Desakan Penonaktifan WD 2 Fakultas Keperawatan Unri

Saat itu pukul sebelas siang, tepatnya pada Rabu, 24 Juli. Puluhan civitas academica Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Riau atau Unri berkumpul di ruang kelas Gedung G1 dan G2 Keperawatan. Hadir Dekan FKp Usman Muhammad Tang serta Anggota Senat FKp, Erwin.

Selembaran kertas absensi pun digilir, bertuliskan Daftar Hadir Pertemuan Dosen, Tendik, dan Mahasiswa tentang Usulan Penonaktifan WD 2 Fakultas Keperawatan Universitas Riau Tahun 2024. 

Sementara itu, di depan halaman dekanat FKp tertancap tegak tiga spanduk. Spanduk pertama bertulis lima tuntutan dari forum dosen dan tendik FKp, menyoal kondisi fakultas. Sementara dua spanduk lainnya merupakan spanduk kosong. Para dosen dan mahasiswa memberi bubuhan tanda tangan sebagai persetujuan pernyataan tersebut. Poin akhir spanduk tersebut tertulis bahwa aksi bukanlah permintaan Usman sebagai Dekan FKp.

Spanduk berisi lima poin pernyataan forum dosen dan tendik Fakultas Keperawatan Unri, mengenai keprihatinan dengan kondisi FKp saat ini, pada Rabu, 24 Juli 2024.

Tuntutan ini mengkerucut pada penyelesaian dua kasus di FKp. Satu di antaranya menyoal Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan atau WD 2 Widia Lestari, yang berpotensi mengganggu iklim dan budaya kerja di FKp.

Sebagai anggota senat FKp, Erwin menjelaskan muasal Widia Lestari diminta untuk nonaktif dari jabatannya. Widia disebut tidak menjalani tugas sesuai amanat, di antaranya beberapa kali tidak menghadiri rapat yang digelar. Erwin menjelaskan alasan Widia yang tidak hadiri rapat lantaran cuti untuk mengantarkan anaknya yang kuliah di Surabaya.

“Kan dia pergi mengantar anaknya pergi ke sana. Dia ngurusin anaknya. Dia sendirian, single parent,” jelas alumnus Universitas Indonesia itu.

Erwin mengatakan tuduhan yang ditujukan pada Widia jika dilihat dari indikator kerja tidak berlandas. Sebab hasilnya baik-baik saja. Namun ia mengaku apabila mengatakan hal tersebut di hadapan forum dosen, Erwin dibilang membela-bela Widia.

Selain itu, Widia diduga melanggar kode etik [kode etik ASN] berupa ‘bermain api’ dengan dosen lain. Erwin menanggapi hal tersebut sebagai pernyataan yang tidak terbukti. Ia menanyakan bukti-bukti pelanggaran tersebut pada forum dosen FKp, dinilai Erwin merupakan asumsi saja.

“Dibacakanlah bukti-bukti itu, ternyata persepsi semua,” ujar Erwin.

Mengenai desakan untuk mundur, Erwin menduga sudah ada orang yang siap menggantikan posisi Widia di WD 2. “Perihal mundur itu nantilah, hanya beberapa hari menjelang akreditasi,” tegasnya. Ia bilang bahwasannya FKp akan melakukan akreditasi pada 4 Agustus nanti, sebaiknya huru hara perihal ini diselesaikan setelahnya.

Panggelaran Aksi

Usaha menanggalkan jabatan Widia tak terhenti. Beberapa tikar anyaman tergelar depan dekanat FKp, pada Senin, 29 Juli. Pagi itu pukul sembilan, aksi damai mimbar bebas forum civitas academica FKp Unri terlaksana. Beberapa mahasiswa dan dosen duduk bersila mendengarkan orasi pemberhentian Widia. Aksi tersebut diawali pembacaan ayat suci Al Quran.

Dalam aksi dalam tersebut, ada empat poin tuntutan yang diminta, di antaranya:

  1. Kepada Dekan FKp Unri agar terus memeriksa dan menuntaskan proses pemeriksaan Disiplin PNS terhadap 2 (dua) orang Dosen FKp Unri yang saat ini sedang menjalani proses pemeriksaan Disiplin PNS,
  2. Kepada Rektor UNRI untuk menyetujui penon-aktifan WD 2 FKP Unri
  3. Kepada seluruh Tim Akademik untuk tetap pada posisi masing-masing
  4. Kepada seluruh pimpinan Unri untuk memberikan Dukungan kepada Dekan agar dapat mengembalikan iklim dan budaya kerja di FKp Unri seperti sebelumnya.

