Tangan bergetar hebat, tubuhnya seketika membeku di tempat. Terlihat di manik matanya yang indah itu tengah menahan buliran-buliran air. Tanpa sadar, air mata yang ia tahan malah mengalir dengan deras. Tangisnya pecah saat ia menonton siaran televisi yang menampilkan berita tentang kecelakaan pesawat Hercules C-130 pada hari ini, tanggal 30 Juni 2015 pukul 11.50 WIB. Pesawat milik TNI Angkatan Udara (AU) jatuh di Medan, Sumatera Utara, yang jatuh menimpa pemukiman warga.

Informasi yang didapatkan oleh kantor berita tersebut bahwa kemungkinan seluruh penumpang dan awak pesawat telah meninggal dunia. Gadis yang menyaksikan berita itu sangat berharap jika orang yang ia cintai masih bisa diselamatkan. Gadis muda ini bernama Diah Putri yang berumur 21 tahun, tangisnya pecah menggelegar. Gelas yang ada di tangannya malah jatuh begitu saja.

Astaghfirullah,” ucap Rani teman satu tempat tinggal Diah yang terkejut. “Kamu kenapa Diah! Kok sampai jatuhin gelas gini?” tanya Rani. Namun, Diah tetap menangis dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Rani yang heran langsung melihat televisi yang kini menyala, menampilkan berita tak mengenakkan. Sebuah kecelakaan pesawat yang menewaskan perwira-perwira bumi pertiwi.

Innalillahi wa innailaihi raji’un, ada-ada aja ya kecelakaannya. Kamu kenapa Diah coba cerita sama aku,” tanya Rani lagi. Kali ini Diah memilih berlari ke kamarnya, ia mengambil ponsel dan kunci mobil miliknya. Diah pergi meninggalkan Rani yang masih kebingungan. “Diah! Kamu mau kemana, Diah?” panggil Rani.

Dalam perjalanan, Diah mencoba menelpon sang tunangan, berharap tunangannya tidak menjadi korban dalam kecelakaan tersebut. “Ayo angkat, Ndra. Ayo angkat, hiks,” lirih Diah karena Andra sang tunangan tidak mengangkat telepon darinya. Diah pergi menuju Pangkalan Udara Soewondo, tempat sang tunangan tinggal dan berlatih sebelum keberangkatannya. Ia ingin mencari tahu apakah Andra benar-benar menaiki pesawat tersebut atau tidak.

Dari chat terakhir yang dikirim oleh Andra, ia mengatakan bahwa dirinya ragu untuk pergi meninggalkan Diah. Ada kejanggalan di hatinya jika ia pergi ke Tanjung Pinang dan melanjutkan tugasnya disana. Namun saat itu Diah tidak terlalu memikirkan apa yang disampaikan oleh sang tunangan karena Diah pikir jika sang tunangan hanya bercanda dan menggodanya, jika ia akan merindukan Andra yang pergi jauh.

Diah sudah tiba di lokasi yang ia tuju. Saat tiba disana, Diah langsung berlari menuju tempat tinggal Andra. “Ndra, sayang. Kamu dirumah kan? Andra?” panggil Diah. Tidak ada jawaban dari dalam rumah, dapat terlihat jika pintu rumah Andra terkunci rapat dan meninggalkan kesan bahwa rumah itu dalam keadaan kosong.

Ketukan demi ketukan terus Diah lancarkan, berharap Andra ada di rumah. Karena sedikit mengganggu kenyamanan tetangga lain. Diah ditegur oleh seorang wanita berumur. Nampak dari perawakannya, ia adalah orang yang cukup tegas dan mungkin istri dari salah seorang anggota TNI AU yang tinggal disini. “Kamu nyari siapa? Kok kuat sekali kamu ketuk pintunya?” tegur wanita berumur itu. “Mohon maaf, Bu. Saya sedang mencari Andra Satria. Karena itu saya mengetuk pintunya,” jawab Diah.

