”Mirna kalau salah, dia bilang salah. Nggak ya nggak, gitu,” ucap ayah almarhun Wayan Mirna, Edi Dermawan.

Dialog tersebut diambil dari film Ice Cold: Murder, Coffe, and Jessica Wongso. Dokumenter garapan Beach House Pictures ini, disutradarai oleh Rob Sixmith yang berasal dari Amerika Serikat. Kisahkan pembunuhan Wayan Mirna yang ramai pada 2016 dengan apik.

Akhir hidup Mirna menjadi pertanyaan dan perbincangan yang ramai. Teman kuliahnya di Billy Blue College, Australia Jessica Wongso menjadi pembunuh dalam perkara ini. Putusan ini disampaikan dari hasil persidangan yang makan waktu sepuluh bulan lamanya.

Saat Januari 2016, Mirna buatkan janji temu semacam reuni di Kafe Oliver. Jessica lebih dulu datang di lokasi. Ia yang memesankan minuman untuk temannya. Lalu Mirna dan Hani datang, mengobrol seperti kebanyakan perjumpaan. Tak lama kemudian Mirna jatuh, kejang-kejang, dan dilarikan ke rumah sakit.

Mirna dinyatakan meninggal dunia lantaran dugaan sianida. Yang terlarut dalam es kopi Vietnam nan dipesan oleh Jessica.

Film rilisan Netflix ini dikemas dengan metode wawancara. Hadirkan sosok teman, keluarga, pakar, serta saksi di persidangan.

Kafe Oliver merupakan bukti lokasi peristiwa ini. Pengelolanya Devi Siagian pun tak terlepas dari proses rekaman film. Devi saksikan saat kejadian jatuhnya Mirna, Jessica sama sekali tidak ada memegang tubuhnya. Padahal berada di sampingnya.

Dukungan dan bantahan dari ahli menjadi pemanas dalam dokumenter ini. Misalnya pernyataan dari Ahli Forensik, Djaja Surya Armadja. Paparannya berupa tidak ada dijumpai sianida pada lambung Mirna setelah 70 menit kematiannya.

Berbanding terbalik dengan Ahli Toksikologi, Budi Budiawan. Tuturkan kalau lambung Mirna mengandung 0,2 miligram setelah tiga hari kematiannya.

Seiyanya, siandia dapat menyebabkan kematian dengan dosis 50-176 mg. Jumlah sianida yang ada di lambung Mirna lebih sedikit daripada yang ada di apel, capai 0,6 mg.

Setelah melwati beberapa persidangan, Jessica ditetapkan sebagai pelaku dengan hukuman 20 tahun penjara, sejak 2016. Dianggap melanggar pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KHUP.

Selama jalannya film, kegigihan Edi membuka kasus putrinya banyak tuai penilaian. Sikap arogannya selama wawancara, banyak timbulkan pertanyaan dan juga kritik.

Dokumenter ini miliki audio visual yang sangat bagus. Terdapat pesan-pesan yang tersisip ditiap cuplikannya. Sudut pandang kasus yang berbeda dari kasus pada umumnya, mengajak penonton menebak siapa pelaku yang sebenarnya.

Penulis: Sandriana Dewi dan Mutiara

Editor: Najha Nabila