Tugas awal Ombudsman itu menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Artinya, setiap laporan yang diberikan masyarakat harus dibuktikan oleh Ombudsman. Hal tersebut disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Riau pada Rabu (9/3).

“Intinya adalah bahwa Ombudsman punya tugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik,” tutur Ahmad.

Dalam pembuktian tersebut, ungkap Ahmad, perlu serangkaian kegiatan atau upaya pemeriksaan.  Satu diantaranya merupakan pembagian tiga bidang tugas Ombudsman. Yaitu penerimaan da verifikasi laporan. Tak hanya itu, ada juga pemeriksaan laporan serta investigasi atas upaya Ombudsman sendiri.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2008,  setiap pengaduan akan diterima dan diverifikasi terlebih dahulu. Lanjut Ahmad, apabila syarat laporan yang diajukan sudah lengkap dan hal yang terlapor sesuai dengan wewenang Ombudsman, maka akan ditindaklanjuti. 

Selanjutnya, Ombudsman akan melakukan pemeriksaan laporan melalui permintaan klarifikasi. Juga penjelasan kepada instansi yang dilaporkan. Tujuannya untuk membuktikan apakah terjadi maladministrasi di instansi tersebut.

Terakhir ada bidang investigasi atas prakarsa sendiri. Ahmad bilang kalau Ombudsman berhak lakukan investigasi. Khususnya pada persoalan pelayanan publik yang mengemuka di masyarakat dan dianggap penting.

Ahmad juga ceritakan peran lain Ombudsman. Seperti melakukan kerjasama dan koordinasi. Tugas ini sesuai dengan tema diskusi yang bertajuk Sinergi Pengawasan Pelayanan Publik Era Pandemi. 

Hal ini bertujuan untuk mengingatkan agar tugas-tugas yang dijalankan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membangun keadilan kerja. 

“Kerjasama tidak hanya dilakukan dengan lembaga pemerintahan, tapi juga dengan lembaga kemasyarakatan. Seperti, Non Governmental Organization (NGO), Organisasi Masyarakat (ORMAS), termasuk juga perguruan tinggi dan media,” jelas Ahmad. 

Kata Ahmad, ada sepuluh bentuk maladministrasi yang diatur dalam UU Ombudsman. Seperti penundaan berlarut, tidak memberikan layanan, tidak kompeten, penyalahgunaan wewenang, serta penyimpangan prosedur. 

Kemudian ada juga permintaan imbalan atau pungutan liar. Selain itu bertindak tidak patut, berpihak, konflik kepentingan, dan diskriminasi. 

Dalam pencegahan maladministrasi, Ombudsman sejak tahun 2015 telah mengadakan survei kepatuhan penyelenggara pelayanan publik atas UU Pelayanan Publik. 

Berdasarkan survei yang dilakukan se-Riau tahun 2021, tingkat kepatuhan tertinggi diperoleh oleh provinsi Riau. Disusul Kabupaten Kampar, Rokan Hilir, dan Kuantan Singingi. Ada juga dari Indragiri Hilir, Rokan Hulu, dan Bengkalis. 

Untuk kepatuhan tingkat sedang atau zona kuning diperoleh kota Dumai, Pekanbaru, kabupaten Siak, Indragiri Hulu, Pelalawan, dan Kepulauan Meranti. Dilakukan pula kajian-kajian sejak tahun 2019 untuk melihat persoalan-persoalan pelayanan publik yang mengemuka di masyarakat.

Ahmad juga sampaikan, tahun ini Ombudsman memiliki keinginan untuk turut menilai hingga tahap kualitas. Sebab, jika hal tersebut diadakan maka masyarakat akan ikut terlibat. 

“Harapan kami ketika sudah patuh, kualitasnya akan semakin tinggi,” ungkap Ahmad. 

Menindaklanjuti pengaduan, kata Ahmad, bukan hanya tugas dari Ombudsman. Berdasarkan UU Pelayanan Publik, setiap penyelenggara pelayanan publik mestinya mampu mengelola pengaduan dan menindaklanjutinya. 

“Sebelum mengadu ke Ombudsman, masyarakat terlebih dahulu menyampaikan pengaduannya kepada instansi yang dilaporkan. Jika tidak ditindak, maka dapat dialihkan ke Ombudsman,” jelasnya.

Jumlah pengaduan pada awal bertugas meningkat tiap tahun. Hal ini, menurut Ahmad, menunjukkan kalau masyarakat punya tempat untuk sampaikan keluhannya. 

Tahun lalu, pengaduan banyak dilakukan oleh korban. Baik secara langsung maupun melalui surel dan telepon. Pengaduan tertingginya dugaan maladministrasi penundaan berlarut. 

Sedangkan berdasarkan data sejak awal berdiri, pihak terlapor dengan angka tertinggi diperoleh pemerintah kabupaten/kota. Selanjutnya pemerintah provinsi, Badan Usaha Milik Negara, sekolah negeri, dan Badan Pertanahan Nasional.

“Adapun jumlah laporan yang sudah diselesaikan Ombudsman pada tahun 2021 adalah sebanyak 77 persen, yaitu 95 laporan yang selesai dari 123,” ungkapnya pada seminar publik yang dihelat di kantor Ombudsman Riau.

Sementara itu, hadir juga Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Helmi D. Tujuannya untuk memberi tahu lebih jauh apa yang sudah dilakukan DPMTSP.

