Gawai yang terhubung Google Meet itu terletak di tengah meja. Terlihat nama Yolanda Agne di dalam pertemuan daring tersebut. Ia adalah Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas Institut Agama Islam Negeri Ambon. Sementara itu, sekeliling meja ramai kru Forum Pers Mahasiswa (Fopersm4) Riau pada Senin (21/3). 

Malam itu, Fopersma adakan diskusi solidaritas dukungan LPM Lintas. Hal ini bermula dari 32 kasus pelecehan seksual yang terkuak dalam majalah edisi kedua bertajuk IAIN Ambon Rawan Pelecehan. Majalah yang diterbitkan pada 14 Maret itu tuai protes dari kampus. Dengan alasan bukti yang ada dianggap tidak kuat. Buntutnya, Lintas dibekukan sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Yola ceritakan awal mula dibredelnya LPM Lintas. Dari tuturannya, Lintas sempat didatangi tiga orang mahasiswa. “Mereka mengaku keluarga Pak Yusup,” terangnya. 

Yusup Laisouw merupakan Ketua Jurusan Sosiologi Agama. Ia keberatan kalau fotonya ada dalam majalah. Lanjutnya, ketiga mahasiswa tersebut juga mengaku tidak terima dengan isi majalah. Hingga salah satu dari mahasiswa tersebut banting majalah terbitan baru Lintas. Melihat hal itu, kata Yolanda, Sekretaris Umum Lintas M. Nurdin Kaisupy tak terima.

“Jangan dibanting majalahnya, itu karya kami. Itu tidak menghargai kalau dibanting,” kata Yolanda ulangi perkataan Nurdin hari itu. Tak lama, dada M.Nurdin terima pukulan. Layouter Lintas juga ditendang. 

Besoknya pada Rabu, awak Lintas bertemu pimpinan lembaga. Mereka ditodong untuk berikan bukti rekaman, data korban, dan pelaku. 

“Tapi kami dari redaksi tetap kekeuh untuk tidak berikan bukti tersebut dengan pertimbangan bahwa korban harus aman identitasnya,” ujar Yolanda.

Hal ini menjadi dasar IAIN  Ambon berikan penghakiman. Mereka berdalih Lintas terbitkan berita bohong. Sehari setelahnya, Yolanda ceritakan bahwa satpam datangi Lintas. Ia minta mahasiswa didalam sekretariat untuk keluar. 

Perintah satpam itu tak dituruti. Namun, kru minta Surat Keterangan (SK) pembekuan. Tak bawa surat, satpam putar balik pergi dari sekretariat. Miris, siang harinya ia kembali dengan SK Pembekuan No. 92 Tahun 2022. Tentang pembekuan LPM Lintas IAIN Ambon tertanggal 17 Maret 2022.

“Akhirnya dibekukan LPM Lintas,” lirihnya dari gawai. Tak hanya dibekukan, beberapa tim redaksi Lintas pun dilaporkan ke polisi. 

Eko Faizin dari Aliansi Jurnalis Independen Pekanbaru sayangkan hal ini. Padahal, pers miliki kewenangan untuk nyatakan pendapat. Ia sesalkan undang-undang yang atur tentang pers kampus tidak ada. 

“Tapi ada kebebasan berpendapat,” kata Eko. 

Tambah Eko, pemberitaan yang menimpa LPM Lintas harusnya jadi kritik yang dijalankan kampus. Bukan menjadi pemberedelan. Hal ini dikhawatirkan untuk pers mahasiswa lainnya dalam pembatasan sampaikan suara. 

Ia juga berikan arahan untuk langkah ke depan. Seperti membuat gerakan dukungan dari luar. Bisa petisi atau pemberitaan. 

Sejatinya, pembredelan pers bukanlah hal baru. Menengok sejarah, ada banyak pers yang alami paksaan pemberhentian. Tempo salah satunya. Jelas Eko, pemberedelan yang masih terjadi hingga sekarang akibat kurangnya pemahaman yang didapatkan.

“Belum ‘duduk’,” katanya beri istilah akan hal ini.

Ia juga singgung terkait kampus yang minta data korban kekerasan seksual yang diliput. Eko jawab kalau pers berhak merahasiakannya. “Tapi kalau harus diungkap, itu ada tim khususnya,” kata Eko akhiri.

Penulis: Ellya Syafriani

Editor: Andi Yulia Rahma