Tubuhnya gemetar. Matanya merah sesekali menahan tangis. Dihadapan Rifqi Mulya Nauli Siregar— pendamping korban—, ia ceritakan bagaimana dirinya alami kekerasan seksual. Baik secara verbal sampai intimidasi kepadanya dan beberapa korban. Dengan kata lain, korban dari terduga pelaku lebih dari satu orang. 

Pertemuan ini bermula dari sebuah pesan masuk pada 12 September lalu. Seseorang mengirimkan tangkapan layar percakapan Whatsapp ke Rifqi.  Ia mendapatkan aduan dugaan kekerasan seksual oleh terduga pelaku Gubernur Mahasiswa  BEM FISIP UNRI berinisial GAA. Pesan dikirimkan langsung dari korban langsung hari itu. 

Tak tinggal diam, tiga hari setelah Rifqi meyakinkan korban untuk bercerita lebih lengkap, mereka bertemu. Korban sampaikan bagaimana ia dipaksa untuk melakukan aktivitas seksual. 

Terduga pelaku mengawali tindakannya melalui pendekatan terlebih dahulu dengan korban. Setelah itu, obrolan ke arah seksual jadi topiknya. Tak jarang, terduga pelaku mengajak korban untuk berhubungan seksual. Jika korban menolak, terduga pelaku GAA akan terus menganggunya. 

Perbuatan itu membuat cemas beberapa korban. Mereka sangat takut dan cemas dengan keberadaan pelaku setiap saat. Jika setiap korban melihat ada tanda-tanda terduga pelaku GAA disekitarnya, korban secepatnya bergegas dari tempat tersebut. Akhirnya, mental mereka lemah dan butuhkan pendamping psikologis. 

“Dengar ceritanya, gemetar aku. Ndak sampai hati,” kata Rifqi.

Puncaknya, Rifqi dan beberapa korban sepakat untuk laporkan kejadian itu ke Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UNRI. Tertanggal 21 September, Rifqi, yang juga menjabat sebagai Wakil Gubernur Mahasiswa BEM FISIP UNRI berstatus jadi pelapor. Bukti yang diserahkan Rifqi berupa tangkapan layar percakapan di Whatsapp antara korban dan terduga pelaku. 

Rifqi bilang, ia dan korban sudah bertemu satgas pada 22 September lalu. Komposisi satgas yang hadir saat itu adalah mahasiswi. Seusainya, mahasiswa Hubungan Internasional ini resmi tanda tangani surat dari satgas selaku pelapor. Sejak hari itu, Rifqi juga ditetapkan jadi pendamping korban.

Masih dalam penuturan Rifqi, menurutnya satgas sepakat untuk angkat kasus ini. Laporan ini kemudian akan dilakukan pemeriksaan selama satu bulan. Buntutnya, jika terbukti benar, sanksi tak dapat dielakkan oleh terduga pelaku GAA.

Hal ini pun dibenarkan oleh Ketua Satgas PPKS UNRI Sri Endang Kornita. Melalui pesan singkat Whatsaap, Sri katakan bahwa laporan telah resmi diterima Kamis siang.

“Selanjutnya, akan dilakukan proses tahapan sebagaimana Permendikbud Ristek No 30 tahun 2021.” kata Endang.

Sementara itu, usai mencuat kasus tersebut ke sosial media, BM minta konfirmasi GAA. Saat dihubungi lewat telepon, ia tolak panggilan itu. Tak menyerah, nomor WhatsApp-nya jadi target selanjutnya. GAA jawab pesan itu. Katanya, ia belum bisa jawab sebab sedang ada rapat. Satu jam kemudian, ia tuliskan pernyataan mengenai dugaan pelecehan dan kekerasan seksual yang menimpanya. 

“Itu tidak sama sekali benar dan saya tidak melakukannya sama sekali. Saya juga tidak mengetahui siapa korban dan tindak kekerasan seksual apa yang saya perbuat. Kelembagaan pun tidak pernah mengadvokasi kasus ini sebelum mencuat ke publik,” tulis GAA Kamis (22/9).

Penulis : Novita Andrian

Editor: Denisa Nur Aulia