Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyelenggarakan Lokakarya Jurnalis Anti Korupsi. Sekitar 20-an jurnalis umum dan mahasiswa hadir dalam kegiatan yang berlangsung di grand central hotel, Selasa (17/5).
Media dianggap sangat berperan penting membantu komisi anti rasuah ini untuk mendukung program pencegahan dan penindakan korupsi terintergrasi terutama di Riau. “Intinya publik terutama jurnalis sangat menentukan keberhasilan kinerja kami,†tegas Priharsa Nugraha, Kepala Pemberitaan dan Publikasi KPK.
Riau merupakan lokasi yang menjadi fokus perhatian KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi. Alasannya, pejabat daerah baik eksekutif, legislatif hingga swasta terlibat perbuatan yang menjadi incaran KPK. Misalnya, baru-baru ini Suparman yang baru saja dilantik menjadi Bupati Rokan Hulu dan Johar Firdaus mantan Ketua DPRD Provinsi Riau, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap APBD Provinsi Riau tahun 2015.
Sebelumnya, Ahmad Kirdjauhari yang juga mantan anggota DPRD Provinsi Riau dalam kasus yang sama sudah dinyatakan bersalah oleh Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dalam persidangan, Ahmad Kirdjauhari membeberkan keterlibatan Suparman dan Johar Firdaus yang saat itu masih menjadi anggota Dewan. Sementara itu, Anas Maamun yang baru beberapa tahun menjabat Gubernur Riau juga ikut terseret dalam kasus ini.
Dalam lokakarya yang berlangsung dari pagi hingga sore ini, KPK mengundang tiga pembicara. Diantaranya Imam Wahyudi dari Dewan Pers. Imam menegaskan, pemilik media harus meningkatkan kemampuan jurnalisnya dalam meliput suatu berita. Terutama dalam hal korupsi. Imam tak memungkiri, ada jurnalis yang memanfaatkan pekerjaannya untuk memeras seseorang.
Soal standar jurnalisme juga menjadi bahasan Imam dalam menyampaikan materinya. Kebanyakan jurnalis tidak memahami elemen jurnalisme bahkan cenderung mengabaikannya. Terutama dalam hal menyampaikan kebenaran. Pekerjaan memverifikasi juga masih luput dari perhatian. “Ditengah berkembangnya teknologi, munculnya berbagai media, kebebesan pers, media justru kurang melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Ini bicara soal loyalitas jurnalis itu sendiri,†ucap Imam.
Lain hal dengan Dandhy Dwi Laksono. Ia meminta jurnalis di Riau untuk lebih fokus melakukan liputan mendalam terutama melakukan liputan investigasi.
Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Bondan Winarno dan Metta Dharmasaputra, dua jurnalis yang pernah melakukan liputan investigasi di Indonesia. Bondan Winarno melakukan investigasi terhadap Michael de Guzman yang dianggap mati karena melompat dari helikopter. Sementara Metta membongkar skandal pengemplangan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri, perusahaan milik Sukanto Tanoto.
Dari investigasi itu, Bondan Winarno menghasilkan buku Bre X Sebungkah Emas di Kaki Pelangi. Sementara Metta dengan buku Saksi Kuncinya.
Menurut Dandhy, dua hal yang menyebabkan tak adanya rubrik investigasi di media yang ada di Riau, soal dana dan waktu. Hal ini diakui oleh jurnalis yang hadir. Mereka bahkan ada yang berujar, sudah enam bulan tidak digaji.
Dandhy juga mengatakan, dengan menampilkan investigasi bisa saja menghilangkan iklan yang masuk, sementara saat ini media bergantung kepada iklan. “Dengan adanya investigasi juga akan menambah musuh baru bagi media tersebut.â€
Terkahir, Wawan Wardiana Kepala Tim Koordinasi Supervisi KPK berkesempatan menyampaikan beberapa hal terkait program KPK. Wawan mengatakan, Riau bersama dua provinsi lainnya, Sumatera Utara dan Banten menjadi perhatian khusus KPK. Ketiga daerah tersebut dinilai memiliki angka korupsi cukup tinggi. “Partisipasi publik yang lebih luas dan gerakan komunitas dalam pemberantasan korupsi di Riau sangat mendukung program KPK.â€
KPK juga telah membuat rencana aksi bersama Pemerintah Provinsi Riau. Pemerintah Provinsi Riau diharapkan lebih transparan dalam menggunakan anggaran. Model e-budgeting dan e-planning diharapkan mampu mengatasi terjadinya tindakan korupsi. Publik juga lebih leluasa memantau penggunaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah.#Agus Alfinanda