“Oh, Nak Andra. Tadi pagi dia bersama suami saya sudah pergi bertugas,” ucap wanita berumur tersebut. Mata Diah kian memanas, tangisnya kembali pecah di hadapan wanita berumur tersebut. “Nak, kamu kenapa?” Wanita berumur tersebut terkejut dan khawatir sebab Diah menangis secara tiba-tiba. “Bu, kalau saya boleh tahu. Andra dan suami ibu berangkat kemana ya, Bu?” Dalam isak tangis, Diah mencoba mencari kebenaran berita yang ia tonton tadi. “Kemarin suami saya bilang dia ada tugas ke Tanjung Pinang, naik pesawat Hercules C-130,” tutur wanita tersebut.

Luruhlah tubuh Diah ke bawah, Ia tidak sanggup lagi mengucapkan sepatah kata pun. Tangisnya kini kian kuat. Dipeluknya wanita berumur tersebut. “Bu, sudahkah ibu melihat berita siang ini?” tanya Diah sembari melepaskan pelukannya. “Berita apa, Nak? Saya sedari tadi tidak sempat menonton televisi,” jawab wanita tersebut.

“Bu, mohon maaf. Tapi pesawat Hercules yang berangkat ke Tanjung Pinang telah jatuh dan menabrak pemukiman warga, Bu,” ungkap Diah dalam isak tangisnya yang masih bergemuruh. Wanita itu terkejut. Ia yakin bahwa apa yang baru saja diungkapkan oleh Diah adalah sebuah kebohongan. “Kamu siapa? Kenapa kamu bilang seperti itu? Kamu mendoakan suami saya meninggal! Jangan nyebarin berita bohong ya!” protes wanita itu.

“Saya tunangan Andra, Bu. Nama saya Diah,” jelas Diah. Karena ketidak percayaan wanita itu, Diah langsung mengajak wanita tersebut untuk melihat berita di ponsel miliknya. Terkejut bukan main, wanita itu langsung memasuki rumah dan mengambil ponsel miliknya. Wanita itu berusaha menelpon sang suami dan rekannya, namun tidak ada satu pun yang menjawab. “Nggak mungkin, pasti suami saya masih hidup. Pasti,” elak wanita itu.

“Kita kesana. Saya yakin ini hanya berita palsu. Di mana lokasinya kasih tau saya!” Diah dan wanita itu pergi menuju lokasi tempat jatuhnya pesawat Hercules tersebut. Saat tiba disana, banyak anggota TNI dan BASARNAS yang masih memadamkan api, sebab saat jatuh ada gesekan aliran listrik dan bahan bakar yang menimbulkan percikan api. Para polisi mencoba menghadang massa yang ingin melihat secara langsung dan menerobos tempat jatuhnya pesawat.

Setelah api padam, tim BASARNAS mencari para anggota TNI, awak pesawat, dan warga sipil yang berada dalam puing-puing pesawat. Dapat kini terlihat jenazah yang tidak bisa dikenali lagi karena sudah terbakar habis. Diah dan wanita tua tersebut saling menguatkan, tangan mereka sama-sama dingin. Dalam hati kecil mereka berdua, ada sebuah harapan besar agar pasangan mereka selamat. Karena sangat lama dalam pengevakuasian korban, Diah mendatangi salah satu anggota personel TNI kenalannya yang tengah berjaga terhadap massa.

“Tio,” panggil Diah. Tio menoleh ke sumber suara, dapat ia lihat seorang gadis yang merupakan teman seangkatannya dahulu. “Diah?! Kamu ngapain ke sini? Di sini ada kecelakaan. Sebaiknya kamu pergi. Jenazahnya sudah tidak berbentuk lagi dan tidak enak untuk dilihat,” usir Tio. Hanya gelengan kepala yang dibalas oleh Diah. “Aku tahu…” Diah terhenti sejenak dan menatap pesawat yang sudah habis terbakar. “Aku hanya ingin tahu, di mana aku bisa mencari identitas dan jenazah korban?” lirih Diah. Tio terkejut mendengar lirihan Diah, sebab yang ia tahu Diah bukanlah orang yang penuh dengan rasa penasaran, kecuali Diah sendiri kini tengah bekerja menjadi seorang wartawan.

