Forum Publik Penanggulangan Kabut Asap

Woman Research Institute (WRI) taja Forum Publik Penanggulangan Kabut Asap di Provinsi Riau, Kamis (25/11) di Bertuah Hall Hotel Pangeran. Acara ini merupakan rangkaian penelitian WRI terkait dampak kabut asap bagi masyarakat Riau terutama wanita.

Bekerjasama dengan Climate and Land Use Alliance (CLUA), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Peserta adalah masyarakat umum, institusi pemerintah terkait, lembaga swadaya masyarakat dan perusahaan-perusahaan.

Siti Aripurnami, Direktur Eksekutif WRI buka acara pukul setengah sepuluh pagi. Dilanjutkan pemateri oleh Al Azhar, ketua umum dewan pimpinan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR). Al Azhar cerita, tahun 2015 Riau alami keadaan kabut asap paling parah, keluhan masyarakat muncul lalu berkembang jadi pertanyaan kemudian gugatan. “Saat itu negara hanya menginformasikan lewat media massa bahwa asap di Riau dikirim dari Sumatera Bagian Selatan.”

Pada tahun 2014, LAMR keluarkan warkah petuah. Isinya masyarakat tidak ingin lagi ada asap dan negara adil dalam menangani kasus Karhutla ini.

Boy Jerry Even Sembiring, Deputi Direktur Walhi Riau jadi pembicara selanjutnya. Boy ceritakan pengalaman Walhi menangani kabut asap, belum lama ini Walhi ajukan gugatan praperadilan kepada Kepolisian Daerah Riau terkait penghentian penyelidikan, tetapi hakim menolak gugatan ini karena kurangnya alat bukti.

“Masyarakat sebenarnya mempunyai hak untuk meminta kerugian akibat kabut asap,” tutur Boy kemudian.

Materi dilanjutkan oleh Deputi Direktur ICEL, Reynaldo Sembiring. Ia bahas tentang instrumen yang bisa digunakan dalam menghadapi persoalan kabut asap, seperti mencatat waktu dan merekam kejadian Karhutla. Catatan ini bisa dijadikan bukti untuk mengajukan gugatan.

“Masyarakat juga bisa mengadu dan pemerintah wajib mengawasi prosesnya jika terbukti adanya pelanggaran,” jelas Reynaldo.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan buat aplikasi Gakkum Lingkungan dan Kehutanan. Aplikasi ini bisa diunduh lewat playstore yang tersedia di smartphone. Fungsinya untuk memudahkan masyarakat melakukan pengaduan jika terjadi pelanggaran.

Sandra Moniaga, perwakilan Komnas HAM jadi pemateri selanjutnya. Ia sampaikan hak atas kesehatan dalam Karhutla khususnya bagi masyarakat Sumatera Selatan, Riau dan Kalimantan Tengah.

Komnas HAM telah membentuk sebuah tim yang kerjanya terfokus dalam pengamatan hak atas kesehatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap.

Ada 4 aspek penilaian terpenuhinya standar kesehatan. Pertama ketersediaan, negara wajib menyediakan fasilitas kesehatan yang berfungsi baik bagi masyarakat. Kedua aksesbilitas, fasilitas kesehatan harus bisa diakses oleh semua kalangan masyarakat. selanjutnya keberterimaan fasilitas yang diberikan harus sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat. Terakhir fasilitas kesehatan harus berkualitas.

Komnas HAM menilai terjadinya pengabaian terhadap hak atas kesehatan, “Negara hanya terfokus untuk memadamkan api dan penegakan hukum.”

Pembicara terakhir Edriana Noerdin, paparkan hasil penelitian WRI terkait kabut asap di beberapa wilayah di Riau.

Dari 32 responden di sekitar Rumbai dan Sukajadi, banyak terjadi gangguan kehamilan dan keguguran. Bayi lahir kuning karena kekurangan sinar matahari dan banyak bayi yang lemah jantung.

Bidang pendidikan juga terganggu selama kabut asap 2015. Sekolah libur selama dua sampai tiga bulan. Libur diharapkan agar mereka tetap di dalam rumah untuk menghindari asap tapi kenyataannya siswa malah bebas bermain di luar. “Orangtua pun tetap membayar uang sekolah anaknya meskipun libur,” ujar Edriana.

Di bidang ekonomi, pedagang harian kekurangan konsumen. Begitu juga dengan pekerja transportasi.

Pada 2015, terdapat anggaran tujuh ratus juta rupiah yang digunakan untuk membuat posko evakuasi. Namun di tahun ini tidak tersedia anggaran untuk mengantisipasi kabut asap.

Usai pemaparan dari seluruh pemateri, masuk sesi tanya jawab.

Salah satu peserta, Widya Astuti dari Yayasan Hutan Riau sampaikan pada saat bencana kabut asap masyarakat di tingkat RT atau RW kekurangan informasi, tentang bahaya kabut asap dan posko evakuasi.

Acara kemudian ditutup dengan makan siang bersama. *Meila Dita Sukmana