BEM Unri Absen dalam Diskusi AMP, Tiga Isu Jadi Sorotan

Sempat beredar kabar tidak mengenakkan di akun Instagram @aliansimahasiswapenggugat. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Pendidikan Universitas Riau (BEM FKIP Unri) mendapat pendanaan dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara dalam kegiatan Bina Desa FKIP 2025. Terpampang logo Danantara pada rompi mereka.

Merespons hal itu, Aliansi Mahasiswa Penggugat atau AMP menggelar diskusi terbuka di Alda Foodcourt Jalan HR. Soebrantas pada Rabu, 13 Agustus 2025. Anggota AMP, Khariq Anhar dan Demisioner Presiden Mahasiswa 2024, Muhammad Ravi hadir sebagai pembicara. Sedang Demisioner Gubernur Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2025, Muhammad Rivaldo menjadi moderator. Mereka secara khusus mengundang BEM Unri dan BEM FKIP. Namun kali ini BEM Unri tak menghadiri forum.

Diskusi membahas tiga topik utama. Pendanaan Organisasi Mahasiswa dari Danantara, Pengawasan AMP terhadap kinerja BEM Unri, dan gerakan mahasiswa Unri saat ini.

Pertama, pembahasan Program Bina Desa FKIP. Kegiatan berlangsung di Desa Tambak, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan. Mulai dari 30 Juli sampai 2 Agustus 2025. Bertujuan membangun kepedulian terhadap sesama dan membangun potensi kearifan lokal di desa berpotensi besar.  

“Sempat ada demo besar-besaran menolak Danantara. Secara historis saja bermasalah,” ucap Mahasiswa Fakultas Pertanian, Khariq Anhar.

Ia tidak setuju jika logo Danantara tercantum di rompi kegiatan. Banyak pihak yang merasa tindakan tersebut akan mencederai pergerakan mahasiswa Unri sendiri.

Penanggung jawab kegiatan Bina Desa, Ilham Nursal menyatakan mereka menjalin kerja sama dengan perusahaan swasta. Seperti Asian Agri, Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, dan berbagai macam NGO (Non-governmental Organization), misal Lembaga Riset Ekologi.

Kepala Dinas Sosial Masyarakat dan Lingkungan BEM FKIP itu menjelaskan kerjasama dengan Pegadaian yang terafiliasi dengan Danantara. Bentuknya CSR atau Corporate Social Responsibility, bukan dana sponsor. Sehingga output atau hasil yang mereka dapatkan dalam bentuk produk, rompi dan bibit.

Lebih lanjut pencantuman logo sponsor terdapat dalam proposal kegiatan. Alhasil logo Danantara juga ikut terpajang. “Tidak ada aroma-aroma yang bertujuan untuk mematahkan gerakan mahasiswa, keduanya diuntungkan,” pungkas Ilham.

Ravi menanggapi momennya tidak pas. Harus ada pertimbangan terkait bantuan pendanaan. Khariq juga sependapat. Secara umum Danantara sudah ditolak oleh banyak kalangan. Masalah bibit sarannya langsung ajukan ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan saja. Ia tak ingin Danantara hadir dalam gerakan mahasiswa.

Terkait pengawalan ke Bem Unri, Khariq mengakui AMP tak terlalu banyak mengkritik. Ravi bilang mereka  “Masung angin”. Ia menekankan aliansi ini untuk menjaga independensi. Mengingat statusnya sebagai oposisi.

Berganti topik, gerakan mahasiswa saat ini juga menjadi sorotan. Menurut Khariq masih ada hegemoni kekuasaan yang masih kuat di lingkungan kampus. “Kalau kamu nggak presma, kamu nggak bisa jadi tokoh di Unri,” ucap Mahasiswa Agroteknologi itu.

Seharusnya semua mahasiswa bisa bergerak dan memperjuangkan sesuatu tanpa harus bergantung pada BEM Unri. Gerakan di Unri masih bersifat elit dan sesuai momentum. “Tidak ada aksi jika kepentingan BEM tidak terganggu,” ucapnya.

Tanggapan Ravi, dalam pergerakan hanya ada dua pilihan. Menciptakan atau menunggu momentum. Bahkan revisi statuta Unri, sampai hari ini tidak diketahui peserta forum diskusi. Menurutnya ini akan mempengaruhi peran mahasiswa dalam mengambil keputusan di kampus. “Terlalu fokus pada masalah teknis membuat mahasiswa luput dari isu besar,” tutup sarjana Administrasi Bisnis itu. 

Pewarta: Gusra Cahyati
Penyunting: M. Rizky Fadhillah