Nobar Debat Capres Terakhir: Minim Bahas Isu Kekerasan Perempuan

Puluhan orang duduk melingkar pendopo Rumah Gerakan Rakyat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau. Menonton jalannya debat calon presiden yang terakhir kali. Nonton bareng debat capres ini merupakan kolaborasi FIM Pekanbaru, Klub Akhir Pekan, Kalistra UNRI, dan Walhi Riau pada Minggu (4/2).

Pun tema debat hari itu adalah Pendidikan, Ketenagakerjaan, Kebudayaan, Teknologi Informasi, Kesejahteraan Sosial, dan Inklusi.

Layar menampakkan sosok Aminuddin Syam, guru besar Universitas Hasanuddin, Fakultas Kesehatan. Ia merupakan salah satu sosok panelis yang terlibat dalam jalannya debat.

Prabowo Subianto berkesempatan membuka sesi pertama pada debat. Capres nomor urut 02 ini bawakan visi misinya. Memberi makan gratis dan bergizi untuk anak-anak Indonesia untuk mencegah peningkatan angka stunting. Ia juga perhatikan kurangnya jumlah dokter di Indonesia, sebanyak 140 ribu. Serta fakultas kedokteran di Indonesia yang tidak memadai.

Permasalahan ini membawanya berinisiasi untuk membangun fakultas kedokteran di Indonesia. Dan janjikan untuk mengkuliahkan 10 ribu orang lulusan SMA terpintar di luar negeri. Pada bidang kedokteran dan juga bidang Sains teknologi.

Kemudian Ganjar Pranowo, capres nomor urut 03. Ganjar bilang kesehatan merupakan hal utama yang paling penting. Ia gaungkan untuk selalu makan sehat dan olahraga sebagai langkah preventif.

Eks Gubernur Jawa Tengah ini pun upayakan untuk membangun 1 desa 1 faskes 1 nakes. Cita-cita ini sejalan dengan keinginannya untuk membuat para anak, lansia, dan penyandang disabilitas mendapatkan peran serupa pada layanan kesehatan. Bahkan di daerah terisolir pun. Ia meneruskan pesan Kalis Mardiasih, Pak Ganjar perhatikan yang selama ini terpinggirkan.

Lalu Anies Baswedan. Pemilik jargon perubahan ini buka visi misinya dengan bahasa isyarat. Ujarnya yang menjadi polemik kini adalah ketimpangan. Antara Jawa dan luar Jawa, kaya dan miskin, desa dan kota. Ia akan memastikan adanya kehidupan yang sehat, cerdas dengan biaya terjangkau, dan upah yang layak.

Fokusnya adalah pembangunan manusia. 45 juta orang yang saat ini belum mendapati pekerjaan dengan layak harus dituntaskan. Lewat misinya wujudkan bangsa yang sehat, cerdas, sejahtera, berbudaya, dan bersatu.

Usai penyampaian visi dan misi, pembahas umum dalam nobar ini buka sesi diskusi. Pertama Muhammad Rafi, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ini singgung angka 45 juta orang yang belum mendapati pekerjaan yang layak. Ia lansir dari Badan Pusat Statistika hanya 25 juta orang.

“Menurut data BPS November 2022-2023 hal tersebut mengalami penurunan dari angka 5,68% menjadi 5,32%. Yang artinya jumlah angka tenaga kerja yang terserap sebanyak 0,36%” ucap Rafi.

Lalu Defna, mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Ia membenarkan pernyataan Prabowo kalau jumlah fakultas kedokteran emanglah sedikit.

Jalannya debat kali ini tuai beberapa pendapat dari berbagai peserta yang hadir. Misal Rafi, ia masih gigih dengan pemeriksaannya. Ia pun komentari pernyataan Ganjar yang mengatakan gaji guru honor sebesar 300 ribu rupiah. Dan emanglah benar kata Rafi. Mahasiswa angkatan 2019 ini sebut ada di daerah Jawa Tengah.

“Di Jawa Tengah tepatnya di Gunung Kidul seorang guru pernah curhat pendapatannya 300 ribu,” ucap Rafi.

Lalu ia juga membenarkan pernyataan Anies yang bertutur kalau 1,6 juta guru belum bersertifikasi. Dengan data sebanyak 402 ribu guru PPPK dan 921.098 guru non ASN.

Selain itu, dia juga komentari kalau debat saat ini tidak banyak membahas program kampus merdeka, juga kekerasan pada perempuan dan anak.

Lalu Defna turut menimpal. Ia sependapat dengan Rafi, kalau isu perempuan tak banyak dibahas. Pun ujarnya isu semacam SARA, agama, LGBT dapat dikulik sebab itu masih menjadi perdebatan antar masyarakat hingga kini.

Terakhir, Pram. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ini nilai debat  tak ideal. Sebab pengambilan undian dan topik yang diangkat bersifat general. “Jadi itu kekecewaan kita sah. Tapi bagaimana menjawab kekecewaan, kita bisa lihat dari para paslon berdialektika. Berdialog terhadap isu-isu tertentu,” tutupnya.

Penulis: Desi Angraini

Editor: Ellya Syafriani