Judul                    : Sembilan Elemen Jurnalisme

Penulis                : Bill Kovach dan Tom Rosenstiel

Tahun Terbit      : 2006

Penerbit             : Yayasan Pantau

Halaman            : xvii +293 halaman

SAAT perang Vietnam berlangsung pada 1963, warga Amerika dijejali informasi bahwa Amerika raih kemenangan melawan pasukan Vietkong. Banyak warga Vietnam jadi korban. Robert McNamara, Menteri Pertahanan Amerika mencatatnya sebagai sebuah kemajuan. Ia menyebarkan informasi itu selama tiga hari pertemuan pers.

Delapan tahun kemudian, The New York Times dan The Washington Post, dua koran besar di Amerika mempublikasikan sebuah dokumen rahasia pemerintah yang disebut Pentagon Papers. Laporan tersebut berisi apa yang sesungguhnya terjadi pada perang Vietnam. Ia menjelaskan kejadian sebaliknya. Pada kenyataannya pasukan Vietkong terus bertambah, bahkan melebihi korban jiwa dari pihak mereka. Pasukan Amerika dibutuhkan lagi dalam jumlah banyak.

“Entah apa yang akan terjadi jika kebenaran muncul pada 1963, bukan pada 1971,” komentar Benjamin C Bradlee, mantan Redaktur Eksekutif The Washington Post.

 

KEBENARAN paling penting dalam suatu pemberitaan, sekaligus paling membingungkan. Kejadian di atas menjelaskan bahwa pers hanya akurat dalam memberitakan pernyataan McNamara. Namun belum memiliki nilai kebenaran sehingga informasi menjadi keliru.

Para jurnalis profesional memandang prinsip paling utama dalam jurnalisme adalah kewajiban pada kebenaran. Namun kebenaran seperti apa?

Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran fungsional. Berubah waktu demi waktu, ibarat stalagmit. Ada prosedur dan proses untuk sampai pada kebenaran fungsional. Ada proses sebelum polisi menangkap orang. Ada proses sebelum hakim memvonis seseorang bersalah. Ada prosedur dan pembuktian yang perlu ditunjukkan. Begitu pula arti kebenaran dalam jurnalisme. Ada prosedur dan proses yang harus dilalui sebelum suatu informasi sampai ke tangan pembaca.

Kebenaran saja tentu tak cukup. Harus ada penyampaian pada warga dengan cara yang dapat dipercaya. Ia melahirkan prinsip kedua, loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga.

Warga adalah segalanya. Wartawan harus menyampaikan berita jujur, menulis ulasan tak terpengaruh iklan, menyampaikan liputan tak berkaitan dengan kepentingan pribadi. Ada perjanjian tersirat antara audiance dengan media. Mendapat kepercayaan warga menjadi tolak ukur kredibilitas suatu media.

Kebenaran dan loyalitas juga belum cukup. Metode apa yang dipakai wartawan untuk bisa menyampaikan kebenaran dan mendapat kepercayaan dari warga? Bagaimana wartawan menyaring rumor, gosip atau propaganda? Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi.

Setiap wartawan punya metode masing-masing dalam pengujian suatu informasi. Seperti mencari sekian saksi untuk sebuah peristiwa, membuka sebanyak mungkin sumber berita dan meminta banyak komentar dari berbagai sumber. Disiplin verifikasi akan membedakan jurnalisme dengan propaganda, hiburan, fiksi atau seni.

Setelah menerapkan metode verifikasi, wartawan harus menjelaskan hubungan mereka dengan orang yang mereka liput. Intinya wartawan harus bersikap independen terhadap sumber berita yang mereka liput. Jurnalisme juga berperan sebagai anjing penjaga (watchdog) dimana wartawan harus bertindak sebagai pemantau independen terhadap kekuasaaan. Ia tak terbatas memantau kekuasaan pemerintah, namun harus menjangkau hingga lembaga-lembaga kuat di masyarakat.

Selain itu, jurnalisme juga memiliki peran untuk menyediakan forum publik. Baik untuk kritik atau komentar. Rasa ingin tahu warga membuat mereka ikut berpartisipasi dalam memberi komentar atau bertanya. Lantas bagaimana suatu berita dapat membuat warga tertarik? Ini menjadi prinsip jurnalisme berikutnya. Wartawan harus membuat hal yang penting menjadi menarik dan relevan.

Bagaimana membuat berita—informasi yang penting—semenarik mungkin? Bagaimana menyajikan informasi berisi data dan angka—notabene membosankan—menjadi menarik untuk dibaca? Kuncinya adalah penyajian dalam bentuk narasi.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana memutuskan mana berita penting? Dalam waktu singkat, mana hal penting yang harus disajikan dan mana yang tak penting? Wartawan harus menjaga berita dalam proporsi dan menjadikannya komprehensif. Tak mungkin menampilkan berita menarik tapi tak mengandung makna. Tak mungkin juga menampilkan berita terlalu serius tanpa ada sesuatu yang ringan. Keduanya harus disajikan komprehensif.

Prinsip selanjutnya, Wartawan harus mendengarkan hati nuraninya. Jurnalisme mengutamakan etika, tanggung jawab serta penilaian orang lain. Karena itu, mulai dari wartawan hingga dewan direksi harus punya panduan moral, yakni mendengarkan hati nurani sendiri.

 

PRINSIP-prinsip dasar jurnalisme ini termaktub dalam buku The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and The Public Should Excpect. Buku karya duo wartawan Amerika Serikat, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel ini bukan menawarkan argumen bagaimana seharusnya jurnalisme yang ada, namun ia berupa ringkasan hal yang selama ini menjadi dasar pekerjaan wartawan.

Tom Rosenstiel
Tom Rosenstiel

Terbit pada 2001, buku ini dikerjakan selama tiga tahun bersama Committee of Concerned Journalist dengan mewawancarai 1200 wartawan. Lebih dari 300 orang menjadi tempat bertukar pendapat, ratusan orang menjawab survei serta 100 orang lebih bersedia diwawancarai berjam-jam.

Yayasan Pantau menerjemahkan buku ini ke dalam Bahasa Indonesia dan dirilis pada 2006 berjudul Sembilan Elemen Jurnalisme: Apa Yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan Diharapkan Publik. Buku terjemahan ini terdiri dari sepuluh bab, satu bab membahas satu elemen secara mendalam. Setiap pembahasan disertai cerita fakta sehingga pembaca dapat memaknai semua elemen dengan jelas. #