Puluhan orang dari pelbagai perwakilan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) padati aula Hotel  Jeumpa Mannheim. Dengan hajat ikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjutan Nasional (PJTLN) oleh LPM Perspektif. Berlangsung selama empat hari, terhitung dari 6-9 September. 

Bertajuk Kebebasan Pers Dalam Keberlangsungan Demokrasi: Proaktif Mengungkap Kasus Korupsi. Ketua panitia Journival Al Hafiz Akbar Ferdynanda jelaskan alasan pemilihan tema. Katanya untuk tingkatkan kemampuan LPM menghasilkan informasi akurat serta terpercaya. Terlebih perihal demokrasi dan korupsi.

Mengungkap hal yang belum terungkap. Ketua Jaringan Media Siber Indonesia Teguh Santosa paparkan mengenai Jurnalisme investigasi. Didasari dengan informasi dari kesaksian korban dan dokumen pendukung. 

Teguh—sapaan akrabnya—berikan perumpamaan mengkuliti bawang. Lapisan bawang memiliki lapisan, ketika dikupaskan lagi ada lapisan lainnya. 

“Jurnalisme investigasi itu seperti mengkuliti bawang, banyak lapisan-lapisan di dalamnya.”

Liputan investigasi memiliki risiko tinggi dan membutuhkan waktu yang lama dalam hasilkan karya jurnalisnya. Wawancara belbagai narasumber agar mendapati informasi terverifikasi serta pengumpulan dokumen pendukung salah satu faktornya. Teguh mencontohkan dalam peliputan investigasi kasus korupsi, pengumpulan bukti-bukti jadi langkah awal sebelum penulisan. Dan hal ini memerlukan riset yang lama.

Tutur Teguh, ia mengawali liputan dengan mengumpulkan bukti-bukti. Tentu sebelum penulisan dan waktu riset yang lama. Terkadang jurnalis wajib berperan lebih dalam. Seperti menyamar dan terlibat langsung. Jurnalis pun dapat menggali informasi lebih banyak saat tidak menggunakan identitasnya sebagai wartawan. 

Akan tetapi Teguh tidak menyarankan caranya. Karena melanggar kode etik jurnalistik. Wartawan harus profesional, seperti menggunakan identitasnya sebagai jurnalis. Jurnalisme investigasi punya risiko besar, warta yang diterima dapat membahayakan dirinya. 

“Jurnalisme investigasi resikonya besar baik sebagai jurnalis ataupun narasumber dapat terancam.”

Maka diperlukan ruang aman bagi narasumber. Misalnya dengan menutup identitasnya dalam berita. Dalam kondisi tersebut, Teguh jelaskan penulisan atribusi narasumber sudah cukup untuk verifikasi berita.

“Atribusi narasumber sangat berpengaruh terhadap kepercayaan pembaca,” ucap pria kelahiran Sumatera Utara itu.

Kebebasan pers hanya sebatas utopia pada masa orde baru. Bayang-bayang akan pembungkaman dan pembredelan jadi momok dalam otak. Seno Gumira Ajidarma, mantan pimpinan redaksi majalah Jakara Jakarta. Ia katakan karya fiksi dapat jadi alternatif saat tulisan tidak dapat dipublikasikan. Sebab aturan yang dapat membahayakan keselamatan jurnalis. 

Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara merupakan kumpulan cerita pendek yang ditulis dari pengalaman Seno selama 23 tahun di Timur-Timor di saat konflik lagi berkobar. Menurut Teguh, keputusan ini jadi langkah yang minim risiko. Sebab buku Seno bersifat fiktif. 

“Dalam liputan investigasi apabila lebih banyak mudarat daripada manfaatnya maka jurnalis harus berbesar hati,” ucap Teguh. 

Alumnus Universitas Padjajaran itu jelaskan penulisan indepth. Ialah menggabungkan berbagai banyak frame dan prime. Frame adalah kumpulan informasi dengan fokus tertentu. Fokus dalam informasi disebut prime.

Tentu tulisan indepth beda dengan straight news. Perbedaannya terletak pada bentuk piramida tulisan. Jika straight news dengan piramida terbaliknya maka indepth punya piramida yang berantakan, jelas Teguh. Dengan memadukan konflik antara suspensi serta menambah ketajaman indepth, ditambah gaya penulisan jurnalisme sastrawi guna pikat daya tarik pembaca.   

“Dalam penulisan [indepth] konflik akan diiringi suspensi dan hadirkan konflik terbaru, hal ini terus berulang,” ucap Teguh.

Penerapan hukum ekonomi reportase menjadi aspek yang harus diperhatikan, dengan pengsortiran diksi akan menghasilkan tulisan yang efektif. Dirinya jelaskan, media cetak memiliki keterbatasan ruang tulisan dalam memuat berita jadikan alasan utama. Sehingga dengan menerapkan hukum ekonomi reportase media cetak lebih dapat banyak memuat berita dan pembaca tidak merasa bosan.

“Banyak saya ketemui berita hari ini menggunakan diksi reportase seperti melakukan penangkapan padahal bisa menggunakan kata menangkap,” ucap Teguh mencontohkannya.

