Keterbukaan Informasi Hutan dan Lahan

Komisi Informasi (KI) Provinsi Riau mengeluarkan kebijakan keterbukaan informasi  pengelolaan sumber daya alam. Ada dua Surat Keputusan dan tiga Surat Edaran yang menjadi hak publik mengetahui informasi tentang kebakaran hutan dan lahan, perkebunan dan kehutanan.

Surat Keputusan dan Edaran ini secara resmi diberikan Mahyudin Yusdar—Ketua KI kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau pada acara Rembuk Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan  di Balai Serindit, Gedung Daerah (30/11).

Awal bulan Oktober 2016, KI mengeluarkan Surat Keputusan No.1 Tahun 2016 tentang kewajiban badan publik untuk menyediakan dan mengumumkan informasi publik terkait kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.

Untuk kategori informasi serta merta, contohnya informasi potensi dampak, pihak yang terkena dampak, prosedur dan tempat evakuasi, cara menghindari bahaya, upaya pihak yang berwajib menanggulangi bahaya yang ditimbulkan, area rawan terbakar, lokasi terbakar, informasi bantuan dan status bencana.

Berkala, anggaran untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan, pencegahan kebakaran hutan dan lahan dan  rencana pemerintah dalam pengelolaan hutan lahan pasca terjadinya kebakaran.

Surat keputusan selanjutnya, kewajiban badan publik untuk menyediakan dan mengumumkan informasi publik terkait izin usaha perkebunan di Provinsi Riau.

Informasi izin usaha perkebunan antara lain, izin tempat usaha, rekomendasi kesesuaian dengan rencana pembangunan perkebunan, izin lokasi dari kepala daerah, ketersediaan lahan, jaminan pasokan bahan baku, rencana kerja pembangunan kebun dan hasil termasuk fasilitas pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar, izin lingkungan dari kepala daerah dan pernyataan belum menguasai lahan lebih dari yang ditentukan.

Tiga surat edaran : pertama,  surat edaran tentang dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sebagai informasi publik yang wajib disediakan setiap saat oleh badan publik.

Alasan yuridis Amdal informasi terbuka bagi publik yaitu tidak ada satupun undang-undang yang menyatakan Amdal informasi yang dirahasiakan. Selain itu, pada 2014 lalu KI Provinsi Kalimantan Timur dalam putusan yang berkekuatan hukum tetap, dokumen Amdal terbuka dan disediakan setiap saat kepada publik.

Kedua, dokumen Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Hutan Tanaman, Rencana Kerja Tahunan pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman, Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri dan Izin Pemanfaatan Kayu sebagai informasi publik yang wajib disediakan setiap saat oleh badan publik.

Kelima dokumen instrumen perizinan ini sudah di putus KI pusat terbuka dan disediakan setiap saat kepada publik. Kecuali sistem silvikultur yaitu informasi rencana bisnis perusahaan. Alasannya, jika dibuka akan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.

Ketiga, dokumen Hak Guna Usaha atau HGU sebagai informasi publik yang terbuka dan wajib disediakan oleh badan publik.

Informasi HGU tidak terbatas pada daftar HGU yang berisi nama pemegang HGU, tempat, luas, komoditi, titik koordinat. Sedangkan untuk dokumennya, terdiri dari surat keputusan pemberian HGU, sertifikat dan surat ukur.      

Didalam Undang-undang No.14 tahun 2008, terdapat empat kategori informasi publik. Pertama, secara berkala informasi yang wajib dipublikasikan setiap enam bulan sekali tentang badan publik, kegiatan dan kinerja badan publik, laporan keuangan dan informasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Kedua, informasi publik serta merta, informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan diumumkan kapanpun badan publik mempunyai datanya. Ketiga, informasi yang wajib tersedia setiap saat. Informasi ini harus disediakan secara rutin oleh badan publik atau diberikan berdasarkan permintaan. Terakhir, informasi yang tidak dapat dibuka kepada publik.

Masih di acara yang sama, Romdoris, Kepala Bidang Informatika Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Indragiri Hulu berbagi pengalaman. Pelaksana penyediaan informasi melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi atau PPID.  Indragiri Hulu, pertama kali di Riau membentuk PPID pada 2011.

Doris—panggilannya, jelaskan soal cara mendapatkan informasi yang dibutuhkan melalui PPID. Pemohon datang ke Pusat Pelayanan Informasi Masyarakat. Lalu, petugas akan berikan formulir permintaan informasi. Formulir tadi dibawa ke  PPID Utama untuk dicatat di buku register dan diperiksa formulirnya. PPID pembantu akan menyiapkan data atau informasi yang diminta. Jika tidak ada, petugas pelayanan akan menghubungi pemohon dan beritahu data tidak ada. Jika ada, petugas pelayanan menyerahkan informasi yang diminta dan dibuatkan tanda terima.

PPID semacam satuan kerja perangkat daerah yang mengurusi informasi dan dokumentasi disetiap badan publik. Idealnya badan publik memiliki PPID.

Mahyudin refleksi empat tahun keterbukaan informasi di Provinsi Riau. KI Provinsi Riau dibentuk pada 2012. Ia mendorong badan publik membudayakan transparansi dan terbentuknya KI disetiap kabupaten/kota.

“Akses yang jauh ke ibukota provinsi sehingga perlu KI disetiap kabupaten/kota,” ungkap Mahyudin.

Kewenangan lain yang dimiliki KI Riau yaitu menyelesaikan sengketa informasi.

Dalam pasal 35 ayat 1 UU KIP, sengketa Informasi publik jika badan publik menolak memberikan informasi, tidak menyediakan dan mengumumkan informasi yang seharusnya disediakan dan diumumkan. Tidak menanggapi dan memenuhi permintaan pemohon, tidak memberikan informasi publik sesuai permintaan, mengenakan biaya tidak wajar atas pemberian salinan informasi dan melebihi batas waktu.

Badan hukum atau perorangan yang merasa dirugikan dapat mengadukan badan publik ke KI setiap provinsi. Nantinya, KI akan menyidangkan kasus sengketa informasi publik tersebut.

Mahyudin paparkan data penanganan sengketa informasi publik kurun waktu 2013 hingga 2016.  Tahun 2013, ada 7 badan hukum yang mengajukan sengketa  dan perorangan 1 dengan putusan batal 1 kasus. Tahun berikutnya, terjadi peningkatan kasus yang ditangani KI. Ada 18 badan hukum dan 12 perorangan dengan putusan gugur 2 kasus.

Tertinggi pada 2015, ada 2 badan hukum, 46 perorangan dan 12 kelompok perorangan. Putusannya batal 14 dan gugur 7 kasus. “Terjadi peningkatan perorangan yang ingin mendapatkan haknya,” kata Mahyudin.

Untuk tahun ini ada 25 badan hukum dan 25 perorangan. Sementara yang sudah diputus batal 4 dan gugur 2 kasus. Putusan batal berarti pemohon tidak melengkapi bukti surat keberatan beserta tanda terima dari badan publik. Sedangkan putusan gugur, salah satu pihak atau keduanya tidak hadir di persidangan.

Mahyudin lanjutkan, sengketa informasi yang masuk 40% kasus pengguna anggaran, dokumen kontrak 20%, laporan keuangan 30%, kegiatan dan rencana kegiatan badan publik 10% dan tidak ada kasus tentang kebijakan badan publik. *Eko Permadi