Bongkar Kemunafikan Sosial melalui Film Tuhan Izinkan Aku Berdosa

“Aku ingin mencintai-Mu dengan bahagia, dengan bebas, Bukan karena ditakuti oleh neraka atau diiming-imingi surga-Mu.”

Kutipan di atas bagian dari ungkapan hati Kiran dalam Film Tuhan Izinkan Aku Berdosa garapan sutradara Hanung Bramantyo dan ditulis oleh Ifan Ismail, tayang di bioskop Indonesia pada Rabu (22/5).

Film yang merupakan adaptasi dari buku Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M. Dahlan, sebelumnya telah sukses ditayangkan di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) tahun lalu.

MVP Pictures dan Dapur Film menjadi rumah produksi untuk film yang bergenre drama religius ini. Namun tidak seperti bukunya kontroversial yang mengangkat isu tentang pelecehan seksual di pesantren dan kelompok-kelompok radikal anti-demokrasi. Film ini justru dibuat dengan cara yang lebih halus dan lebih sesuai dengan kondisi sosial masyarakat saat ini.

Tokoh utama Nidah Kirani dalam film kali ini diperankan oleh Aghniny Haque. Nidah Kirani biasa dipanggil Kiran merupakan karakter sentral yang digambarkan sebagai sosok wanita yang taat agama, cerdas, dan kritis terhadap pengetahuan. Namun lantaran masalah keuangan, ia memutuskan tinggal bersama mucikari bernama Mbak Ami yang diperankan oleh Djenar Maesa Ayu.

Kos milik Mbak Ami merupakan tempat prostitusi yang selalu jadi target kekerasan organisasi Islam Dardariyah, pun juga memiliki ideologi radikal dan dipimpin oleh Abu Darda yang dimainkan oleh Ridwan Raoull. Hal itu membuat Kiran minta dicarikan tempat tinggal yang lebih baik kepada teman-teman kuliahnya.

Alih-alih mendapatkan tempat tinggal yang bagus, ia malah ditawarkan nikah muda sebagai bentuk jihad dan pengabdian kepada Tuhan. Kiran diminta menjadi istri keempat Abu Darda dan tidak boleh menolak tawaran tersebut.

Karena menolak, Kiran diancam dan dituduh menyebarkan fitnah tentang pemimpin kelompok tersebut.  Bahkan warga kampung termakan berita palsu itu, yang buat ibu Kiran naik pitam dan meluapkan kecewa terhadap Kiran.

Kiran berontak dan pergi meninggalkan tempat itu. Tak tinggal diam pengikut Abu Darda lakukan pengejaran terhadap Kiran, karena Kiran telah melawan perintah yang menjadi aib bagi pengikut Abu Darda

Mbak Ami sang mucikari membantu Kiran mencari tempat sembunyi. Saat bersembunyi Kiran bertemu salah satu pengikut Abu Darda Bernama Darul yang diperankan oleh Andri Mashadi.

Pertemuan Kiran dan Darul yang tidak disangka jadi konflik selanjutnya yang mengubah jalan hidup Kiran. Dimulai selama masa pelarian, mereka melakukan hubungan suami istri diluar ikatan nikah, lalu selepas itu Kiran ditinggal oleh Darul. Lantaran takut Kiran menjadi pengaruh buruk dalam pemilihan ia sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Kampusnya.

Di kampus, ia bertemu dengan Pak Tomo yang dimainkan oleh Donny Damara. Pak Tomo membantu Kiran dengan masalah keuangannya. Ia jadikan Kiran sebagai wanita simpanannya dan bantu pula dalam menjalankan bisnis bersama rekan kerjanya.

Hingga ia dilecehkan oleh dosen pembimbingnya dan teman kuliahnya yang taat di kampus, kesedihannya pun makin bertambah.

Semua konflik yang ada mengubah kehidupan Kiran 180 derajat. Kiran mulai mempertanyakan keberadaan Tuhan yang ia percaya selama ini. Ia sampaikan kekecewaannya dan merasa pengabdiannya kepada Tuhan hanya dibalas dengan cobaan berat.

Kiran putuskan terjun ke dunia pelacuran dan berambisi ingin membongkar kemunafikan orang yang berpura-pura suci. Untuk masuk ke dunia pelacuran, dia harus melayani berbagai pelanggan. Tetapi Kiran berambisi temukan pelanggan yang berlatar belakang agamis untuk dibongkar kemunafikannya.

Film ini menunjukkan kritik sosial yang tajam terhadap tokoh agama radikal yang cenderung otoriter dan patriarki. Pilihan hidup sebagai pelacur jadi masalah selanjutnya, belum lagi standar masyarakat yang cenderung hipokrit dan bermuka dua.

Secara eksplisit, Film Tuhan Izinkan Aku Berdosa menunjukkan ketidakpuasan Kiran terhadap agama yang selama ini menjadi panutannya. Kiran adalah muslimah yang taat beragama secara kafah dan kehidupan yang zuhud.

Dalam perbandingan, versi novelnya menggunakan alur penceritaan linear. Hal ini membuat pembaca lebih mudah mengikuti kisah dari awal hingga akhir dan mengambil kesimpulan dari isi novel.

Namun, versi layar lebarnya menggunakan alur maju mundur dengan berbagai lini masa yang dirangkai cantik untuk menjelaskan Kiran. Perlu habiskan sedikit waktu dan konsentrasi untuk memahami inti masalah dari setiap adegan yang muncul.

Penulis: Sandriana Dewi

Editor: Rehan Oktra Halim