Syamsuar Tanggapi Tuntutan dalam Aksi Lanjutan G17S

Menyambung aksi dalam Gerakan 17 September (G17S), mahasiswa kembali turun ke jalan pada Jumat (20/09). Massa menyemut memenuhi halaman Kantor Gubernur Riau.

Berbeda dengan aksi sebelumnya, massa kali ini lebih sedikit. Hanya  mahasiswa dari dua universitas yang turun, Universitas Riau dan Universitas Muhammadiyah Riau.

Kedua kelompok diizinkan memasuki halaman kantor pukul lima sore. Sambil terus berorasi dan berpuisi, massa menunggu Syamsuar selaku Gubernur Riau keluar ruangan.

Selang setengah jam, yang ditunggu akhirnya keluar dari balik barisan polisi. Ia datang didampingi Edy Natar Nasution sebagai wakilnya.

Mahasiswa pun langsung bacakan tuntutan yang terdiri atas desakan kepada pemerintah provinsi dan pusat. Tuntutan kali ini bertambah dari tiga menjadi 20 poin. Berikut isinya:

  1. Menuntut pemerintah agar menerbitkan undang-undang yang lebih ketat dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
  2. Menuntut pemerintah untuk meninjau ulang izin-izin perkebunan yang potensial menyebabkan kebakaran.
  3. Menuntut pemerintah mengumumkan secara publik perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
  4. Menuntut Pemerintah Provinsi untuk meningkatkan fasilitas kesehatan mengenai ISPA di rumah sakit yang ada dan membuka posko kesehatan di daerah pemukiman warga yang berdekatan dengan titik api.
  5. Menuntut pemerintah melakukan program Strategis Restorasi Gambut.
  6. Menuntut Pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya Karhutla.
  7. Menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk menyelesaikan permasalahan hulu dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia khususnya di Provinsi Riau.
  8. Menuntut Gubernur Riau selaku pemegang kekuasaan tertinggi di Riau bertindak tegas mencabut izin korporasi yang nakal, terutama korporasi yang membakar lahan dan tidak bertanggung jawab.
  9. Menuntut Gubernur Riau melakukan gugatan terhadap korporasi pembakaran lahan yang izinnya berada di pusat agar segera ditindaklanjuti hingga dicabut izinnya.
  10. Menuntut Kapolda Riau dan Pangdam agar mundur dari jabatannya atau dicopot jabatannya, karena telah gagal dalam menyelesaikan permasalahan kebakaran hutan dan lahan
  11. Menuntut pemerintah pusat dan daerah memperhatikan wilayah hutan dan gambut yang ada di Riau terutama dalam masalah pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
  12. Mengecam pemerintah pusat dalam hal ini kepada Presiden RI karena gagal dalam mengelola Indonesia dengan beranggapan permasalahan karhutla yang ada di Indonesia khususnya di Riau bukanlah hal yang penting.
  13. Menuntut Gubernur Riau untuk mendeklarasikan “Riau Bebas Asap” atas dasar kebakaran hutan dan lahan yang ada di Riau.
  14. Menyatakan Gubernur Riau telah gagal dalam memimpin Provinsi Riau karena tidak menyelesaikan program pertama 100 hari kerjanya.
  15. Menuntut Gubernur Riau turun dari jabatannya jika masalah kebakaran hutan dan lahan masih terus ada di Provinsi Riau.
  16. Menuntut Gubernur Riau menggunakan kewenangannya untuk menghalangi korporasi pembakaran lahan dan hutan saat ini.
  17. Menuntut Gubernur Riau mendesak korporasi yang telah divonis bersalah agar segera membayar denda dan biaya ganti kerusakan lingkungan hidup dalam waktu 30 hari kerja.
  18. Hentikan diskriminasi terhadap masyarakat bawah yang diduga sebagai pembakar lahan.
  19. Menuntut Gubernur Riau, Kapolda Riau, Danrem, BPBD, Dinas Lingkungan Hidup, dan segala yang terkait untuk menyampaikan data, kebakaran hutan di Riau baik perusahaan pembuka lahan, peta kebakaran, peta perusahaan yang terbakar secara transparan dan terbuka kepada publik.
  20. Menuntut pemerintah daerah dan pusat menetapkan daerah yang mengalami Karhutla seperti Riau, Sumatera Selatan, Jambi dan Kalimantan sebagai Bencana Nasional.

Usai pembacaan, Syamsyuar menanggapi. Ia katakan mengenai penegakan hukum, sudah diserahkan kepada seluruh bupati dan walikota sesuai kewenangannya.

“Bila nanti ada ditemukan korporasi pembakar hutan maka kami akan bekukan izin lingkungan terhadap perusahaan yang terbukti sebagai pelaku pembakar lahan. Ini adalah kewenangan provinsi,” ujarnya.

Terkait dengan lokasi kebakaran lahan, pemprov sudah kerjasama dengan penegak hukum, yakni memasang garis polisi di sekitar lahan yang terbakar.  Agar tidak ditanami oleh orang yang tidak bertanggung jawab. “Jadi siapapun yg menanam pada daerah yg diberi police line maka akan diduga sebagai pelaku pembakar lahan dan akan ditangkap serta dimintai keterangan.”

Tak hanya itu, Syamsuar juga menambahkan mulai tahun depan pemerintah provinsi akan bagikan alat eskavator ke kecamatan dan daerah yang rawan karhutla. Ia juga tetap akan kembangkan restorasi gambut.

Harapannya mahasiswa dapat turun ke lokasi untuk membantu pemadaman api dan aksi nyata ke lapangan dengan diakomodir oleh pemerintah.

Sejauh ini sudah berbagai komunitas dan himpunan mahasiswa Universitas Riau yang turun langsung ke lokasi, untuk membantu pemadaman kebakaran hutan bersama BPBD Provinsi Riau salah satunya di Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar.

“Posko-posko darurat untuk penyelamatan korban juga sudah dibuka,” lanjutnya.

Tiba-tiba salah satu mahasiwa berseru dari jauh. Ia katakan bahwa yang dibutuhkan bukan masker gratis, tapi oksigen gratis.

“Masker bisa kami beli dan harganya murah Pak, tapi oksigen harganya mahal dan banyak keluarga kami jadi korban asap yang butuh oksigen, Pak!” tukasnya disusul seruan dukungan setuju dari massa lainnya.

Oksigen gratis menurut Syamuar bukan kewenangan pemerintah provinsi. “Tapi kalau memang butuh silahkan ajukan pengaduan pada kami dan kami siap bantu.”

Syafrul Ardi selaku Presiden Mahasiswa katakan bahwa mahasiswa akan sama-sama memantau Karhutla ini. “Apabila karhutla masih tak bisa diatasi dan tahun depan terulang lagi maka alangkah baiknya Pak Gubernur Riau mundur dari jabatannya,” tutup Syafrul Ardi, Presiden BEM UNRI.

Reporter: Tegar Pamungkas

Penulis: Humaira Salsabila Nalurita

Editor: Ambar Alyanada Numashurrayyadewi