Eni Maryani, Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran menjelaskan peluang media lokal di era digital. Kata Eni, dengan digitalisasi, media lokal dimungkinkan memiliki database digital. Hal ini terkait pengakses atau pengguna media lokal yang datanya tidak dapat diperoleh. Harapannya, Data tersebut dapat dijadikan rujukan dalam bisnis media terutama untuk memperoleh iklan.
“Media lokal juga dapat mengembangkan sistem produksi dan distribusi konten media yang lebih mudah dan cepat,” ucap Eni yang juga Dosen Universitas Padjajaran.
Selanjutnya, digitalisasi menawarkan pilihan siaran yang beragam untuk masyarakat. Sehingga akan memperketat persaingan dalam hal konten. “Konten lokal sulit bersaing dengan drama impor dan sinetron yang lebih digemari masyarakat.â€
Eni menilai, perlunya meningkatkan konten berita pada konten lokal. Alasannya, konten jenis ini sifatnya sangat kontekstual. Konten berita tidak bisa dikompetisikan atau dikomparasikan dengan berita di daerah lain.
“Misalnya, sebagus-bagusnya berita Jakarta tentang kemacetan di Kuningan, pasti orang Padang lebih senang menonton berita kemacetan di Kota Padang,” tambah Eni dalam webinar bertema Peluang Konten Lokal dan Stasiun Televisi Lokal dalam Migrasi Digital (25/2).
Serupa dengan Eni, Abdul Rokhim selaku Direktur Pemberitaan Jawa Televisi turut mengamini hal yang sama. Migrasi televisi analog ke digital menciptakan peluang sekaligus tantangan untuk masyarakat. Sebab, televisi digital akan memberikan peluang kualitas gambar yang lebih bersih. Selain itu, suaranya juga lebih jernih. Beragam tantangan yang harus dihadapai. Mulai dari persaingan dalam memproduksi konten. Pun kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Maka dari itu, diperlukan pelatihan agar SDM lebih terampil dan menguasai teknologi,” terangnya.
Singkat Abdul, peningkatan kualitas konten berita menjadi solusi bagi media lokal dalam bersaing dengan media nasional. Masyarakat akan lebih memilih menonton konten berita lokal karena mereka lebih tertarik dengan isu yang terjadi di lingkungannya.
Dengan beralihnya televisi analog ke digital, spektrum frekuensi radio di pita 700 Mega Hertz (MHz) nantinya dapat kita alokasikan untuk penanganan bencana, kepentingan pendidikan dan meningkatkan jumlah broadband demi akses internet yang lebih cepat. Hal tersebut disampaikan oleh Geryantika Kurnia selaku Direktur Penyiaran, Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Menurutnya, penghentian siaran analog akan membawa efisiensi dalam penggunaan pita frekuensi. Televisi analog ternyata banyak menghabiskan pita frekuensi sebanyak 328 MHz. melalui pemanfaatan teknologi digital untuk penyiaran televisi, diupayakan hanya akan memakan 176 MHz saja. Sisanya, digunakan untuk internet Broadband, sebesar 112 MHz
Merujuk pada Undang-Undang (UU) Cipta Kerja pasal 60 A ayat 2, migrasi televisi analog ke digital atau Analog Switch Off (ASO) harus diselesaikan paling lambat dua tahun sejak UU Cipta Kerja diberlakukan.
Di lain sisi, Nyoman Sugiarta selaku Pemimpin Redaksi Bali Televisi berpendapat, dalam mempersiapkan migrasi siaran analog ke digital, dibutuhkan anggaran besar untuk penyiaran infrastruktur dan penyewaan slot atau kanal. Padahal, di masa pandemi sekarang, ekonomi mengalami penurunan.
Ditambah lagi, sulitnya mencari iklan menjadi kendala besar, terkhusus bagi Bali Televisi. Sebabnya, banyak toko di Bali yang gulung tikar akibat pandemi.
“Saya harap penerapan ASO pada tahun 2022 dilaksanakan bertahap, harus melihat kondisi ekonomi kita ke depannya seperti apa,†tukas Nyoman.
Penulis: Agnes Theresa
Editor: Firlia Nouratama