BEBERAPA mahasiswa masuki ruangan seminar lantai II Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Riau atau LPM UR. Hari ketiga Juni kesempatan terakhir bagi mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata (Kukerta) Gelombang II Juli – Agustus 2013 untuk ikut pembekalan. Sekitar 75 mahasiswa mengisi daftar hadir dan diberi sebuah buku panduan Kukerta.

Pukul 07.30 Drs Harison Msi, Ketua Pengembangan Kukerta berikan pengarahan kepada peserta. Pembekalan berisi materi penunjang kegiatan yang akan berlangsung selama dua bulan. Materinya seputar administrasi desa, filosofi atau makna dari Kukerta, penyusunan program Kukerta serta penerapan teknologi tepat guna.

Pembekalan pada 3 Juni merupakan kegiatan diluar rencana pengelola kukerta. Pasalnya menurut agenda yang telah diumumkan, pembekalan berlangsung dari 13 Mei hingga 30 Mei. Sehingga pada 1 Juni nama pembagian kelompok kukerta dapat diumumkan.

“Kendalanya ada diruangan yang akan digunakan serta nama peserta yang tertukar,” jelas Dosen Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam ini.

Jumlah peserta kukerta pada gelombang II ini mencapai 4781 orang. Jumlah yang membludag ini diakibatkan tidak lagi diberlakukannya sistem kukerta reguler ataupun non reguler—kukerta Sabtu Minggu— Sehingga seluruh mahasiswa harus ikut kukerta selama dua bulan penuh.

Dengan jumlah peserta yang banyak sedangkan daya tampung ruangan LPM hanya 150 orang, maka pengelola mencari ruangan lain dengan daya tampung lebih besar. Dipilih ruang Auditorium Sutan Balia Falkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UR. Auditorium dapat menampung 450 orang. Namun kendala kembali dijumpai karena auditorium dipakai beberapa hari untuk kegiatan akademis FISIP. Solusinya tempat yang digunakan berganti-ganti. Dari ruangan LPM lalu ke Sutan Balia.

“Akibatnya nama-nama yang awalnya 150 tiap hari diubah jadi 450 untuk di Sutan Balia, rupanya ada nama yang hilang dan tak terdaftar ikut pembekalan,” ujar Prof Dr H Zulkarnaini MSi, Ketua LPM UR saat pembukaan dan berikan materi filosofi kukerta.

Jika nama yang tak muncul pada daftar tapi sudah datang saat pembekalan, maka mahasiswa diizinkan masuk. Akhirnya jumlah  mahasiswa yang belum pembekalan pada 30 Mei mencapai 500 lebih.  “Akhirnya kita sepakat adakan hari tambahan untuk pembekalan,” tambah Zulkarnaini.

 

PADA hari terakhir pembekalan tersebut materi yang diberikan seputar filosofi kukerta yang disampaikan Zulkarnaini. Ia menjelaskan kegiatan Kukerta yang telah berlangsung sebelumnya. Memperlihatkan foto-foto kegiatan serta memberikan nasihat tentang kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa.

“Pilihlah program yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Jangan sampai kita jadi pesuruh. Kita sebagai inovator dan inspirator,” tutur Zulkarnaini.  Setelah Zulkarnaini, Elvi Yenie ST, M.Eng beri materi seputar pengolahan sampah. Bagaimana sampah sebagai benda yang sudah tak digunakan lagi dapat diolah sehingga jadi hal yang berguna.

Elvi jelaskan ada tiga jenis sampah. Sampah organik, yang dapat diurai seperti sampah rumah tangga berupa sayuran sisa atau dedaunan. Selanjutnya sampah anorganik, sampah yang tak dapat diurai seperti plastik pembungkus ataupun botol plastik dan terakhir sampah B3.

“Sampah Bahan Berbahaya Beracun, seperti anti nyamuk dalam kemasan kalengan atau pengharum ruangan,” jelas Elvi. Berbahayanya sampah B3 karena memiliki aturan tertentu dimana jika aturan tersebut tak diikuti, dapat menyebabkan bahaya. Seperti botol kaleng yang tak boleh diletakkan pada suhu diatas 38 derajat celsius. Ketika botol sudah tak dipakai lagi, maka masyarakat yang tahu akan membakarnya dan mengakibatkan ledakan.

