Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ menjadi alternatif pembelajaran di tengah pandemi Covid-19. Metode ini sudah berjalan sejak Maret lalu. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama dengan lembaga pemangku kebijakan bidang pendidikan berdiskusi mengevaluasi implementasinya. Nyatanya, terlalu lama menerapkan PJJ berdampak negatif.
Menimbang hal tersebut, pemerintah menyusun panduan penyelenggaraan pembelajaran untuk semester genap Tahun Ajaran 2020/2021 bersama Mendikbud, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri RI.
Kondisi geografis, sosial dan ekonomi yang beragam menyebabkan PJJ menjadi tantangan tersendiri bagi setiap daerah. Daerah yang kondisinya memadai, tentu dapat melaksanakan pembelajaran secara virtual melalui video conference atau video kelompok melalui berbagai media pendukung. Namun, menjadi tantangan untuk daerah yang kondisinya tidak memadai. Sehingga, pemerintah harus mengambil kebijakan lebih lanjut.
Agus Sartono mewakili Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) jelaskan, pembelajaran dari rumah tidak akan optimal. Siswa hanya memperoleh sebagian unsur kompetensi yang harus dikuasai, karena perlunya media untuk berinteraksi antara siswa dan guru.
Selain itu, Agus menilai perbedaan akses dan tempat akan berakibat pada kesenjangan. Terutama bagi anak-anak dengan kondisi sosial ekonomi yang berbeda.
“Minimnya interaksi dengan guru, sesama siswa, lingkungan luar, ditambah dengan tekanan sulitnya PJJ menyebabkan stres pada anak.â€
Ia katakan, pemerintah menilai perlu adanya penyesuaian surat keputusan bersama empat menteri tentang panduan penyelenggaran pembelajaran. Pemerintah daerah—yang paling memahami kondisi daerah—perlu diberikan kewenangan penuh untuk menentukan model pembelajaran yang paling sesuai.
Satuan pendidikan yang mengajukan izin tatap muka harus sudah mengisi daftar periksa kesiapan sekolah dan dipastikan kembali. Pemerintah daerah diimbau mendorong daerah masing-masing untuk segera memperbaharui kesiapan dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Mendikbud Nadiem Makariem jelaskan, semakin lama pembelajaran tatap muka tidak terjadi, semakin besar dampak negatif yang terjadi pada anak. Di antaranya ancaman putus sekolah, kendala dalam tumbuh kembang, serta tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga.
Menurutnya, pemerintah telah membuat kebijakan-kebijakan untuk pembelajaran di masa pandemi. Pemerintah menyesuaikan kebijakan guna menguatkan peran pemerintah daerah, kantor wilayah, dan Kantor Kementerian Agama.
“Pemerintah daerah diberi kewenangan penuh dalam penentuan pemberian izin pembelajaran tatap muka. Pemberian izin dilakukan secara serentak atau juga bertahap.â€
Kebijakan ini, kata Nadiem berlaku mulai semester genap Tahun Ajaran 2020/2021 atau Januari 2021. Ia harapkan pemerintah daerah dan sekolah dapat meningkatkan kesiapan untuk penyesuaian ini.
Namun, masih ada faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan pemerintah daerah dalam pemberian izin pembelajaran tatap muka. Bisa dikatakan, pembelajaran tatap muka hanya diperbolehkan untuk satuan pendidikan yang telah memenuhi daftar periksa, serta mengikuti protokol kesehatan dengan ketat.
“Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan menindaklanjuti dengan mengeluarkan surat edaran. Dinas pendidikan tidak mampu menjangkau berbagai antisipasi,” sambung Muhammad Tirto Karnavian—Menteri Dalam Negeri RI.
Melalui surat edaran nanti, Kemendagri akan menyebutkan poin yang harus dikerjakan kepala daerah. Penganggaran baru 2021 akan segera masuk, pemerintah pastikan akan memasukkan dokumen kegiatan-kegiatan ke dokumen rencana kerja pemerintah daerah.
“Kementerian Agama (Kemenag) menyetujui, mendukung sepenuhnya serta menyambut sangat baik pengumuman Surat Keputusan Bersama (SKB) dari Kemendikbud, ” tutur Fachrul Razi selaku Menag.
Kemenag telah lakukan beberapa langkah guna mendukung pembelajaran di rumah. Seperti metode-metode yang memungkinkan guru untuk adakan kelas jarak jauh. Misal konferensi video secara terintegrasi, mengunggah materi belajar dan tugas-tugas, menerapkan kuis dan tes online. Siswa pun dapat mengirimkan tugas serta mengakses bahan ajar secara online. Selain itu ada subsidi kuota internet bagi siswa, guru, dan mahasiswa.
Menurut Doni Monardo, kebijakan untuk menyerahkan kegiatan pembelajaran tatap muka kepada pemerintah daerah adalah salah satu langkah yang sangat bijaksana. Karena situasi dan kondisi di daerah sangat dimengerti oleh pemerintah daerah.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana ini juga mendukung sepenuhnya SKB dari Kemendikbud. Ia mengimbau kepala daerah agar mengevaluasi perizinan untuk pembelajaran tatap muka.
“Dalam meningkatkan upaya pemenuhan hak pendidikan bagi anak, maka penyelenggaran pembelajaran melalui metode tatap muka pada semester genap 2020/2021 tidak lagi menggunakan zonasi Covid-19. Namun, menggunakan kebijakan pemerintah daerah,” jelas Terawan Agus Purtanto selaku Menkes.
Kata terawan, Kementerian Kesehatan akan sepenuhnya mendukung kebijakan ini. Selain itu juga berkomitmen meningkatkan peran puskesmas, mengawasi dan membina satuan pendidikan dalam menerapkan protokol kesehatan.
Kebijakan ini disampaikan dalam diskusi yang digelar 20 November melalui siaran langsung kanal Youtube Kemendikbud RI Kemendikbud RI.
“Terdapat juga pemberlakuan perizinan tatap muka pada jenjang perguruan tinggi. Namun, protokol kesehatan dan hal lain akan ditetapkan dalam waktu dekat oleh Dirjen Pendidikan Tinggi. Untuk lebih lanjutnya mahasiswa dan dosen guru diharapkan untuk menunggu detail aturan dari Dirjen Dikti,†pungkas Nadiem.
Reporter: Nita Fiteria Ulfa
Editor: Annisa Febiola