Rancangan Pembangunan RS Otak dan Jantung, Timpa Lahan Faperta UNRI

Dua patok merah tertancap di areal lahan Fakultas Pertanian Universitas Riau, Faperta UNRI. Tertulis kode BM dan angka sembilan. Pemasangan patok tersebut menjadi langkah awal pembangunan Rumah Sakit (RS) Khusus Otak dan Jantung.

Petani swadaya naungan Faperta UNRI Riki bilang, awal Juni silam beberapa orang Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) lakukan peninjauan. Sekaligus pemasangan patok.

Seluas 10 hektare lahan di Jalan Naga Sakti Pekanbaru akan dibangun RS Otak dan Jantung. Bukan tanpa alasan, melansir dari detiksumut.com pembangunan dirancang lantaran banyaknya masyarakat Riau berangkat ke Malaka untuk jalani pengobatan. Presiden Indonesia Joko Widodo menginisiasi untuk lakukan pembangunan RS. Usai pertemuannya dengan Gubernur Riau Syamsuar.

Tak jauh dari Stadion Utama Pekanbaru, rencana pembangunan yang dimulai tahun ini ternyata berdampak pada pekarangan praktikum Faperta. Kebun sawit dan tempat praktikum turut tergusur. Juga biotricom, ialah bangunan tempat pembuatan kompos.

Pro kontra dari pejabat dan mahasiswa UNRI pun kian bergulir.

OTORITAS KAMPUS BERI KLARIFIKASI

Gubernur Mahasiswa Faperta, Khariq Anhar mengaku mengetahui rancangan pembangunan dari Wakil Dekan III, Shorea Khaswarina. Pada 29 Mei silam.

Ia pun sempat ikut kunjungan bersama BPKAD. Turut hadir Rektor UNRI Sri Indarti dan Wakil Rektor II Agus Sutikno. Ada juga Wakil Dekan III Faperta Shorea Khaswarina, serta Kepala Prodi Agroteknologi M Amrul Khoiri.

Jelas Kepala BPKAD Indra, pembangunan RS berlandas perintah Presiden Indonesia Joko Widodo. Dekat dan strategis dengan stadion utama Pekanbaru menjadi alasan pembangunan berlangsung. Hal tersebut disampaikan melalui Khariq.

Ahli Hukum Pembangunan RS Erdianto melalui Khariq  sampaikan adanya kemungkinan lahan praktikum akan dipindahkan. Pemindahan ini pun menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi atau Pemprov Riau.

Khariq sodorkan foto denah pembangunan yang dirancang oleh Pemprov Riau. Pembangunan RS Otak dan Jantung ini, juga usulan dari Badan Intelijen Negara. Dan beberapa bangunan ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau.

“Baru bulan Mei keluar peta nya. Bahkan Wakil Dekan III baru mengetahui [denah] satu bulan sebelum pembangunan,” kata Khariq.

Berbanding terbalik dengan pernyataan Rektor UNRI, Sri Indarti. Jelasnya pihak kampus telah lakukan diskusi dengan pihak Pemprov Riau. Malahan rencana pembangunan digeser dari rancangan awal. Yang sebelumnya menimpa lahan Faperta, kini tidak lagi. Menurutnya hal demikian tidak akan jadi permasalahan.

“Kita sudah negoisasi tadi bersama pemprov, sehingga lahan ini tidak jadi masalah dan tidak menganggu praktikum mahasiswa Fakultas Pertanian,” jelas Sri dalam menyampaikan jawaban dari tuntutan mahasiswa yang melakukan demo pada Kamis (8/6).

Baca disini : https://bahanamahasiswa.co/aksi-gerakan-mahasiswa-unri-melawan-jilid-ii-rektor-tanda-tangani-tuntutan/

Semacam tak ada pelibatan antar praktisi, ketidaktahuan rencana pembangunan juga menimpa Zulhamri. Merupakan staff laboratorium Unit Pengelolaan Teknik atau UPT Faperta. Akunya, rancangan pembangunan ini tak ada pemberitaan resmi dari pihak dekanat. Ia mengetahuinya setelah adanya kunjungan pihak kampus bersama rombongan BPKAD ke lahan praktikum pada awal Juni silam.

Hasil kunjungan menyatakan bahwasannya lahan perkebunan Faperta, biotricom, dan rumah petani yang diswadayakan terkena dampak pembangunan RS. Zulhamri mengonfirmasi hal tersebut.

“Pihak dekanat, rektor, bahkan kepala UPT Faperta tidak ada menyampaikan ke saya,” ucapnya.

Pembangunan yang menimpa lahan Faperta ini pun membuat Zulhamri bingung. Ia bilang, lahan yang nantinya dibangun RS termasuk lahan produktif.

“Lahan kita kan masih luas lagi, Mengapa lahan yang produktif ini dikelola, kecuali lahan kosong yang ga dipakai, sah-sah aja begitu,” ucap Zulhamri.

NASIB DAN KETIDAKTAHUAN MAHASISWA FAPERTA

Nur Hidayatullah  mendapati pesan siaran dari WhatsAppnya. Mengenai rencana pembangunan RS Otak dan Jantung. Ia katakan, apabila pembangunan ini mengganggu lahan praktikum maka berdampak buruk untuk mahasiswa Faperta.

