Bincang-Bincang Peringati Hari Teater Sedunia

Ada yang berbeda di Kompleks Bandar Serai, Jumat (17/03). Ratusan muda-mudi pelaku seni berkumpul malam itu ditemani cahaya keemasan bohlam pijar bersumber dari Kedai Enkraf Yung Sungut. Jaringan Teater Riau atau JTR memperingati Hari Teater Dunia dengan diskusi yang mengusung tema Ruang Teater dan Lintang Pungkang Kesenian.

Hadirkan beberapa pembicara seperti Kepala Balai Bahasa Riau Toha Machsum, lalu Fedli dari Teater Selembayung. Kemudian ada Pay Lembang, seniman yang juga alumni Batra UNRI dan Rino Dezapaty dari komunitas Riau Rhytm.

“Selamat Hari Teater Dunia dan milad satu tahun dari Jaringan Teater Riau,” ujar Rian Harahap selaku ketua JTR dalam sambutannya.

Di awal Fedli mengeluhkan kurangnya ruang bagi seniman oleh pemerintah. Akibatnya banyak seniman memilih untuk melakukan pementasan di luar Riau. Banyak komunitas seni yang bangun ruang ekspresi, dibandingkan pemerintah. 

Dengan adanya ruang ini, Siti Salmah selaku moderator khawatirkan akan ada jarak antar komunitas seni di Riau. 

“Isi seniman di Riau tu hanyo itu-itu ajanyo,” pungkas Fedli tak permasalahkan perihal jarak antar komunitas itu. 

Kata Fedli, kampus jadi salah satu ruang kesenian di Riau. Harapannya mahasiswa akan lanjut sebagai penggiat seni. Tentu mereka diharapkan jadi agent of control. Dapat mengendalikan keadaan sosial yang ada disekitarnya.

Sebaliknya, Pay katakan mahasiswa masih belum bisa ambil peran tersebut, sebab masih pikirkan estetika dalam teater tanpa unsur agent of control

“Belum ada komunitas seni yang berani untuk menyuarakan keadilan dan turun kejalan,” pungkas Pay.

Apabila mahasiswa dalam kesenian tidak melulu berbicara tentang estetika dan tetap memasukkan kritikan pada penyimpangan yang ada. Maka, menurutnya, agent of control dapat dicapai.

Banyak permasalahan yang harus dihadapi pelaku seni di Riau. Selain kurangnya ruang ekspresi dari pemerintah, regenerasi yang putus akibat kondisi pandemi serta dana yang kurang untuk perhelatan.

“Dana kebudayaan itu kemana? Tidak ada program jelas,” keluh Rino.

Menanggapi hal ini, Toha Machsum berdalih bahwa ia  kurang paham. Alasannya karena baru dilantik pada Juni tahun lalu. Tapi ia berjanji untuk kedepannya lebih transparan dan teratur dalam pengelolaan keuangan.

“Pertemuan hari ini jangan sampai nguap, kami dari pihak tua akan selalu mendukung kalian (mahasiswa). Kami siap berdiskusi dan bersuara bersama,” tutup Siti Salmah dalam acara malam itu.

Diskusi ini membahas peranan pemerintah dalam bantuan kepada pelaku seni, serta posisi mahasiswa sebagai kontrol sosial dan lintang pungkang kesenian yang ada di Riau. Di akhir acara ditutup dengan penampilan teater oleh Milati Ramadhan.

Penulis: Afrila Yobi 

Editor: Najha Nabilla