Tak kunjung bebas, Polda Metro Jaya atau PMJ kembali melaporkan Khariq Anhar dengan pasal yang berbeda. Kepala Bagian Riset dan Kaderisasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pekanbaru, Wilton Amos Panggabean menyatakan pelaporan terjadi pada Jumat, 29 Agustus 2025.
Tepat pada Minggu, 31 Agustus Khariq menjadi tersangka. “Jadi berbeda laporannya [dari yang sebelumnya],” ucap Wilton melalui WhatsApp pada Jumat, 12 September 2025.
Pasalnya pun bertambah. Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan/atau Pasal 87 juncto Pasal 76H juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan/atau Pasal 45A ayat (3) juncto Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Wilton bilang Khariq terjerat tiga tindak pidana. Menghasut orang lain melakukan tindak pidana, merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan atau lainnya dan membiarkan mereka tanpa perlindungan jiwa. Penyebaran informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang diketahui memuat berita bohong yang menimbulkan kerusuhan. Salah satu barang bukti akun Instagram @aliansimahasiswapenggugat.
Laporan tergolong tipe A. Artinya petugas kepolisian melaporkannya berdasarkan peristiwa yang ditemukan, dialami, atau diketahui sendiri. “Kalau polisi, dia bisa melapor,” jelas Wilton.
Polda Metro Jaya menjadikan postingan sebagai bahan bukti, namun LBH Pekanbaru belum tahu postingan yang mereka maksud. Akun tersebut hanya berkolaborasi postingan terkait ajakan aksi. Salah satunya dengan akun @gejayanmemanggil. Mereka pun bingung pidana Khariq oleh kepolisian. Bagi LBH ini bukan penegakan hukum yang adil. “Bagi kami juga ga jelas ya, maksud dari laporan ini,” kata Wilton.
Sedari awal, laporan UU ITE yang menjerat Khariq sangat lemah. LBH Pekanbaru menduga kepolisian sengaja mengkambinghitamkan mahasiswa Agroteknologi itu dalam kasus-kasus kerusuhan demonstrasi belakangan. Wilton menilai tuduhan yang mereka berikan tak memiliki dasar hukum yang jelas.
“Tentu ini wujud pembungkaman nyata terhadap mereka yang bermedia,” ucap Wilton. Lebih lanjut ia menilai persoalan kritik dari publik tidak seharusnya dijawab dengan kriminalisasi. Keresahan di masyarakat harus kembali ditanyakan kepada pemerintah, bukan malah diredam. Pada akhirnya pemerintah gagal menyentuh akar permasalahan, dan berlanjut menjadi eskalasi konflik.
Secara runtunan, memang awalnya Khariq dilaporkan atas postingan timpa teks di akun @aliansimahasiswapenggugat. Namun terdapat pengembangan kasus. Pihak kepolisian menemukan postingan lain yang melanggar. “Akun AMP kan dikuasai pihak Polda Metro Jaya,” simpul Wilton.
Kondisi Terkini Khariq
Terkait kondisi, Wilton mengkonfirmasi Mahasiswa Agroteknologi itu sudah menandatangani Berita Acara Pemeriksaan pada Kamis, 4 September 2025. Selain dalam kondisi tertekan, mereka menahan Khariq di rumah tahanan narkoba dengan alasan kapasitas sudah penuh.
Di tanggal yang sama LBH Pekanbaru juga melakukan permohonan penangguhan penahanan. Sebab statusnya yang masih mahasiswa aktif. Wilton berharap agar permohonan tersebut segera dikabulkan. “Saya rasa ini jelas juga, pengabulan penangguhan harus segera diwujudkan,” ucapnya.
Harapannya agar pemerintah tidak mencari-cari yang tidak terjadi. Kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto segera melakukan reformasi penegakan hukum. Menghentikan segera proses hukum terhadap aktivis. Dan kepada lembaga pengawas eksternal kepolisian agar tidak diam. “Jangan sampai masyarakat takut untuk berekspresi,” tutup Wilton.
Ada beberapa lembaga yang terlibat dalam pendampingan kasus Khariq. Selain LBH Pekanbaru, terdapat Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD). Kemudian Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), LBH Pers, YLBHI, LBH Jakarta, dan Center of Economic and Law Studies (Celios).
Penulis: M. Rizki Fadilah
Penyunting: Fitriana Anggraini