“Karhutla adalah sesuatu yang tidak semestinya terjadi, merupakan suatu kebodohan manusia. Apalagi jika terjadi berulang kali,” kesah Agung Setya Imam Effendi, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Riau.

Pernyataan ini disampaikan Agung saat gelar wicara di Aula Rektorat Universitas Riau (UNRI) dengan tema Karhutla Riau : Siapakah Dalangnya? pada Kamis ( 4/12 ). Gelar wicara ini merupakan salah satu rangkaian dari UNRI Expo yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau (BEM) UNRI.

Turut hadir Sailal Arimi dari Forest Protection and Conservation Manager PT Riau Andalan Pulp dan Paper (RAPP), Fandi Rahman selaku Deputi Wahana Lingkungan Hidup Riau (Walhi) dan Aras Mulyadi, Rektor UNRI. Syafrul Ardi, Presiden Mahasiswa UNRI didaulat sebagai pemantik.

Agung paparkan data titik panas Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) lima tahun terakhir. Berdasarkan data miliknya, titik panas tertinggi terjadi pada Juni hingga Juli 2015. Disusul Agustus sampai September. Jika ditotalkan, ada 2.563 titik api tahun itu. Pada 2016 karhutla terjadi dua periode, yaitu Juli hingga Agustus dan Februari hingga Maret. Tahun selanjutnya, jumlah titik panas mencapai angka terendah, yaitu 176 selama setahun. Begitupun tahun 2018.

Titik panas kembali memuncak di tahun 2019. Karhutla terjadi mulai Juli hingga November. Ia menegaskan, dari data tersebut dapat tergambar apa yang harus dilakukan.

Kapolda yang baru diangkat ini memprediksi bahwa potensi karhutla akan meningkat pada 2020. Hal ini berdasar pada prediksi temperatur cuaca yang akan lebih panas dari tahun ini oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.

Ia tunjukkan titik panas yang terdapat di titik kebakaran salah satu pabrik kimia, PT Wanasari Nusantara. Rancangan untuk membuat embung atau cekungan penampung air di titik kebakaran pada 2020 mendatang juga sudah ia rancang. Caranya dengan mendatangkan potensi sumber daya manusia dan masyarakat peduli api yang akan ditugaskan di lokasi tersebut.

Ia optimis dengan program yang telah dirancangnya, sehingga pada 2020 tidak ada lagi titik api yang tidak bisa dipadamkan.

“Untuk itu kita harus bekerja sama dan berkolaborasi. Seharusnya Riau ini bisa maju sepuluh kali lipat dari ini jika kita berkolaborasi.”

Mendukung pernyataan Agung, Sailal mengatakan bahwa RAPP sudah mulai mencegah terjadinya karhutla sejak 2014. Mereka menciptakan proyek di empat desa yang terbakar setiap tahun. PT RAPP juga membuat program yang mereka sebut ‘think out of the box’, yaitu memberikan penghargaan jika lokasi tersebut tidak terbakar.

Empat tahun silam, PT RAPP sudah membuat program pencegahan bernama Desa Bebas Api. Didampingi oleh departemen khusus, perusahaan yang bergerak di industri serat, pulp, dan kertas global ini merancang lima program yang berkolaborasi dengan masyarakat desa tersebut.

Perusahaan memberikan bantuan kepada masyarakat yang hendak mengelola lahannya. Tujuannya agar mereka menyiapkan lahan tanpa membakar lagi.

“Kami akan datang dan memberikan bantuan, dengan syarat legalitas lahannya harus jelas,” tegasnya.

Dilanjutkan oleh Fandi, menurutnya kemunculan titik api dimulai dengan pemberian izin hak pengelolaan hutan yang kepada industri oleh pemerintah. Titik api yang muncul selalu di lokasi yang sama, karena tersedia batu api yang banyak untuk bahan bakar.

Fandi berpendapat, lebih baik mencari faktor-faktor penyebab kebakaran daripada mencari pelaku penyebabnya. Hal ini merujuk pada masyarakat yang kurang akan edukasi terkait perubahan lahan gambut. Hingga kini kondisi lahan menjadi kritis.

Ia mengajak mahasiswa beserta civitas akademika lainnya untuk ambil peran. Seperti langsung turun ke lapangan dengan memberi solusi, sehingga air di lahan gambut tidak hilang.

“Bersama-sama mencari jalan keluar, kemudian berupaya dengan cara masing-masing adalah solusi yang terbaik,” pungkasnya.

Menjawab usulan Walhi, Syafrul katakan ia telah berkomunikasi dengan berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa UNRI untuk terjun langsung ke masyarakat melalui pembentukan Satuan Tugas Bencana.

“Kita juga telah berdiskusi kembali agar tim dapat terselenggara akhir Desember ini.”

Menjawab hal ini, Aras jelaskan bahwa UNRI juga sudah menambahkan mata kuliah Lingkungan dan Konservasi di beberapa fakultas. Tujuannya agar perguruan tinggi bisa ikut serta dalam mencegah karhutla di Riau.

Reporter : Andi Yulia Rahma

Editor : Raudatul Adawiyah Nasution