Helmi sampaikan, ada dua kamar di DPMPTSP. Pertama, penanaman modal. Dimana provinsi Riau di tahun 2021 mendapat pencapaian. Riau berhasil menduduki peringkat kelima realisasi investasi tingkat nasional. Mengalahkan Jawa Tengah dengan realisasi investasi 53,05 triliun. 

“Oleh karena investasi ini kita mendapatkan penghargaan tiga minggu yang lalu oleh Pak Bahlil, Kepala BKPM RI [Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia] ,” jelas Helmi.

Helmi juga berharap tingkat investasi terus meningkat. Sebab jika  bertambah, maka penyerapan tenaga kerja akan lebih banyak. Selain itu, juga pertumbuhan ekonomi turut meningkat. 

Dalam pelayanan terpadu satu pintu, Helmi sampaikan bahwa bidang ini sangat menyita perhatian. Baik bagi media, Ombudsman, hingga menteri dalam negeri.

Ia jelaskan, dari segi pelayanan DPMPTSP telah memenuhi standar. Baik sesuai regulasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Hal ini yang membuat Riau selalu menjadi yang terbaik dalam dua tahun terakhir pada tingkat nasional. 

“Ada 22 inovasi yang kami lakukan dalam tiga tahun terkhir ini,” tambah Helmi.

Inovasi yang dilakukan ada pengembangan gedung Mall Pelayanan Publik tingkat provinsi. Menggabungkan seluruh pelayanan perizinan, non perizinan, serta layanan lainnya yang ada di 44 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau. 

Untuk mempermudah masyarakat yang membutuhkan perizinan, disediakan aplikasi pelayanan perizinan secara daring. Dapat diakses oleh pemohon melalui media internet di  Perizinan DPMPTSP Riau. Tujuannya agar pemohon tidak perlu datang ke kantor DPMPTSP dan mempercepat pelayanan. Sejalan dengan Undang Undang Cipta Kerja serta Peraturan Perundang-Undangan No. 5 dimana semuanya diatur oleh sistem.

Helmi juga sampaikan kalau ada aplikasi pengolahan data perizinan secara komputerisasi. Mereka gunakan aplikasi berbasis web yang dinamakan Sistem Informasi Manajemen Pelayanan atau SIMPEL.

Dimulai dari penerimaan berkas permohonan dan proses survei. Hingga  penerbitan izin rekomendasi. Hasilnya, proses perizinan menjadi lebih cepat dan transparan.

Untuk kepegawaian, disediakan pula Absen SIBISA, yaitu daftar hadir berbasis android. Hal ini dinilai dapat pula membantu mengurangi kerumunan.

Inovasi lainnya yaitu loket virtual. Aplikasi berbasis web untuk KPK, pengaduan daring, Si Ungu untuk mempermudah akses pendataan keuangan.

“Semuanya secara virtual. Kita akan layani,” tutup Helmi.

Hasan Basril dengan kapasitas sebagai ahli pers turut diundang. Menurutnya fungsi Ombudsman sejalan dengan salah satu fungsi pers. Yakni melakukan kontrol sosial. Pelayanan publik termasuk objek prioritas pers dalam menjalankan fungsi tersebut. 

Lanjut Hasan, sinergi antara Ombudsman dan pers merupakan keharusan untuk memaksimalkan fungsi masing-masing. Sebab, kata Hasan, bermuara pada peningkatan mutu pelayanan publik.

“Buruknya pelayanan publik itu bukan karena sistemnya, bukan karena regulasinya yang tidak bagus. Tapi memang mental pelakunya itu yang memang punya niat buruk,” jelas Pemimpin Redaksi Goriau.com tersebut.

Hasan sampaikan kalau dukungan pers pada Ombudsman hanya publikasi kegiatan yang ditaja. Sehingga hal tersebut tidak berpengaruh banyak dalam mendorong perbaikan pelayanan publik.

Menurutnya, Ombudsman dapat memanfaatkan media untuk memberikan efek jera. Sasarannya pada para penyelenggara pelayanan publik yang nakal atau tidak memiliki niat baik untuk memberikan pelayanan yang bermutu.

“Caranya adalah dengan mengungkapkan ke publik melalui media bila tidak ada kesesuaian administrasi pelayanan publik, baik karena kelalaian atau indikasi kesengajaan,” jelasnya.

Selain itu, ada beberapa bentuk kolaborasi lain antara pers dan Ombudsman. Gunanya tingkatkan mutu pelayanan publik. Diantaranya bersama-sama menyosialisasikan keberadaan dan peran Ombudsman hingga lebih dikenal dan dipercaya publik. 

Lanjutnya, Ombudsman dan media juga dapat saling bekerja sama berbagi informasi. Seperti data tentang maladministrasi pelayanan publik. Juga membongkar dugaan  maladministrasi di lembaga pelayanan publik. 

“Ini tawaran saya ya. Mungkin nanti Ombudsman tidak memungkinkan untuk menggunakan tawaran saya ini karena terbelenggu oleh regulasi. Tapi saya berharap niat baik ini kadang memaksa kita membuat terobosan, deskresi kalau memang diperlukan,” pungkasnya pada seminar publik yang dihelat dalam rangka hari ulang tahun  Ombudsman Provinsi Riau yang ke-10.  Juga Ombudsman Republik Indonesia ke-22.

Penulis: Marchel Angelina

Editor: Denisa Nur Aulia