Kontes Robot Seni Tari Indonesia 2018 Telah Selesai

Universitas Riau (UNRI) jadi tuan rumah Kontes Robot Indonesia (KRI) 2018 regional 1 Sumatera. Ada empat divisi perlombaan, Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI), Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) beroda, Kontes Robot Pemadam Api Indonesia (KRPAI) dan Kontes Robot ABU Indonesia (KRAI). Kegiatan berlangsung di GOR Tri buana Pekanbaru, Sabtu (28/4)

Sebanyak 10 tim ikuti pertandingan KRSTI. Perlombaan terdiri atas 3 sesi, berlangsung dari  pukul 09.25 hingga 15.10. Ada 10 kriteria penilaian dalam KRSTI yakni mulai gerak robot harus bersamaan dengan mulai musik tari, memiliki gerak tari Sembah Pembuka, memiliki unsur gerak tari Gedrug, gedruk rangkep, keter dan iket di Zona A.

Kriteria lain ialah memiliki unsur gerak tari Gerak sebetan, bumi langit, keter dan iket di Zona B, memiliki unsur gerak tari Pentangan kanan kiri kanan buang sempur, pentangan onkean lambung, dan tumpang tali di Zona C, serta memiliki unsur gerak tari tanjak tancep sembahan sebagai sembah penutup di Zona Tutup.

Kemudian yang dinilai ialah keselarasan gerak dengan musik pengiring, kemampuan robot mencapai setiap Zona, mampu melakukan gerakan indahan tari remo, serta kelancaran robot bergerak. Robot yang jatuh akan dikenai penalti.

Beberapa robot terjatuh saat melakukan tari
Beberapa robot terjatuh saat melakukan tari

Prof Mauridhi Hery Purnomo, juri KRSTI 2018 jelaskan, sistem penilaian kontes robot seni tari bersifat umum. Robot minimal bisa menggabungkan budaya Indonesia pada gerakannya. “Ini sebagai bentuk pelestarian budaya Indonesia,” imbuh Mauridhi Hery Purnomo.

Sepuluh tim yang berpartisipasi ialah AADIYAT dari Universitas Sriwijaya, Bingkuang dari  Universitas Negeri Padang, CINDAI Sriwijaya dari Politeknik Negeri Sriwijaya, ERC-UNRI dari Universitas Riau, Krakatau Art dari Universitas Teknokrat Indonesia, Nyi Mas Rahima dari STIKOM Dinamika Bangsa Jambi, Tim RoboGen dari STMIK Mitra Lampung, Pagaruyuang dari Politik Negeri Padang, Evo Dincak IV dari Universitas Bangka Belitung, terakhir Dayang-Dayang dari Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung.

Tim RoboGen raih juara pertama, Pagaruyuang juara kedua, Evo Dincak IV juara tiga, dan Dayang-Dayang dari Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung juara harapan.

Robot akan bergerak ikuti irama musik yang diputar melalui laptop dengan bantuan transmitter bluetooth bersistim wireless. Transmitter ini dipasang agar dapat dideteksi oleh sensor suara yang tersusun dalam badan robot. Kemudian bagian terpenting dari robot ialah  otak robot sebagai kontrol utama guna menginstruksikan gerakan robot. Ada yang menggunakan komponen Arduino sebagai kontrol utama, ada juga yang gunakan Odroit. Tergantung strategi perakitannya. Komponen inilah yang menerima sensor suara dari transmitter, sehingga bila musik berhenti maka robot juga ikut berhenti.

Sebagian besar bahan pembuatan robot adalah alumunium dan mika acrylic. Bahan ini dipilih karena biaya yang murah dan bobot yang ringan. Untuk menggabungkan tiap materialnya digunakan sekrup dan baut.

“Satu lagi hal yang paling penting dalam robot adalah sensor gyro,” jelas Argi anggota Evo Dincak IV. Sensor gyro berfungsi menjaga posisi robot, letaknya di titik keseimbangan yaitu bagian tengah tubuh.

Arena lomba berbentuk persegi panjang, masing-masing berukuran 3 kali 2 meter dan  tinggi 1 meter dari lantai. Arena dibagi dua, satu untuk tim merah dan satu lagi tim biru. Ada sekat pembatas setebal 0,6 cm dan tinggi 10 cm di antara keduanya. Sekeliling arena juga diberi dinding kayu.

Terdapat beberapa zona yang harus dilewati oleh robot. Zona A adalah zona mulai, terletak di ujung belakang. Zona B, adalah zona dimana robot sudah harus bergerak dan menari. Zona C atau zona tutup terletak di depan, paling dekat dengan penonton. Setiap zona ditandai dengan warna berbeda sesuai jenis zona.

Argi jelaskan kendala yang dialami timnya. Pertama adanya perbedaan tekstur lantai arena. Tekstur yang kasar membuat robot sulit berjalan dan sering jatuh. Bagi robot tim lain yang berjalan dengan sistim angkat tidak masalah, berbeda dengan robot yang berjalan dengan sistim geser.

robot menari
Robot menari

“Kami baru tahu situasinya saat sampai di Pekanbaru, jadinya sulit mengubah sistim robot yang biasa berjalan di lantai licin,” jelas Argi.

Kendala lain yang dialami timnya ialah otak robot sempat rusak dan error karena tegangan tinggi  saat melewati mesin x-ray di bandara. “Namun kami berhasil memperbaikinya selama di Pekanbaru walau robot tidak sebagus awal.”

Irma Hanifah dosen pembimbing tim RoboGen cerita, kontingen mereka terdiri dari enam mahasiswa dan tiga dosen. Yogi Andeswari ketua tim, Kusnadi tim mekanik, Dicky Pratama Tenggano tim elektrik, Rizal Andika Saputra tim programming, Nonita Handayani dan Anggun Safitri sebagai tim artistik. Adapun dosen pendamping ialah Khozainuz Zuhri, Adi Ahmad Fauzi, dan ia sendiri.

Nama RoboGen memiliki arti ini saatnya generasi robot di UMITRA. RoboGen juga diambil dari nama anak bungsu Ketua Yayasan UMITRA Lampung yakni Gegen.

Proses perakitan RoboGen memakan waktu 4 bulan dari Januari hingga April 2018. Salah satu kendala tim adalah komponen utama yakni chip mikro computer alami beberapa kali perbaikan dan pergantian karena rusak. Menurut Irma, kondisi cuaca di Riau sangat panas sehingga robot yang gunakan mini personal computer alami overheat.

“Motor servo untuk sendi penggerak yang kami gunakan mudah panas, sehingga kurang maksimal,” jelas Irma.

Kusnadi cerita, ini kali pertama STMIK Mitra Lampung ikuti KRI. Mereka bersyukur dapat juara pertama. “Tahun depan kami berencana ikuti lagi KRI dengan menurunkan 2 tim dan berharap dapat mengulang prestasi juara kembali,” tutup Kusnadi.

Penulis: Humaira Salsabila

Editor: Rizky Ramadhan