Puluhan mahasiswa lengkap dengan almamater biru langit kompak padati halaman rektorat jelang pukul 3 sore (5/11). Beberapa satpam juga bersiaga berjaga-jaga di depan. Helaian demi helaian spanduk berisikan tuntutan turut mereka bawa.
Aksi ini mencuat setelah beredarnya video berdurasi 13 menit 26 detik, di Instagram milik Korps Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional @komahi_ur—sehari sebelum aksi berlangsung. Dalam video, seorang mahasiswi mengaku dilecehkan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada 27 Oktober lalu.
Hari itu, niat korban hendak bimbingan skripsi. Berdiri bersama korban, kelembagaan mahasiswa FISIP minta respon dari institusi untuk wujudkan keadilan bagi korban.
Massa membawa 5 poin tuntutan. Di antaranya meminta pelaku mengakui kesalahan serta meminta maaf pada korban dan keluarga. Selain itu, korban harus dapat jaminan agar tak ada hambatan akademis. Pun mental korban juga mesti difasilitasi. Terakhir, harus ada sanksi bagi pelaku—diserahkan kepada pimpinan.
Menjawab ihwal kasus tersebut, Sujianto dan Iwantono turun temui massa aksi. Keduanya adalah Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan serta Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni.
Sujianto bilang, ia sedih dengan adanya kasus ini. Menurutnya, kasus pelecehan seksual mencemarkan nama kampus yang sudah diusahakan naik peringkatnya. “Kami telah mendengar, melihat, dan membaca apa yang telah terjadi di media sosial,†ucapnya.
Kasus tersebut, kata Sujianto bukan lagi masuk lingkup regional, tapi sudah di ranah nasional. Ditambah lagi, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 baru diundangkan 2 bulan lalu. Aturan tersebut fokus membahas tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Masih Sujianto, ia sebutkan bahwa UNRI sudah bentuk Tim Pencari Fakta guna lanjutkan penanganan dugaan isu pelecehan. Dia sendiri ditunjuk sebagai juru bicara. Tim ini mulai bekerja pada Senin, 8 November mendatang. Berisikan orang-orang yang paham aturan Permendikbud tersebut dan juga independen.
“Diketuai oleh orang yang independen. Kami tidak mau melibatkan senat universitas, senat fakultas. Kami juga tidak mau melibatkan pimpinan universitas dan tidak melibatkan pimpinan fakultas,” tegas Sujianto di hadapan massa.
Sujianto akui bahwa pembentukan tim tersebut untuk menanyakan dan menginvestigasi para pihak yang terlibat dalam kasus. Khususnya di lingkup kampus.
“Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 itu pegangan kita. Kita akan menjalankannya. Sanksi tergantung dari kadar kesalahannya,†lanjut Sujianto.
Terkait jaminan, Sujianto pastikan korban tak akan dapati bentuk kriminalisasi dan intimidasi. Selain itu, memberi jaminan keselamatan dan perlindungan pada korban. “Dan secara akademik tidak ada yang melakukan kriminalisasi atau intimidasi,†pungkasnya.
Usai Sujianto jawab tuntutan, massa aksi beri tepuk tangan meriah. Mereka rapatkan barisan dan kembali ke fakultas.
“Kita akan langsung balik ke fakultas kita,†seru Muhammad Abdul Yazid memimpin barisan massa untuk pulang.
Reporter: Ellya Syafriani, Mulyadi Pardede, Lucky Marcelino
Editor: Firlia Nouratama