“Gak ada lahan mau menanam di mana? Udara?” ujar mahasiswi Agroteknologi yang disapa Ayak.

Berdasar informasi yang diterima Ayak, lahan yang terkena dampak pembangunan RS ini akan dialokasikan ke Rimbo Panjang. Ataupun bumi perkemahan UNRI.

Tentunya ini akan merugikan mahasiswa. Ayak mengeluh bila praktikum dipindahkan ke Rimbo Panjang. Akan ada tambahan biaya mahasiswa untuk ongkos bepergian.

“Untuk kami mahasiswa yang sudah mahal-mahal bayar UKT [Uang Kuliah Tunggal], rasanya agak menggigil harus memikirkan tidak mendapat fasilitas optimal dari kampus sendiri,” tutupnya.

Ada empat mahasiswa yang lakukan penelitian terang Zulhamri. Selain Ayak, ada juga Nisa Alifia Rizki. Mahasiswa Agroteknologi ini tengah lakukan riset pada tanaman padi sejak Maret silam. Dengan taksiran selesai dibulan September.

Nisa mengaku baru tahu pembangunan RS Otak dan Jantung ini dari cerita temannya. Yang ikut rombongan BPKAD dan pihak kampus. Ia dengar dari temannya yang ikut rombongan, Sri Indarti katakan pembangunan akan dilakukan setelah mahasiswa selesai dengan penelitiannya.

“Lahannya akan dibuka ketika mahasiswa angkatan 2019 yang telah melakukan penelitian selesai,” jelas Nisa.

Bimbang dan kesedihan menimpa Nisa. “Bagaimana ya, jadi susah. Soalnya ini udah mulai nanam. Jadi bakalan diulang lagi di lahan yang lain,” tutup Nisa.

Mahasiswa Faperta di lahan kebun Faperta

Ada juga dari Gusnawan Hidayat. Mahasiswa Agroteknologi ini mengaku ketahui informasi pembangunan RS dari Khariq Anhar.

“Pemberitahuan resmi tidak ada sama sekali, saya hanya mengetahui dari cerita Gubernur Faperta,” tutur Gusnawan.

Khariq katakan sudah minta pihak pemprov untuk lakukan sosialisasi ke mahasiswa Faperta. Supaya informasi yang benar dapat langsung tersampaikan. Akan tetapi ditolak. Pihak pemprov serahkan agenda sosialisasi ke pihak kampus. Namun hingga naiknya tulisan ini belum juga terlaksana.

“Surat, data dan mau seperti apa bangunannya itu tidak dikasih, cuman peta,” jelas Khariq.

Dekan Faperta UNRI, Besri Nasrul pun beri suara akan hal ini. Ungkapnya, proses pembelajaran mahasiswa akan berlajalan seperti biasanya. Pun jika pembangunan menyenggol lahan Faperta akan ada tindak lanjut.

“Kami gak bisa berandai-andai, tetapi bisa dipastikan untuk kedepannya praktikum masih di tempat biasa,” terangnya.

Status Lahan Kebun Faperta UNRI

Syaiful Hadi, Dosen Agribisnis Faperta UNRI jelaskan status kepunyaan lahan UNRI. Ialah milik Pemprov Riau. Status UNRI hanyalah hak pakai, dipertegas dengan adanya pemberian surat oleh Sekretaris Daerah, Arsyad Rahim. Tentang kepunyaan lahan yang dimiliki oleh pemprov, kata Syaiful.

“Sampai saat ini sertifikat nya masih atas nama Pemerintah Provinsi Riau,” terang Syaiful.

Enam puluh satu tahun sudah usia UNRI, sejak 1962. Belum ada kepemilikan lahan pemprov berpindah tangan. Hal demikian timbulkan pertanyaan tersendiri untuk Syaiful.

“Hal ini lazim,tapi tidak lazimnya adalah mengapa sekian lama pengadaan itu, lahan tersebut tidak diserahkan secara otonom kepemilikannya di bawah naungan UNRI,” tutur nya.

Menurut dugaannya, pembangunan RS Otak dan Jantung tak ada melakukan konsultasi kepada pihak UNRI. Ia pun mengaku kecewa dengan keputusan pemprov dalam memilih lokasi pembangunan RS.

“Masih banyak tanah pemprov lainnya, kenapa harus di sini?” tanya dosen yang pernah mengabdi 20 tahun lamanya jadi staff ahli.

Syaiful ceritakan kondisi lahan pemprov yang satu perkarangan dengan Faperta. Ia tahu sejak tahun 2000 an, saat itu banyak dijumpai hama semacam babi yang mengganggu proses pembelajaran.

Bersama dosen lainnya, Syaiful buatkan inkubator untuk media belajar. Sekitar tahun 2006, ia benahkan pula lahan Faperta. Peristiwa permasalahan status pun sempat terjadi. Yakni pihak pemprov lakukan pembangunan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertahanan Nasional, berluas 1, 5 hektare.

Rencana pembangunan RS pun khawatirkan kejadian sebelumnya terulang. Syaiful katakan, lahan yang ada tidak dimaksimalkan oleh pihak Faperta.

“Lahan yang terbiar ini bukan berarti tidak dibutuhkan,” tutupnya.

Penulis: Afrilia Yobi

Editor: Ellya Syafriani