Setelah itu Dra Ernawati Msi, dosen FISIP UR berikan materi terkait administrasi desa. Mahasiswa kukerta dapat membantu pemerintah desa untuk melakukan pembukuan dan proses pendataan penduduk yang baik. “Kita sebagai inisiatornya, diberitahu kepada mereka seperti membuat struktur desa. Diajarkan, jangan kalian yang mengerjakan tapi petugas disana,” pesan dosen yang dulunya juga pengelola kegiatan kukerta.

Istirahat dari pukul 12.30 hingga 13.30, materi dilanjutkan tentang penyusunan program KKN. Disampaikan oleh Harison selama satu jam. Ia jelaskan teknis laporan yang harus dibuat mahasiswa peserta kukerta. Ia juga jelaskan tanggungjawab dari setiap komponen yang terlibat pada kukerta. Seperti Dosen Pembimbing Lapangan atau DPL, ketua kelompok, serta koordinator Kecamatan.

Dra Eriyati Msi setelahnya menjelaskan tentang materi koperasi desa. Ia jelaskan bagaimana syarat dan ketentuan sehingga dapat dibentuk suatu koperasi di desa. “paling tidak ada minimal 20 orang anggota, maka bisa dibentuk suatu koperasi desa,” jelasnya. Ia jelaskan asas pemaksaan tidak diperkenankan untuk mendapatkan anggota. “Karena koperasi ini harusnya menguntungkan bukannya memberatkan masyarakat,” tambahnya.

“Kegiatan ini bermanfaat karena dapat memberikan gambaran apa yang harus saya lakukan saat kukerta,” ujar Ryan Mustakim, peserta pembekalan dari Faperika.

Zeta Tama Kurniasih, mahasiswa fakultas Ekonomi berikan saran sebaiknya pembekalan tak diberikan dalam waktu satu hari full dari pagi sampai sore. “Kan capek, ngantuk jadi nggak efektif,” ujarnya.

 

Mahasiwa Tak Pakai Jaket Kukerta Lagi

KENDALA dalam pelaksanaan kukerta dihadapi pihak pelaksana maupun peserta. Permasalahan pertama ada pada soal dana. Sistem Badan Layanan Umum yang digunakan UR mengharuskan suatu program yang dikerjakan secara masal langsung dikelola oleh Unit Layanan Pengadaan atau ULP.

Ketika mahasiswa mendaftar kukerta—diikuti seluruh mahasiswa UR yang telah mencukupi persyaratan—sistem pembayarannya langsung ke bank tempat UR bekerja sama. Sehingga dalam proses pencairan dana untuk pengadaan pembekalan, kegiatan tersebut harus selesai dilaksanakan dan menyerahkan laporannya.

“Makanya kita mengadakan dengan fasilitas seadanya,” ujar Zulkarnaini.

Persoalan kedua terkait item yang didapat oleh mahasiswa setelah mendaftar dengan biaya Rp 150 ribu. Dalam kwitansi memang tidak dijelaskan rincian penggunaan biaya. Saat pembekalan, Zulkarnaini jelaskan rincian penggunaan dana tersebut.

Dengan biaya Rp 150 ribu, setengahnya digunakan untuk biaya pembuatan baju kaus dan topi untuk peserta KKN. Sedangkan Rp 75 ribu lainnya digunakan untuk operasional mencakup: biaya asuransi Rp 15 ribu; pembuatan buku panduan, biaya insentif pemateri pembekalan serta operasional survey dan lainnya.

“Uang sama sekali tidak ada kami yang pegang, jadi jangan dibilang kami ada proyek dari kegiatan kukerta ini,” ujar Zulkarnaini. Ini menyangkut adanya keluhan dari mahasiswa tentang pengadaan jaket kukerta. Agar tidak ada lagi kecurigaan pada pengelola kukerta, pengadaan baju dan topi kukerta diserahkan kepada ULP. “Untuk topi sudah pasti ada, tapi untuk baju kaus, semoga juga ada,” ujar Zulkarnaini.

Persoalan lainnya masalah efisiensi tempat dan jadwal pelaksanaan. Perubahan tempat dan nama-nama mahasiswa yang tertukar menjadi kendala tersendiri bagi pengelola. “Kita usahakan tempat yang layak. Ya jangan kaya ikan sardenlah,” jelas Harison.

Akibat bertambahnya jadwal pembekalan, maka nama pengelompokan peserta kukertapun tak bisa secepatnya dikeluarkan. “Kita usahakan akhir minggu ini secepatnya,” ujar Harison.#