“Kata-kata adalah sesuatu yang membentuk hari ini. Sastra dan bahasa tak boleh dikatakan cuma. Itulah yang membentuk peradaban manusia,” ucap Boy Candra dalam acara UNRI’s Library Art and Book Fest. Dilaksanakan di pelataran perpustakaan Universitas Riau pada Rabu (6/9).
Rintik hujan hari itu tak menyurutkan langkah pengunjung untuk datang ke sana. Pasalnya, penulis buku Sebuah Usaha Melupakan itu yang jadi bintang tamunya. Tak sekadar datang, ia juga jadi pembicara pada dialog interaktif.
Boy Candra ceritakan tentang perjalanan karirnya sebagai penulis. Ia katakan alasannya menjadi penulis karena ingin punya kesempatan tidur pagi hingga siang. Ia bilang jika menekuni pekerjaan lain, maka harapannya tersebut tidak bisa terwujud. Terlepas dari itu, Boy punya tujuan mulia yaitu ingin menyampaikan ide-idenya pada
generasi yang akan mendatang.
“Gagasan itu harus kita tuliskan. Kalau kita berpikir ada sesuatu yang harus diwujudkan oleh manusia, berarti kita harus menuliskannya,” tutur Boy.
Boy juga paparkan bahwa gagasan yang ditulis akan lebih menarik jika dituliskan melalui cerita. “Kalau nggak ada gagasan yang dituliskan, kita enggak sampai kan hari ini,”
pungkasnya.
Jadi penulis sangat berat, kata dia. Setelah dua tahun memasuki dunia kepenulisan, penulis asal Sumatera Barat itu baru bisa menghasilkan uang.
Pembuka sesi diskusi, Arrahma wibatulsani jadi penanya pertama. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris tersebut tanyakan bagaimana langkah-langkah menjadi seorang penulis dan konsisten menjalankannya.
Boy timpali bahwa ada orang yang punya keinginan dan tujuan. Hal tersebut tergantung keinginan. Jadi penulis bukan cuma sekedar ingin. Tapi kalau punya tujuan, pasti akan memulai.
Dilanjutkan oleh Anisa Enjelina, mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tersebut tanyakan bagaimana jika tulisan yang dibuat tidak sesuai dengan target pasar.
Boy balas bahwa tak semua orang bisa dijangkau. Ia sebutkan bahwa segmen pasarnya yaitu usia 12 hingga 25 tahun. Bahasa kepenulisannya disesuaikan dengan usia tersebut. Diluar itu bukan kendalinya.
Mengakhiri sesi diskusi, Boy berharap kedepannya ia dapat berjumpa kembali dengan para pengunjung. Bukan sebagai pembicara dan pengunjung, akan tetapi sebagai sesama penulis.
“Saya mungkin ga akan nulis lagi kalau udah lewat 100 buku. Saya berharap, nanti kita bertemu bukan sebagai pembicara dan pengunjung. Mungkin kita bisa disatu panggung yang sama” tutupnya.
Penulis: Dinda Rizky Fantri Pasaribu dan Desi Angraini
Editor: Fitri Pilami