LBH Pekanbaru: Penegakan Hukum di Pekanbaru Semakin Goyah

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru menilai, semakin tahun penegakan hukum di Pekanbaru semakin goyah. ?Hak Asasi Manusia tidak lagi dianggap barang mewah,? kata Aditia Bagus Santoso di kantornya jalan Kuda Laut No.21 Sukajadi, Pekanbaru, Jum?at (28/12/2018).

Hal ini terlihat dari banyaknya laporan ke LBH selama kurun waktu setahun belakangan. LBH Pekanbaru menerima sebanyak 127 pengaduan sejak awal januari hingga november. Ada 67 perkara perdata dan 60 perkara pidana. Jumlahnya bertambah dari tahun sebelumnya yang hanya 102 pengaduan.

Tidak semua kasus ditangani LBH Pekanbaru. Hanya 51 perkara yang diberi jasa bantuan hukum baik secara litigasi maupun non litigasi, dari perkara yang dibantu tersebut, 34 kasus dalam masa penanganan dan proses hukumnya sedang berjalan di lembaga pengadilan.

?Ada yang sudah inkracht namun masih digantung banding, ada juga yang sudah kasasi tak jelas proses eksekusinya,? tambah Aditia.

Adapun isu-isu yang menjadi fokus LBH Pekanbaru ialah soal kesejahteraan buruh. Temuan LBH Pekanbaru terkait isu buruh dan perselisihan hubungan industri ini bermacam-macam. Ada pemutusan hubungan kerja, buruh yang di PHK tanpa diberi pesangon, kasus THR dan intimidasi sepihak, juga status kepegawaian yang tidak jelas.

Sebanyak 95 kasus masuk ke Pengadilan Negeri, adapun yang sudah ditangani LBH pekanbaru dan sampai persidangan sebanyak 11 kasus. Tiga kasus lagi masih konsultasi dan pengadu memilih jalan sendiri. Ditambah 4 kasus warisan dari tiga tahun sebelumnya.

Kasus lain ialah pelanggaran fidusia, LBH menilai masih banyak terjadi kecurangan yang dilakukan finance dalam proses eksekusi objek. Kecurangan yang dimaksud ialah penarikan objek diluar dari waktu yang telah ditetapkan dalam UU No.42 Tahun 1999 dan UU No.21 Tahun 2011 tentang otoritas jasa keuangan.

Seharusnya, objek fidusia dianggap macet bila terlambat bayar lebih dari satu tahun. Jika sudah terlambat, finance harus mengirim tiga surat peringatan yang masing-masing berjarak satu minggu, baru motor dapat ditarik dari debitur. Adapula sertifikat fidusia yang harus ditunjukkan saat mengeksekusi.

Saat melakukan lelang objek, harusnya debitur dihadirkan ketika lelang. Faktanya, tanpa sepengatahuan debitur objek sudah lebih dahulu dilelang.

Selain itu ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, kasus pencemaran lingkungan, dan korupsi dan narkotika.

Kemudian ada permasalahan adat masyarakat Talang Mamak yang bertujuan untuk mendapatkan pengakuan masyarakat adat, diskriminasi terhadap disabilitas, mengadvokasi kelompok SOGIESC, dan terakhir kasus Jemaah Ahmadiyah yang didiskriminasi.

Penulis : Raudatul Adawiyah Nasution

Editor : Rizky Ramadhan