Jerat Rantai UU ITE: Pembungkaman Suara Aktivis Mahasiswa

Penangkapan terhadap sejumlah aktivis mahasiswa Khariq Anhar, Delpedro, dan sebagainya menjadi tanda jerat UU ITE menjadi rantai yang dapat mengenai semua pihak.

Tidak menjadi sebuah alasan apabila menyuarakan suatu permasalahan bangsa untuk ditangkap, justru ketika ada rakyat yang bersuara artinya ada kepedulian dan cinta terhadap bangsanya sendiri.

Penangkapan aktivis bentuk pelanggaran kepada hak asasi manusia (HAM). Hal ini sangat beralasan karena membatasi seseorang untuk melakukan kebebasan berbicara.  Sudah jelas dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 adalah Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. UU ini mengatur dan menjamin hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat secara perorangan atau kelompok, baik secara lisan maupun tertulis, sebagai bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia dan tanggung jawab demokrasi. 

Sedangkan kita mengetahui, negara kita menganut sebuah sistem demokrasi partisipatif, artinya rakyat berhak untuk ikut serta mengawal dan mengawasi sistem pemerintahan.

Penulis mengutip pernyataan SAFEnet, menurutnya Pasal 27 UU ITE sendiri seringkali dianggap sebagai pasal karet sebab memiliki pengertian yang multitafsir dan bersifat subjektif. Hal tersebut berpotensi untuk mengakibatkan overcriminalization atau kriminalisasi yang berlebihan, dimana orang yang tidak bersalah berpotensi dipidana.

Baca Juga Lemahnya Penegakan Hukum pada Kasus Penangkapan dan Penetapan Tersangka Aktivis Mahasiswa Unri Khariq Anhar

Pasal 27 UU ITE sendiri berbunyi mengatur larangan mendistribusikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik (IEDE) yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, serta pemerasan/pengancaman. Perbuatan-perbuatan ini akan dipidana jika dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak. Ketentuan ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyesuaian dalam undang-undang yang berkaitan dengan ITE. 

Overcriminalization (kriminalisasi berlebihan) adalah suatu fenomena di mana terlalu banyak tindakan yang dikategorikan sebagai tindak pidana, sehingga jumlah hukum dan peraturan yang menganggap suatu perbuatan ilegal menjadi berlebihan. Kondisi ini dapat berdampak buruk pada masyarakat, karena memperluas jangkauan hukum pidana ke tindakan yang seharusnya tidak perlu dipidana, seperti pelanggaran administratif kecil atau kejahatan tanpa korban.  

Selain Pasal 27, terdapat beberapa pasal lainnya dalam UU ITE yang juga dianggap menimbulkan kontroversi. Pasal tersebut terdiri atas Pasal 26 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29, Pasal 36, Pasal 40 ayat (2) huruf a, Pasal 40 ayat (2) huruf b, dan Pasal 45 ayat (3). Pertama adalah Pasal 26 ayat (3) tentang Penghapusan Informasi Tidak Relevan, yang bermasalah soal sensor informasi.

Kedua adalah Pasal 27 ayat (1) tentang Asusila, yang rawan digunakan terhadap korban kekerasan berbasis gender daring.

Ketiga adalah Pasal 27 ayat (3) tentang Defamasi, yang rawan digunakan untuk membatasi kritikan terhadap pemerintahan, polisi, dan presiden.

Keempat adalah Pasal 28 ayat (2) tentang Ujaran Kebencian, yang rawan digunakan untuk membatasi kritikan, terutama dari kelompok minoritas. Kelima adalah Pasal 29 tentang Ancaman Kekerasan, yang rawan digunakan untuk memidana orang yang hendak melapor ke polisi. Keenam adalah Pasal 36 tentang Kerugian, yang rawan digunakan untuk memperberat hukuman pidana defamasi. Ketujuh adalah Pasal 40 ayat (2) huruf a tentang Muatan yang Dilarang, yang rawan digunakan untuk mematikan jaringan atas dalih memutus informasi hoaks. Kedelapan adalah Pasal 40 ayat (2) huruf b tentang Pemutusan Akses, yang mengutamakan peran pemerintah daripada putusan pengadilan. Terakhir adalah Pasal 45 ayat (3) tentang Ancaman Penjara tindakan defamasi, yang membolehkan penahanan saat penyidikan.

REFERENSI:

https://lk2fhui.law.ui.ac.id/portfolio/bak-pisau-bermata-dua-uu-ite-memberikan-kepastian-hukum-atau-alat-overcriminalization/ (Mengutip pernyataan SAFENet)

Lembaran Undang-undang  ITE

Lembaran UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

Penulis: Muhammad Rafi, Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

*Rubrik opini, penulis bertanggung jawab atas keseluruhan isi. Bahana Mahasiswa dibebaskan atas tuntutan apapun. Silakan kirim opini Anda ke email bahanaur@gmail.com