Dari perolehan sementara, pasangan calon (paslon) nomor urut 2–Kaharuddin-Razali, unggul dengan 1336 suara. Sedangkan Ishlahul-Zulfajri, pasangan nomor urut 1 mendapat 554 suara atau sekitar 29,31% saja, di hari pertama pemilihan ulang, pada Rabu (1/9). Sebanyak 2198 suara yang masuk, hanya 1890 suara yang dianggap sah. Sementara 308 sisanya, dinyatakan gugur.
Secara mekanisme, terdapat 3 fakultas yang dapat memilih kemarin. Antara lain Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (Fisip), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan Fakultas Pertanian. Kegiatan terlaksana pukul 9 pagi hingga 3 sore.
Untuk kelancaran Pemilihan Raya (Pemira), Gedung Unit Pelaksana Teknis Teknologi Informasi dan Komuniakasi (UPT TIK) didesain menjadi 4 ruangan. Pertama, Ruang Melati, untuk tempat pemungutan suara (TPS) 01 hingga 03.
Kedua, Ruang Dahlia, TPS 04 hingga 06, untuk Mahasiswa Fisip. Dalam ruangan tersebut ada 13 orang. Terdiri dari 6 saksi kedua paslon, 3 PPRU, 3 Panwas, dan 1 anggota perlengkapan. Tata letak meja di ruangnya, disusun sedemikian rupa agar layar dashboard panitia bisa terlihat langsung bila seseorang masuk.
Ketiga, Ruang Teratai untuk TPS 07 hingga 09. Ruangan ini diperuntukkan bagi mahasiswa FMIPA. Keempat, Ruang Mawar untuk TPS 10 hingga 12. Terdapat 14 orang yang terdiri dari 6 saksi, 3 Panitia Pemiliha Raya Universitas (PPRU), 3 Panitia Pengawas (Panwas), dan 2 anggota HID
Ledy Maranata, Panwas Pemira jelaskan, pihaknya dan PPRU bertugas mencocokkan dan mengecek suara. Sedangkan saksi yang dihadirkan sebagai pemantau verifikasi validasi suara. Jika terdapat perbedaan hasil dari pihak yang terlibat, Panwas dan PPRU akan kembali mengecek suara yang masuk.
“Keputusan suara tetap berada di tangan kami [Panwas],†tegas Ledy.
Di pihak lain, Ketua Pelaksana, Yoga Triwanda mengatakan, tidak ada kendala saat pemilihan berlangsung. Masalah server dan kode One Time Password atau OTP yang dikeluhkan dua pekan lalu juga tak ditemukan lagi.
“Untuk server sudah diamanahkan 7 panitia untuk meng-handlenya, jadi tidak ada kendala. Sedangkan OTP masih ada yang melapor, tetapi itu kesalahan mereka sendiri yang memilih tidak sesuai dengan harinya,†ucap Yoga.
Dia juga bilang, masih ada beberapa mahasiswa yang tidak membaca dan memahami panduan. Misalnya saja, beberapa mahasiswa lakukan voting tak sesuai jadwal fakultas. Alhasil, kode OTP tidak masuk ke laman surelnya.
Masalah lain juga diungkap Dwi Rahman Suhada—Koordinator Acara Pemira. Katanya, suara mahasiswa banyak yang tak sah. Hal ini dikarenakan foto Kartu Tanda Mahasiswa yang masuk buram. Surat aktif kuliahnya pun tak sesuai dengan semester yang dijalani. Bahkan, ada yang berswafoto tanpa identitas pengenal.
Khairunnisa, Mahasiswi Ilmu Komunikasi 2020, ternyata pernah alami kejadian serupa. Ia sempat lupa jadwal partisipasi Pemira untuk fakultasnya. Mahasiswa Fisip ini justru mengaku tak tahu mekanisme Pemira yang berlangsung. Walau begitu, tak ada kendala berarti dalam proses memilih.
“Kendala sih gak ada. Kode OTP dan upload selfie juga mudah untuk dilakukan,†Jelasnya.
berbeda dari Khairunnisa, Oni Andriani Putri dari Jurusan Sosiologi menilai proses pemilihan kali ini mudah dan cepat. “Semuanya di aku berlangsung lancar dan cepat. Baik dari kode OTP, selfie, dan memilih Paslon di akhirnya.â€
Kelancaran penggunaan aplikasi dalam proses Pemira dipengaruhi beberapa faktor. Dimas Subaktioanto, salah satu Anggota KSL jelaskan, spesifikasi dan jaringan server jadi salah satu penentunya. Lalu, perangkat keras ponsel yang dimiliki mahasiswa. Terakhir, jumlah pemilih yang tak lebih dari 10 ribu orang.
Penulis: Febrina Wulandari, Sakinah Aidah, Ellya Syafriani, Juanito, Denisa Nur Aulia
Editor: Firlia Nouratama