“Di posko dekat rumah sakit bhayangkara TK II. Kenapa kamu penasaran? Kamu kerja di kantor berita?” tanya Tio. “Makasih Tio. Aku kesana dulu ya,” pamit Diah yang meninggalkan Tio dalam kebingungan. Diah yang sudah mendapatkan informasi tersebut langsung pergi bersama wanita berumur ke posko yang diberitahukan oleh Tio. Dalam perjalanan, wanita berumur tersebut hanya diam, menatap kosong ke arah ponsel yang menampilkan foto keluarganya. Sesekali jatuh tetesan air mata mengenai ponsel miliknya.

Sesampainya disana, terlihat begitu banyak orang yang ingin mengetahui keberadaan anggota keluarganya. Mereka berdesak-desakan ingin segera tahu apakah keluarga mereka menjadi korban dari jatuhnya pesawat tersebut. Para polisi berusaha untuk mengatur mereka agar mengatre. Setelah antrian yang cukup panjang, tibalah giliran Diah. Namun ia mendahulukan wanita berumur tersebut untuk menanyakan informasi terkait suaminya. “Baik sekarang giliran Ibu. Nama Ibu siapa?” tanya petugas posko tersebut. “Saya Riani Irsyad. Bisakah saya melihat nama-nama korbannya?” jawab wanita itu.

Petugas langsung memperlihatkan sebuah kertas berisikan nama-nama korban. Namun nama yang terpapar di kertas itu belum semua jenazahnya ditemukan. Bahkan ada beberapa jenazah yang sudah berhasil ditemukan tetapi belum bisa diidentifikasi identitasnya, sebab kondisi jenazah tersebut ada yang utuh dan hangus, ada yang berupa potongan dan lain-lain. Wanita berumur bernama Riani itu menangis hebat setelah melihat nama suaminya, Lettu Hendra Bambang, menjadi salah satu korban.

“Suamiku! Pak, apakah suami saya selamat? Nama suami saya Hendra Bambang pangkatnya Lettu.” Wanita itu mendesak petugas menjawab pertanyaannya. Dan dari dugaan para petugas, tidak ada satu pun dari korban kecelakaan ini yang selamat. “Mohon maaf Ibu Riani. Untuk sekarang kami masih belum bisa mengidentifikasi semua jenazah sebab masih ada beberapa jenazah lagi yang belum ditemukan. Kami turut berduka cita, Bu. Mohon agar Ibu meninggalkan nomor telepon agar mempermudah kami nantinya jika suami ibu sudah diidentifikasi. Terima kasih, Bu,” tutur petugas tersebut.

Diah maju ke depan, ia menuliskan namanya dan melihat secarik kertas. Nama Serda Andra Satria tertulis jelas. Diah hanya diam dan kembali menangis. Menurutnya, hari ini adalah hari yang paling menyakitkan baginya. Kehilangan tunangan tercinta, ia kini berpikir apakah orang tua Andra tahu tentang hal ini atau tidak sama sekali. Jika benar, maka Diah harus memberitahu kedua orang tua Andra yang kini tidak ada di Medan.

Selesai dari posko tersebut, Diah mengantar wanita berumur bernama Raini ke kediamannya. Diah kembali melanjutkan perjalanannya untuk pulang. Sesampainya di rumah, Diah disambut pelukan hangat oleh Rani. Ternyata Rani sudah mengetahui perkara yang membuat Diah menangis. “Yang sabar ya, Diah. Aku turut berduka cita.” Saat Rani memeluk dirinya, tangis Diah kembali pecah. Ia tidak kuasa menahan diri jika mengingat gambaran jenazah korban jatuhnya pesawat tersebut.

