Peraturan tentang Pemilihan Raya Fakultas Hukum Universitas Riau (Pemira FH UR) telah disahkan pada Kamis (19/3). Pengesahan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Tepatnya, Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pemira FH UR. Perubahan dasar  peraturan pemira  tahun lalu ialah, sistem pemungutan suara dengan electronic-vote (e-vote) dan pembenahan administrasi.

Untuk diketahui dalam pemira FH saat ini, pemilihan gubernur dan wakil gubernur selanjutnya, disahkan di musyawarah mahasiswa bersamaan dengan pemilihan ketua DPM. Dalam hal ini, calon ketua DPM ajukan diri atau diajukan peserta musyawarah. Maka, peserta penuh dalam musyawarah lakukan voting tentukan ketua DPM.

Awalnya, DPM FH berpedoman pada peraturan pemira DPM UR dengan beberapa perubahan. Selanjutnya, uji publik rancangan peraturan pemira FH selama sepekan. BEM berikan kritik dan saran mengenai rancangan Pemira FH. Sebelumnya, dalam rancangan tersebut diatur tentang pemilihan DPM secara langsung. BEM menolak aturan tersebut

Gubernur Mahasiwa FH Afrial Syarli paparkan alasan mekanismenya, kuota 30 orang sebagai calon anggota DPM yang setiap orang minimal mendapat 10 suara. Jika kurang maka ada opsi perekrutan. Setelah terpilih mereka rapat musyawarah tentukan siapa ketua DPM. Menurutnya, yang menjadi permasalahan perihal pemilihan ketua. Ia pertanyakan apakah sama kedudukan calon yang dipilih secara langsung dengan perekrutan. “Suatu keputusan itu harus memuat keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum ,” tegas Afrial saat diwawancara, Jumat (20/3).

Afrial menyayangkan soal waktu sosialisasi yang hanya seminggu. Berdasarkan hasil studi banding DPM FH ke DPM UR, diperlukan waktu selama empat tahun dalam sosialisasi peraturan pemira. “Tak hanya ke DPM pusat, kami juga lakukan studi banding ke FKIP yang sudah terapkan peraturannya,” ungkap Suhardi Ketua DPM FH saat dijumpai Senin (23/3). Ia bandingkan, sebenarnya FKIP lebih mudah pakai peraturan ini. FKIP miliki 16 Himpunan Mahasiswa (Hima), sesuai dengan banyaknya program studi (Prodi). Ia katakan untuk mencari 30 orang mudah. Sementara itu, kedepannya ada opsi Hima Program Kekhususan (Hima PK) dalam hal perwakilan. Menurutnya, belum jelasnya soal kedudukan hima, akan persulit tentukan siapa perwakilan. Contoh Hima Pidana, gabungan dari PK Pidana dan Acara Pidana. Ia berharap, opsi ini kedepannya bisa diajukan dengan perbaikan kedudukan Hima PK.

Menurut pengalaman DPM, pemilihan DPM melalui open recruitmen tidak terpenuhi. “Mahasiswa saat ini banyak yang apatis,” jelas Suhardi. Ia contohkan, di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) untuk staf anggota DPM pakai mahasiswa angkatan 2014. Di FH, lanjut Suhardi, andalkan mahasiswa dari Sekolah Legislatif untuk kaderisasi anggota DPM. Karena, mayoritas mahasiwa angkatan 2014. Sementara itu, jumlah pemilih pemira sebelumnya paling tinggi 500 orang. Ia akui, pihaknya kurang melakukan sosialisasi seperti seminar dan ke ruang kelas.

DPM dan  BEM bahas soal teknis tim Informasi dan Teknologi (IT). Mengingat  pemira juga dilaksanakan pada tiga fakultas dan universitas yang hampir bersamaan. Sementara itu, yang ahli soal IT hanya satu orang. Menurut Afrial, kesiapan teknis juga jadi pertimbangan.

Pembenahan administrasi dilakukan, Suhardi klaim pihaknya lakukan penegasan soal keseriusan calon peserta pemira. Buat surat pernyataan secara tertulis dan persyaratan diatas materai. Calon peserta ambil langsung formulir, Panitia Pemilihan Raya Fakultas (PPRF) berhak menahan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) selama proses pemira. Perubahan juga pada Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Saat ini jadi 3.25 yang sebelumnya hanya 3.00. Kemudian, soal sehat jasmani dan rohani lampirkan surat dari dokter ahli jiwa.

Dalam Perma nomor 2 tahun 2015 tentang Pemira FH, kehendaki selambatnya 10 hari sejak peraturan pemira disahkan terbentuknya dua lembaga independen. Yaitu PPRF dan Panitia Pengawas (Panwas). PPRF punya tugas jalankan pemira sesuai perma. Panwas lakukan pengawasan kinerja PPRF dan seluruh stakeholder yang berkaitan dengan pemira.

Konsep musyawarah mahasiswa seperti sidang paripurna. Peserta sidang yaitu peserta penuh, peserta peninjau, perwakilan lembaga dan presidium sidang. Suhardi katakan, peserta peninjau dan penuh berasal dari ketua kelas. Pada mata kuliah hukum pidana untuk semester II, ilmu perundang-undangan semester IV, dan praktek peradilan semester VI. Menurut Suhardi, hal ini lakukan agar tidak ada ketimpangan jika satu orang jadi ketua dikelas yang berbeda. Mengenai pembuktian, ia sampaikan tugas dari panwas untuk tanyakan ke dosen yang bersangkutan.

Ia sarankan pengurus DPM selanjutnya lebih upayakan sosialisasi. Menurutnya, sudah saatnya FH terapkan pemilihan DPM secara langsung.

Seperti yang diketahui, dalam pelaksanaan pemira, yang berhak DPM dan BEM. Lembaga Semi Otonom (LSO) seperti Al-Mizan, Mapala Batara, dan Tabloid Saksi hanya sampaikan kritik dan saran saat uji publik. “Ini sesuai miniatur negara, yang mengajukan bahas peraturan legislatif dan eksekutif,” jelas Suhardi.

Adi Putro, Mahasiswa FH sambut positif disahkannya peraturan pemira. Ia pertanyakan soal KTM ditahan selama proses pemira. “KTM itu sangat penting, seperti ketua kelas untuk jaminan ambil proyektor di Biro FH dan saat masuk kampus panam yang sudah terapkan barrier gate,” tukasnya.

Senanda dengan hal itu, Rudiansyah tanggapi soal KTM. “Bagaimana jika KTM tersebut miliki saldo. Apakah PPRF mau bertanggung jawab,” tanyanya. Ia apresiasi dengan banyaknya perbaikan terhadap kelemahan peraturan pemira sebelumnya. Namun, ia tegaskan BEM dan DPM dalam lakukan perubahan harus pentingkan substansi dari peraturan tersebut.

Sampai saat ini, DPM telah mengirim surat pemberitahuan Panwas ke kelas perkuliahan dan sudah ada yang mendaftar. Sementara itu, BEM telah rekrut  mahasiswa untuk jadi PPRF. Menurut Afrial, jumlah PPRF biasanya 30 orang akan tetapi dapat berubah sesuai seleksi. Sudah digelar pembekalan pada Sabtu (28/3) lalu. Sementara itu, proposal tentang pemira telah diajukan ke fakultas.(*4)