Perihal kasus korupsi, menurutnya di Indonesia skemanya sangat sederhana dan datar. Contohnya korupsi pembangunan. Saat diberikan proyek koruptor akan menggunakan ‘boneka’nya sebagai tender. Tender ini akan bantu dalam menggelapkan dana anggaran. 

“Itulah jiwa korupsi berjemaah, terang benderang di tempat terbuka.”

Setiap jurnalisme akan memiliki efek dan dampak, tak terkecuali jurnalisme mengenai korupsi. Dengan pemberitaan korupsi, Teguh harapkan masyarakat sadar untuk memberantas korupsi. 

Laporan investigasi jadi senjata dalam ungkap kasus korupsi. Hadirkan dokumen disertai riset data terpercaya melalui proses yang lama, sampai membutuhkan bertahun-tahun. Penulisan Term of Reference (ToR) menurut Fauji Yudha jadi langkah awal dalam peliputan.

Tak hanya Teguh. Perspektif hadirkan Pemimpin Redaksi Aceh Journal National Network atau AJNN, Fauji.

Fauji jelaskan tiga tahapan penulisan ToR. Pertama, riset data guna 

“Pastikan pertanyaan tersebut relevan dengan tulisan yang di inginkan,” pungkas Fauji.

Seringkali narasumber menghindar tuk diwawancarai bila surat resmi atau permintaan wawancara tak digubris. Pungkasnya doorstop dapat jadi solusi. Salah satu berhasilnya doorstop ialah dengan mengetahui kebiasaan narasumber. 

“Tanyakan kepada orang terdekat [narasumber], baik itu pembantu, satpam ataupun sekretarisnya,” ucapnya.

Keberadaan narasumber dapat digunakan untuk mendapatkan dokumen dan data riset. Informasi yang didapat pun harus diverifikasi, gunanya untuk membuktikan legitimisasinya. Fauji tambahkan etika saat berhubungan dengan koneksi. Seumpama ada informasi kecurigaan korupsi, jurnalis tetap harus bertanya ke terduga pelaku korupsi.

Proses liputan tak lepas dengan gratifikasi  berupa pemberian amplop berisikan uang, tiket jalan-jalan atau pemberian pulsa. Ia sarankan tak pernah untuk menerimanya. Sebab akan berpengaruh dalam kualitas penulisan nantinya.

Perasaan bersalah dan sungkan akan mempengaruhi mental jurnalis bila dirinya menerima gratifikasi dari narasumber.

“Ketika kalian mengambilnya, kalian tak akan bisa adil dalam menulis.”

Lalu ada Pimpinan Redaksi Harian Sumut 24, Rianto Aghly. Jelaskan bahwa menjadi jurnalis yang handal membutuhkan waktu lama. P enulisan-penulisan berita yang tajam akan menjalin hubungan dengan komunitas khusus, nantinya dapat jadi narasumber dalam ungkap kasus korupsi.

Kasus korupsi atau dikenal kerah putih tak dapat dilakukan sendirian. Rianto katakan penulisan kasus kerah putih perlu ada tim. Kerja sama antara sesama jurnalis, koneksi antara broker informasi dan instansi tertentu saling terhubung. 

Selain itu, jurnalis saat mengungkap kasus kerah putih dengan asas praduga tidak bersalah. Bukan tanpa sebab, keseteimbangan informasi akan hadirkan tulisan yang adil. Dirinya menegaskan tugas jurnalis bukanlah sebagai hakim. Sebelum pengadilan memberikan keputusan jurnalis tidak dapat memberitakan terdakwa bersalah.

Chief Executive Officer Kantor Berita Aceh Mohsa El Ramadan berikan saran dalam kiat meningkatkan tulisan investigasi. Pemberian rasa terhadap tulisan, dirinya jelaskan cara untuk menghadirkan rasa dimulai dari kepekaan diri terhadap sekitar. 

Kepribadian terpuji menjadi keharusan. Perasaan angkuh, lebih hebat daripada orang lain, dan ego mesti ditiadakan. Mohsa jelaskan saat akan berhubungan dengan narasumber, jurnalis harus sampingkan rasa ego.

“Semua tensi kita turunkan, jadilah diri kita yang mewakili publik sehingga kita bisa masuk kemana saja,” sambung Mohsa.

Seorang jurnalis dalam menulis investigasi harus memiliki wawasan luas. Cara mendapatkan wawasan luas ini dengan cara membaca dan menulis terus diulang. Menurut Mohsa penulis hebat tanpa banyak membaca akan membuat tulisannya jadi hambar. 

Mohsa mengingatkan penggunaan bahasa jurnalistik menggunakan prinsip egaliter. Penggunaan kata bapak kepada seseorang lebih tua ataupun seperti tuan dan nyonya tidak diperbolehkan. Dirinya mengkecualikan kepada penulisan berbentuk kutipan.

Bersifat rendah hati jadikan jurnalis lebih terbuka dalam penulisan. Hadirnya sifat rendah hari membuat tulisan menjadi tidak kaku, lanjut Mohsa. Penerapan paling sederhananya meminta kepada jurnalis lainnya untuk meninjau tulisan yang telah dipublikasikan.

“Jurnalis adalah benteng terakhir bagi korban-korban,” tutup Mohsa. 

Penulis: Afrilia Yobi

Editor: Najha Nabila