Dahlan Dahi, katakan jurnalis adalah pekerjaan mengabdi kepada masyarakat. Dahlan, seorang  Chief Digital Official Kompas Gramedia. Ia salah satu pemateri di Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) yang diselenggarakan Penerbitan Kampus Identitas Universitas Hasanuddin.

Dahlan paparkan, seorang jurnalis harus memiliki bekal komitmen dan kompetensi. Komitmen yang dimaksud seperti disiplin, tanggung jawab, need for achievment dan independen. Sedangkan kompetensi terkaitkemampuan mencari, menulis dan melaporkan berita.

Dalam diri seorang jurnalis yang paling penting ialah komitmennya. “Sedangkan kemahiran menulis dapat dipelajari setahun atau dua tahun,”  kata Dahlan yang juga Alumni Identitas.

Seorang jurnalis dinilai tak berkomitmen bila melanggar kode etik jurnalistik. Semisal menerima amplop saat peliputan. Ini dikhawatirkan akan memengaruhi independensi wartawan itu sendiri.

Belajar menjadi seorang jurnalis perlu pelatihan psikologis juga. Agar produknya memang berlandaskan hati nurani. “Seharusnya ada ahli psikologi yang melatih,” kata Dahlan.

Hakikatnya jurnalis dididik menjadi insan yang paripurna. Bisa jadi apapun, mulai dari politisi sampai pengusaha. Selain itu Dahlan katakan bahwa pewarta ketika berangkat meliput, maka harus terlatih menolak bantuan yang melemahkan independensinya.

Selanjutnya pembahasan berpindah pada hal apa yang membedakan manusia dan simpanse. Dalam kajian ini dikenal relitas objektif dan realitas fiktif.

“Uang adalah realitas fiktif yang paling sukses,” tegasnya. Ia juga lanjutkan bahwa, bahkan lebih sukses dari kepercayaan terhadap Ketuhanan.

Simpanse tak mengenal istilah realitas fiktif. Ia hanya memahami yang dapat dilihatnya.Intinya simpanse tidak punya mimpi untuk masa depan anak cucunya. “Manusia yang tidak punya mimpi, ia seperti kera dalam genus Pan,” ucapnya.

Mohammad Final Daeng, pewarta media Kompas jadi penutur materi selanjutnya. Ia jelaskan mengenai bagaimana mengolah hasil penelitian menjadi berita. Tujuannya supaya bahasa ilmiah dalam tulisan hasil penelitian diolah dengan bahasa sederhana.

“Supaya tulisan dapat dikunyah semua orang,” kata Daeng.

Daeng awali dengan jelaskan ragam dari sains, ada sains murni dan sains terapan. Ilmu pengetahuan murni fokus pada teori untuk menemukan pengetahuan baru. Mengkaji hal ilementer. Biasanya sains murni gak langsung tahu manfaatnya.

Sedangkan ilmu pengetahuan terapan menaruh teori pada praktek. Tujuannya cari solusi atas masalah. Bedanya dengan sains murni,  sains terapan Ilmunya langsung dapat diaplikasikan.

Daeng juga jelaskan bagaimana menyaring hasil penelitian menjadi sebuah kabar berita. Katanya, hasil penelitian mesti dekat dengan kehidupan sehari-hari. Mengandung persoalan kehidupan manusia. Berdampak revolusioner dan kompetensi peneliti yang akan ditulis.

Dipenghujung materi, ia mengajari langkah-langkah menulis hasil penelitian supaya mudah dipahami. Pertama, penulis harus memahami isi penelitian. Jika tidak paham, maka cari tahu dari peneliti langsung. Gunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat awam.

Pelatihan ini diikuti 22 peserta dari berbagai Lembaga Pers Mahasiswa se-Indonesia. Mulai 24 Oktober hingga empat hari kedepan di Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Makassar.

Penulis : Raudatul Adawiyah Nasution

Editor : Dicky Pangindra