Malam hari sudah tiba. Mata Diah sesekali masih mengeluarkan tetesan air. Kini Diah mencoba menelpon bunda Andra, sebab Diah yakin jika orang tua Andra tidak tahu soal kejadian ini. Telepon Diah diangkat terdengar suara khawatir dari ibunda tersebut.

“Assalamualaikum, Diah. Bunda baru aja mau nelpon kamu. Andra ada memberi tahu kamu tidak? Kalau dia sudah sampai di Tanjung Pinang? Tadi bunda telpon tidak diangkat sama Andra,” jelas bunda. Diah diam. Ia sedang mengolah kosa katanya agar penyampaian berita buruk ini dapat dicerna dengan baik nantinya.

“Diah? Kamu masih disana, Nak?” tanya bunda karena tak kunjung mendapat jawaban dari tunangan anaknya itu.

“Iya, Bun. Andra enggak ada memberitahu tahu Diah, Bun. Bunda, Diah mau ngomong sesuatu,” terang Diah. Diah pun menjelaskan semua hal yang terjadi menimpa Andra dengan suara gemetar dan isak tangis. Hal itu berhasil membuat Bunda Andra ikut menangis dan memutuskan akan segera ke Medan.  

Besoknya, pagi hari, Diah mendapatkan kabar bahwa jenazah Andra sudah berhasil ditemukan dan sudah diidentifikasi, bersamaan dengan keluarga Andra dan Diah yang telah tiba di Medan. Diah dan keluarga pergi menuju RS Bhayangkara TK II Medan untuk menjemput dan melihat jenazah Andra. Sesampainya disana, dengan berat hati Diah memberanikan dirinya melihat wajah sang tunangan. Wajah Andra penuh dengan luka, hangus menghitam. Syukurnya, tubuh Andra masih utuh.

Jenazah Andra dibawa ke Pekanbaru, tempat asal Andra yang sesungguhnya. Karena kejadian itu, Diah meminta izin ke pihak sekolah tempat ia bekerja untuk cuti selama lima hari. Setelah sampai di Pekanbaru, Jenazah Andra dimandikan dan dikafani. Tangis semua orang pecah. Tidak ada yang sanggup menahan tangisnya. Sebelum dikebumikan, Diah menatap wajah tunangan dan mencium kening Andra sembari membisikkan

“Selamat tidur, Andra-nya Diah, semoga kita dipertemukan lagi di akhirat nanti.”

Seusai mengucapkan hal tersebut, Andra dikebumikan di makam TNI AU. Acara penghormatan terakhir pun dilakukan. Begitu banyak doa dipanjatkan untuk Andra, agar ia tenang di alam sana. Acara pemakaman sudah selesai, satu per satu orang pun mulai meninggalkan pemakaman tersebut. Kini hanya tersisa Diah dan Kedua orang tuanya. Bunda Andra sudah pulang terlebih dahulu, sebab Bunda Andra pingsan setelah acara pemakaman selesai.

“Diah, yang kuat ya anaknya Ibu,” ucap Ibu menenangkan Diah yang masih menatap kosong ke arah makam Andra. “Iya, Bu. Diah kuat kok. Mungkin ini takdir Andra yang nggak bisa dielakkan. Jika sudah menjadi janjinya Andra dengan Allah SWT., ya Diah bisa apa, Bu? Diah harap hati Diah bisa Ikhlas, Bu,” tutur Diah

“Aamiin, Nak. Kamu harus ikhlas, supaya Nak Andra bisa tenang,” jelas ibu. Diah membalas dengan anggukan dan kemudian ia bersama kedua orang tuanya meninggalkan pemakaman tersebut.

Penulis: Mitraturahmah (Mahasiswi Pendidikan Guru Sekolah Dasar) 

 The End