Pembangunan Pengadilan Militer di Unri, WR 2 Unri: Belum Ada Diskusi Resmi

Pembentukan Pengadilan Militer di Pekanbaru/Sumber: ANTARA

Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani lima dokumen pembangunan pengadilan militer. Pekanbaru salah satu lokasi pembangunan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2025.

Presiden Mahasiswa Universitas Riau (Unri), Ego Prayogo, mengatakan pembangunan pengadilan militer di sekitar kampus akan menggoyahkan fungsi utama dari pendidikan. “Kembalikan lagi fungsi dari Kampus Unri itu apa. Kita di ranah akademik, tidak boleh ada militer di kampus,” ujarnya pada Jumat, 5 Juli 2025.

Ego mengetahui rencana pembangunan saat audiensi ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Ia juga telah melihat peta pembangunan dan bertanya dengan para kontraktor pekerja gedung Rumah Sakit Vertikal Otak dan Jantung. Tepatnya di Jalan Naga Sakti, di belakang Fakultas Pertanian Unri.

Meski pengadilan militer bukan tempat tentara berlatih, Ego tetap menolak pembangunan tersebut. Menurutnya, pembangunan bisa jadi awal mula militer menguasai Kampus Unri ke depannya.

“Kita sebagai pelajar juga menganalisis, se- urgent [penting] apa pengadilan militer ini. Kenapa harus di wilayah Unri? Fungsi Unri untuk apa?” pungkas Ego.

Menurutnya Kecamatan Tampan yang populer disebut Panam, bukan kawasan sentral Pekanbaru. Daerah sekitar Jalan Sudirman lebih tepat untuk pembangunan pengadilan militer. Sementara itu, belum ada transparansi dari pemerintah mengenai perihal pembangunan.

Hingga kini, BEM Unri belum ada diskusi secara formal dengan pihak Unri. Hanya sekedar pembicaraan ringan. “Jika memang dari pihak kampus menyatakan tidak terlibat, tidak mungkin pemprov [pemerintah provinsi] tidak mengetahui rencana pembangunan ini,” ujarnya.

Dalam minggu ini, BEM Unri mengumpulkan petisi dan berkoordinasi dengan BEM Fakultas guna memasang tagar persetujuan pembangunan pengadilan militer. Ego juga menyinggung Pemprov Riau, menanyakan kejelasan lokasi pasti pengadilan. Namun nihil, tak ada jawaban.

“Selanjutnya apakah audiensi atau langsung desak rektorat untuk menyatakan sikapnya bersama mahasiswa,” ucap Ego. Menurutnya, tidak ada sisi positif dari pembangunan pengadilan militer di Unri. Meski bagi segelintir orang, pembangunan pengadilan militer tidak ada pengaruhnya terhadap masyarakat.

Kru BM menghubungi Rektor Unri, Sri Indarti, perihal rencana pembangunan pengadilan militer. Sri menunjuk Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan, Yuana Nurulita. “Jadi kita ini hak pakai, [tanah] Unri ini hak pakai,” jelasnya.

Yuana mengatakan tanah Unri Panam terbagi jadi dua bagian, yaitu Sertifikat Hak Pakai (SHP) 14 dari Pemprov Riau. Lalu SHP 15 dari Kementrian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), seperti area stadion mini yang mengarah ke Jalan SM Amin.

“Ketika ada wacana tentang pembangunan pengadilan militer di SHP 14, kami hanya baru tahu ada rencana begitu. Tapi bagaimana eksekusinya belum tahu detailnya seperti apa,” papar Yuana. Hingga kini dari Pemprov Riau juga belum ada diskusi resmi dengan Unri.

Sebagai kampus terluas nomor dua di Indonesia, menjaga tanah Unri bukanlah hal yang mudah. Yuana singgung klaim-klaim tanah Unri milik pribadi atau perusahaan. “Menghadapi tuntutan-tuntutan seperti itu juga tidak mudah,” ujarnya.

Bila pembangunan di Unri mencakup kebutuhan untuk masyarakat, kata Yuana, seperti rumah sakit otak dia tidak masalah. Kalau tentara masuk kampus, tentu dengan izin ke rektor. Seperti kuliah umum dengan Kepala Polisi Daerah sebagai bentuk peningkatan kapasitas institusi.

“Rumah Sakit itu butuh 2000 tenaga kerja, 2000 lho katanya.Untuk menjalankan rumah sakit sebesar itu,” kata Yuana. Sebagai bentuk kerja sama, sumber daya manusianya dari Fakultas Kedokteran dan Keperawatan Unri. Namun tak menutup kemungkinan dari kampus lain juga. Punya rumah sakit otak, hal positif bagi Unri.

Kata Yuana, pengadilan militer untuk orang-orang militer, tidak ada ketentuannya dengan kampus. Kalau ada pengamanan ketat, secara tidak langsung rumah sakit otak juga aman. “Sekarang apa coba? Bentar-bentar infocus hilang,” ucapnya.

Menurutnya, pengadilan militer tidak ada pengaruhnya terhadap pendapat mahasiswa. Selama pendapatnya benar, tidak perlu takut. Bila dilakukan dengan analisis yang dalam. Pemprov dan Unri memiliki tujuan yang sama, yaitu melayani masyarakat. Punya peran masing-masing sesuai kapasitasnya.

Yuana tak masalah bila BEM menyampaikan pendapat dan aspirasi yang jadi pemikiran kritis mereka. “Silakan saja tapi tidak dilakukan secara anarkis, tidak merugikan diri sendiri maupun institusi kita atau fasilitas,” tutupnya.

Penulis: Sherly Ananda
Editor: Najha Nabilla