Setelah reformasi, dengan cepat konglomerasi menjadi corak industri media di Indonesia. Pola tersebut terus berkembang dan seolah dilanggengkan dengan dijadikannya sistem itu sebagai pegangan oleh para pelaku usaha media yang menjalankan operasional industri media di Indonesia.
Ribuan media dengan aneka format baik cetak, online, radio, televisi, yang informasinya diserap 250 juta penduduk Indonesia, hanya dikendalikan oleh 12 group media. Tiap pemilik group ini memiliki kepentingannya sendiri-sendiri dan kerap terang-terangan membanjiri publik dengan berita dan tayangan-tayangan dalam kanal-kanal media milik mereka yang banyak me-manisfestasi-kan kepentingan yang jelas bukan merupakan kepentingan publik.
Luviana adalah seorang jurnalis, telah bekerja 10 tahun di Metro TV, di-PHK-kan karena mempertanyakan sistem manajemen yang tak berpihak pada pekerja, dan ia juga mengkritisi newsroom. Hari Suwandi dan Harto Wiyono adalah dua orang warga korban lumpur Lapindo yang berjalan kaki dari Porong-Sidoarjo ke Jakarta, menghabiskan waktu hampir satu bulan dalam perjalanan demi tekad untuk mencari keadilan bagi warga korban Lapindo yang pembayaran ganti ruginya oleh PT Menarak Lapindo Jaya belum lagi terlunasi.
Melalui dua kisah tersebut, film dokumenter ini akan membawa kita pada perjalanan Di Balik Frekuensi yang menuntun kita akan sebuah pencarian terhadap makna ‘apa itu media’? Seperti apakah seharusnya media bekerja? Untuk siapakah mereka ada?
SAKSIKAN pemutaran dan diskusi film DI BALIK FREKUENSI, Sabtu 4 Mei 2013 di Gedung Sutan Balia FISIP Universitas Riau pukul 09.00-13.00. GRATIS!