Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau adakan diskusi tentang masalah keterbukaan partai politik (Parpol) dalam hal anggaran, Senin (30/3). Berlangsung pukul 9 pagi hinggga 4 sore di Hotel Zaira Pekanbaru.
Menurut kajian Fitra, timnya sudah lakukan akses informasi pada parpol, sejak 3 Maret 2015 lalu. Namun hingga saat ini hanya beberapa saja yang menanggapi. Dan sebagian lagi sama sekali tidak respon surat dengan sangat beragam. Parpol mengatakan bahwa dokumen itu adalah rahasia partai.
Namun, pada undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dijelaskan bahwa parpol merupakan sebuah badan publik yang secara khusus diatur pada pasal 15. Ruang publik untuk melakukan pengawasan terhadap parpol cukup besar yang dimana diatur dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2011 tentang transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik.
Diskusi hadirkan Narasumber, Syaifudin Syukur—Akademisi atau Dosen Hukum Pasca Sarjana UIR, Suryadi—Praktisi Hukum atau Advokat LBH Pekanbaru, Nurhamin—Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RIAU, dan Mahyudin Yusdar—ketua Komisi Informasi Provinsi Riau.
Syaifudin katakan bahwa pengambilan solusi dari permasalahan ketidakterbukaan parpol adalah kerjasama antar pemerintah, parlemen, dan masyarakat sipil. Ia jelaskan peran pemerintah cukup berperan. Ia juga beri solusi skeptis untuk Indonesia, seperti pengembangan kerangka peraturan yang baik, adanya dukungan terhadap KPU dan masyarakat sipil, subsidi negara dan dukungan untuk pengembangan partai, pendidikan kewarganegaraan, dan tindakan internasional.
Mahyudin juga paparkan, menurutnya parpol harus umumkan di media massa atau pada publik tentang dana partai. Jika tidak, itu adalah sebuah perbuatan melawan hukum sesuai dengan UU nomor 2 tahun 2011 tentang parpol. “Informasi yang dikecualikan atau tidak dapat diakses ialah informasi yang bisa menghambat proses hukum kemudian mengganggu hak intelektual atau kekayaan dan bahayakan pertahan negara,†jelasnya.
Mahyudin tegaskan lagi, pembangkangan yang dilakukan parpol cukup banyak. Mulai dari tidak adanya tranparansi dalam keuangan, salah satu bentuk perbuatan melanggar hukum. Juga dana kampanye yang samar adalah efek dari tidak adanya sanksi tegas—menjerat dan menimbulkan efek jera.
Kemudian Ketua KPU sampaikan akibat dari ketidakterbukaan partai politik, maka sistem partai tidak beraturan dan berubah-ubah, dan ideologi yang tidak jelas. Dia jelaskan bahwa kewenangan KPU hanya mengawasi pada dana awal dan akhir kampanye tiap parpol dan hasil audit. “KPU tidak berwenang dalam isi laporan keuangan. Sumber dana partai biasanya dari pemilik usaha,†tukasnya.
Suryadi juga paparkan bahwa sedikit yang berani untuk mengeksekusinya. Menurutnya parpol adalah sebuah objek yang bisa diakses oleh publik. Jika tidak transparans maka akan disebut pelanggaran ketentuan yang dapat dibawa kedalam hukum pidana. “Jika persoalan ini dibawa kedalam pidana harus ada kejelasan hubungan hukum antara penggugat dan tergugat,†jelasnya. (*18)