Kekerasan seksual menurut International Labour Organization merupakan perilaku seksual yang tidak diinginkan. Wadah yang menampung isu buruh internasional ini bilang, kalau perilaku tersebut sebabkan seseorang merasa tersinggung, terhina, atau merasa terintimidasi. Hal ini dijelaskan oleh Dosen Hubungan Internasional Universitas Riau (UNRI) Yusnarida Eka Nizmi, Rabu (21/1).

Lanjut Nizmi, pelecehan seksual tergantung pada orang yang mengalaminya. “Dia merasa itu pelecehan atau tidak. Anda menggoda dia dengan siulan dan dia tidak nyaman, itu bisa menjadi kasus pelecehan seksual. Banyak yang bilang sekarang, gitu aja lebay, dipegang doang langsung lapor. Di masyarakat kita sekarang begitulah konotasinya,” tutur Nizmi

Pada diskusi edukasi yang ditaja Badan Eksekutif Mahasiswa UNRI bertajuk Pelecehan Seksual di Kampus, Apa yang Harus Diperbaiki?, Nizmi paparkan empat jenis kekerasan seksual. Ada tertulis, fisik, non verbal, dan visual.

Selain itu, ia juga bilang kalau semakin tinggi dunia pendidikan, maka semakin tinggi pula kekerasan seksual yang terjadi.

“Itu hanya laporannya saja, kita tidak tahu kejadian lain apa yang terjadi,” ucapnya.

Pernyataan tersebut turut didukung dengan jajak pendapat yang ditayangkan Mata Najwa November lalu. Nizmi cerita kalau survei yang diadakan oleh Menteri Nadiem Makarim tunjukkan ada 77 persen terjadi kekerasan seksual di kampus.

Dari fnomena ini, kini lahirkan Satuan Tugas Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual atau Satgas PPKS di kampus termasuk UNRI. Sri Endang K.—Ketua Satgas PPKS UNRI—ikut hadir dalam diskusi. Ia jelaskan bagaimana hadirnya Satgas PPKS. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 Tahun 2021 ini, kata Endang, terbentuk secara diskresi. Artinya digagas sebagai tindakan atas suatu kejadian atau persoalan yang konkret.

“Memang kita ini perlu menjaga nama baik kampus, namun nama baik seperti apa? Bukan ada kasus terus ditutupi jadi baik, bukan,” ucapnya.

Diskusi beralih ke Menteri Pemberdayaan Perempuan BEM UNRI Mely Oktaviani. Ia sebutkan korban di kalangan perempuan paling banyak. Namun, lanjut Mely, kesadaran tentang pelecehan seksual terhadap perempuan masih minim.

Mely bagikan cara supaya kesadaran tentang pelecehan seksual di masyarakat bisa disebarkan. Salah satunya diskusi yang dihelat BEM UNRI. Menurut Mely, sudah ada wadah untuk sosialisasi. Namun, faktanya partisipasi dari mahasiswa masih rendah. Selaras dengan pernyataannya tentang jumlah peserta diskusi yang tidak mencapai seratus orang.

“Kalau bukan dia atau orang-orang sekitar dia yang kena, hatinya belum tersentuh dan belum sadar untuk dapat edukasi seperti DIKSI [Diskusi dan Edukasi] saat ini,” tutupnya.

Penulis: Saufa Yuthika

Editor: Andi Yulia Rahma