Mantan Wakil Dekan Bidang Akademik Wan Nishfa Dewi dalam orasinya menyatakan aksi ini dibentuk untuk melawan sistem yang buruk.  Tidak menyalahkan individu dan tak bermaksud membuat kekacauan, menurutnya masalah saat ini ialah momen penting untuk belajar menuju proses pendewasaan.

“Ini sebagai bentuk kepedulian FKp, tidak ada pro dan kontra,” ujarnya.

Kemudian dilanjutkan orasi oleh satu-satunya guru besar FKp sekaligus anggota Majelis Kode Etik (MKE) Agrina. Ia mengatakan bahwa tim MKE secara objektif telah mengumpulkan bukti, memanggil, hingga meminta klarifikasi dari banyak pihak. “Mungkin semua sudah tahu, telah terjadi pelanggaran kode etik berdasarkan data-data yang didapat,” ujar dia.

Lalu Kepala Program Studi Keperawatan Misrawati. Ia menceritakan penggalan-penggalan tentang persoalan ini. Awalnya tim akademik sedang proses pengurusan akreditasi fakultas, akan tetapi disampaikan Misrawati ada seorang dosen tak terlibat di dalamnya. Misrawati tegas bilang dosen tersebut sering bolos. Terlebih pada persiapan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM.

Kemudian saat berurusan dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), aku Misrawati ada beberapa kendala dan kesulitan. Ia bilang, Widia terlebih dahulu mengirimkan surat ke ketua senat FKp dengan cara scan atau menyalin tanda tangan Dekan FKp tanpa persetujuan, mengakibatkan bentrok antara LPPM dengan tim FKp.

“Dampaknya sangat berarti bagi akademik,” kata Misrawati.

Hal ini berimbas pada Rekognisi Pembelajaran Lampau atau RPL, serta tertundanya pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) MBKM. “Akreditasi harus didukung oleh semua mahasiswa, alumni, dan semua dosen. Kinerja dosen harus sampai ke akreditasi,” jelasnya.

Wakil Dekan Bidang Akademik Sri Wahyuni mengatakan pekerjaan yang tidak tuntas oleh Widia sempat di back up para dosen lainnya. Dia memaparkan budaya kerja di FKp, apabila satu tidak bekerja maka yang lain akan menyokong.

“Tapi kalau di back up terus menerus, apa namanya?” tanyanya.

Sebelum itu, kinerja Widia ini sempat diadukan ke orang nomor satu di Unri, Sri Indarti. Akan tetapi Misrawati dalam orasinya mengaku kecewa karena jawaban yang diharapkannya tidak sesuai. Sebab Sri Indarti menilai  forum dosen FKp  membantu pekerjaan milik Widia.

“Salah sendiri kenapa bapak ibu membantu pekerjaan tersebut,” ujar Misrawati menirukan Sri Indarti.

Sri Wahyuni pun mengatakan dua kasus di FKp telah terbukti. “Jadi jangan lagi ditanya, bukti mana? Tanya aja sama anggota MKE. Nanti kalau nanya buktinya ke ibu, ibu pula dituntut sama UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik),” katanya.

Di pertengahan aksi damai tersebut, beberapa dosen bersama dekan bergegas ke Rektorat Unri Kampus Bina Widya. Membahas persoalan akreditasi dan hasil aksi.

Sekitar pukul satu lewat, Usman Muhammad Tang pun keluar dari rektorat. Ia mengatakan  rapat tersebut berfokus pada integritas akrediasi magister FKp dalam waktu dekat, dan kesepakatan penurunan baliho. Pun perihal tuntutan dari aksi damai akan diproses selepas akreditasi, tepatnya pada Selasa, 6 Agustus.

“Fokus rapat masih akreditasi, mengundurkan diri dari WD II atau mengundurkan diri dari Kaprodi (Kepala Program Studi) masih belum dibahas,” jelasnya.

Usman bungkam saat ditanyakan isu mengenai kasus kedua di FKp, selain tentang Widia Lestari. Ia mengarahkan  pada Sri Wahyuni. Sementara itu Sri mengarahkan persoalan ini pada Agrina selaku ketua MKE. “Sebaiknya menunggu (akreditasi) jika mmg (memang) perlu,” kata Agrina pada Sabtu, 3 Agustus.

Sisi lain saat dijumpai langsung, Widia enggan memberi komentar apapun. Saat dikirim pesan, ia juga tidak memberi balasan.

Penulis: Najha Nabila dan Arthania Sinurat

Editor: Ellya Syafriani