutan HGU PT TUM ini didukung oleh Walhi Riau dalam tinjauan lingkungan hidup berjudul Menagih Janji yang Belum Tuntas. Direkur Eksekutif Walhi, Boy Even Sembiring bilang hal ini berkaitan dengan adanya terbitnya Peraturan Perundang Undangan atau Perpu Cipta Kerja. Terbitnya Perpu ini munculkan banyak perubahan, kata Boy.

“Perpu ini menandakan bahwa pemerintahan Jokowi menegaskan keberpihakannya pada investasi,” tambahnya.

Boy khawatir dengan adanya keberpihakan terhadap investasi ini, akan munculkan banyak perizinan sektor industri ekstraktif. Sepanjang 2022, Boy bilang terdapat berita baik bahwa presiden akan mencabut banyak perizinan di Indonesia, terkhusus di Riau. Namun hingga kini, tidak banyak perubahan dengan adanya berita baik tersebut.

Tambahnya, pencabutan izin usaha pun tidak disertai dengan akselerasi, pengakuan, dan perlindungan. Pencabutan sama sekali tidak menunjukkan keberpihakan pada kepentingan rakyat.

Pasca Perpu Cipta Kerja, terdapat komitmen pemerintah yang mengatakan ketika ada deforestasi akan ada penindakan secara tegas. Namun, lagi-lagi hal tersebut tidak dilaksanakan dengan baik.

Demikian pula dengan Program Riau Hijau. Rancangan Gubernur Riau, Syamsuar ini telah digaungkannya dimasa kampanye. Ungkapnya butuh waktu hingga dua tahun untuk merinci aturan terkait Riau Hijau. Akan tetapi aturan yang dibuat tak bersifat partisipatif. Tambahnya, Syamsuar mestinya perlu lakukan perbaikan perencanaan dan memastikan akselerasi implementasi Program Riau Hijau.

Sementara itu Umi Marfuah Koordinator Riset dan Kajian Kebijakan Walhi Riau. Ia paparkan catatan dan kritik terkait kebijakan dan pengelolaan lingkungan hidup di Riau.

Katanya, sekitar 57 persen daratan di Riau telah dikuasai oleh korporasi atau investasi industri ekstraktif. Ditegaskannya juga bahwa pemerintah tidak ada memperhatikan aspek ekologis yang disebabkan korporat. Tak hanya itu, namun juga dengan penghapusan pidana. Disusul kebijakan PS Tora yang tidak dilaksakanan dengan baik.

Ia sebut Pulau Rupat. Pulau berkabupaten Bengkalis tersebut tampak terancam dan tenggelam. Sebagian lahannya pun diubah menjadi industri ekstraktif. Baik di darat ataupun laut, turut  terancam dengan adanya tambang pasir.

“Sekitar lebih dari 60 persen telah beralih fungsi,” kata Umi.

Tak hanya Rupat, ada juga Pulau Mendul. Salah satu HGU Perusahaan di tempat tersebut telah dicabut, lantaran meresahkan kehidupan masyarakat di sana yang kebanyakan petani.

 

Penulis: Fitri Pilami, Almuhaimin Kembara E, Zacky Desrian Alvis

Editor: Ellya Syafriani