Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat adanya 1.402 hoaks terkait Covid-19 yang tersebar ke publik. Terhitung sejak 23 Januari 2020 hingga 1 Februari 2021.

Septiaji Eko Nugroho selaku Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia atau Mafindo jelaskan perlunya penyelesaikan menyangkut persoalan ini. Mulai dari kurangnya kepercayaan publik terhadap informasi. Biasanya berasal dari otoritas kesehatan dan situs yang memakai praktik clickbait. Ditambah lagi dengan tidak adanya kekompakan antara elemen masyarakat dan pemerintah. Pun masalah virus corona yang masih menjadi misteri. Hal ini membuat masyarakat Indonesia dengan kemampuan literasi digital rendah, rentan terserang hoaks.

“Narasi Hoaks yang beredar di media sosial cukup berbahaya karena terkait dengan isu pengobatan, isu pencegahan, isu xenofobia, dan sentimen-sentimen politik,” ucapnya.

Lebih jauh, Mafindo berinisiatif melakukan gerakan melawan hoaks Covid-19. Di antaranya meluncurkan chatbot dalam aplikasi WhatsApp. Gunanya untuk memudahkan masyarakat Indonesia mengetahui suatu informasi. Cara aksesnya dengan menambahkan nomor 0859-2160-0500. Nomor tersebut sebagai sarana untuk bertanya dan berkomunikasi. Setelahnya, akan langsung dijawab oleh sistem yang sudah disediakan.

Kemudian, Mafindo meluncurkan sebuah situs Tular Nalar. Situs ini merupakan kolaborasi antara Mafindo, Maarif Institute dan Love Frenkie yang didukung oleh Google News. Tujuannya memberikan edukasi literasi digital. Pun meningkatkan kemampuan berpikir kritis masyarakat Indonesia.

Tak hanya itu, ada pula peluncuran gerakan Ayo Lawan Covid-19. Relawan digerakkan di berbagai kota. Ada pula turun langsung ke pasar dan tempat-tempat umum. “Mereka [relawan] membawa masker dan poster edukatif sambil menjelaskan tentang informasi yang benar seputar virus Covid-19.”

Singkatnya, ia menilai perlu adanya pendekatan komprehensif. Salah satunya memodifikasi artikel periksa fakta yang diproduksi. Baik dari cek fakta Liputan6, Tempo, Kompas, Mafindo, serta pemerintah. Sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat daerah.

“Diharapkan kita semua dapat berkontribusi meluruskan informasi keliru di grup WhatsApp masing-masing, dan memverifikasi kebenaran suatu informasi,” pungkas Septiaji.

Pendapat serupa juga dikatakan Elin Yunita Kristianti. Ia Wakil Pemimpin Redaksi Liputan6.com. Kata Elin, untuk menangkal hoaks, cek fakta Liputan6.com membuat program online. Di dalamnya membahas topik seputar Covid-19, vaksin, dan tips menangkal hoaks.

“Kami juga menghadirkan penerjemah bahasa isyarat dalam kelas virtual cek fakta sehingga kami dapat menjangkau teman-teman penyandang disabilitas,” jelasnya.

Ketua Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), Novi Kurnia turut sampaikan bahwa Japelidi tengah melakukan gerakan dalam memberantas hoaks. Mereka memproduksi beragam informasi seputar Covid-19. Seperti bentuk video dan poster edukatif.

Informasi tentang protokol kesehatan, penggunaan masker, belajar di rumah, dan lawan disinfodemi lantas disebar. Biasanya melalui grup WhatsApp para anggota, Instagram dan Twitter Japelidi.

Tak hanya itu, konten tersebut diproduksi ke dalam bahasa Indonesia, Mandarin dan 42 bahasa daerah. Sebab, masyarakat Indonesia yang majemuk.

Menurut Novi, konten tersebut mendapat respon positif dari masyarakat. Ada yang sampai mencetak secara mandiri poster edukatif bikinan Japelidi. Lalu disebarkan ke masing-masing komunitas. Tak lupa, mengunggah ulang konten Japelidi. Bahkan, memasang kontennya ke dalam spanduk.

“Hal ini dapat menjadi gambaran betapa saling pedulinya masyarakat Indonesia,” tukas Novi dalam diskusi virtual bertajuk Membangun Ketahanan Komunitas Menghadapi Infodemi pada (15/2).

Penulis: Agnes Theresa Tambun

Editor: Firlia Nouratama