“Berkembangnya teknologi dan informasi menjadikan isu-isu perpolitikan dan demokrasi semakin simpang siur,â€ungkap Iwantono—Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni—saat kuliah umum di Gedung Sutan Balia Universitas Riau pada Rabu (11/3).
Kuliah umum dengan tema Merawat Kebhinekaan di Era Demokrasi ini menghadirkan Gatot Eddy Pramono selaku Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Turut hadir Arif Zulkifli dari Dewan Pers yang membahas sistem pemberitaan anti hoaks, serta Setri Yasra Pimpinan Redaksi tempo.co sebagai moderator.
Menurut Iwantono, krisis demokrasi di Indonesia kian marak setelah berkembangnya teknologi dan informasi. Begitupun dengan angka kriminal yang tinggi menjadikan sistem demokrasi melemah.
Berbicara soal demokrasi, Gatot menyinggung sedikit awal mula lahirnya demokrasi di dunia. Menurutnya, perpolitikan di dunia yang bersifat anarkis menjadi pemicu. “Siapa yang kuat, maka dia yang menang.â€
Anarki yang dimaksud Gatot adalah tidak teraturnya hubungan antarnegara. Juga, masih terjadinya konflik antarnegara serta nihilnya nilai-nilai universal dan bersifat mengikat yang disepakati.
Ada beberapa negara yang menerapkan sistem politik anarkis. Contohnya Perancis yang melakukan penyerangan terhadap Napoleon sebelum Perang Dunia I pecah. Akibatnya, hubungan antarnegara menjadi tidak teratur. Namun kondisi ini tidak terjadi sampai puluhan tahun karena tidak memungkinkan untuk satu negara bergerak sendiri atau mononegara. Suatu negara butuh bantuan guna membantu dalam mendominasi negara lain. Inilah yang disebut Gatot sebagai sistem paradigma kontruktivisme.
Sistem paradigma kontruktivisme ini, kata Gatot berlangsung cukup lama hingga Perang Dunia II hadir. Pecahnya perang antara Blok Barat dan Timur ini mengakibatkan berbagai permasalahan, salah satunya krisis ekonomi.
Indonesia juga mengalami krisis ekonomi ketika Perang Dunia II berlangsung, sehingga angka kriminal dan ketersediaan ekonomi memburuk.
“Demokrasi di Indonesia pada saat itu sangat memprihatinkan, timbul berbagai kontroversi seperti pelengseran Soeharto pada 1998. Sampai akhirnya era reformasi dimulai,†lanjut Gatot.
Pada era reformasi, berbagai aturan baru diberlakukan, seperti pemenuhan hak-hak dan kewajiban setiap warga negara. Di antaranya kebebasan warga negara dalam berbicara, berkumpul serta memeluk agama dan kepercayaan.
Aturan-aturan ini bertujuan untuk mengawal demokrasi dan mengimplementasikannya dalam menegakkan aturan yang telah dibuat .
Menanggapi hal ini, Arif zulkifli menyebutkan bahwa dalam mengimplementasikan demokrasi ada berbagai faktor yang memengaruhi, salah satunya arus informasi.
“Arus informasi semakin kuat setelah perkembangan teknologi dan informasi yang pesat. Ini harus dijaga supaya tidak timbul arus-arus informasi yang berpaling dari fakta.â€
Arif menilai selalu ada upaya seseorang atau sekelompok orang untuk menyebarluaskan berita non fakta atau hoaks. Misalnya pada penyebaran informasi hoaks soal Pemilihan Presiden 2019 lalu. Adanya ketidakbenaran dalam menyebarkan input suara terbanyak sampai akhirnya beredar sangat cepat. Hal ini memungkinkan masyarakat menjadi mudah untuk menelan informasi yang disajikan.
Ia menekankan perlunya peran wartawan di sini untuk menelusuri kebenaran suatu informasi melalui kerja jurnalistik.
Sebelum kuliah umum berakhir, Gatot mengimbau mahasiswa untuk kritis terhadap suatu keadaan yang berkaitan dengan demokrasi.
“Sehingga tahu permasalahannya dan tidak termakan informasi–informasi yang bukan fakta.â€
Reporter: Ilham Mahendra
Editor: Annisa Febiola