Orangtua saya pernah menolak proposal melanjutkan kuliah  ke Universitas Riau (UNRI) lantaran masalah Uang Kuliah Tunggal atau UKT. Yang saat itu dikenai 4,5 juta dengan rentang golongan lima. Kemudian, saya usahakan daftar beasiswa dan alhamdulillah lolos. Sampai kini semester 8, tak pernah membayar barang bernama UKT itu.

Namun, akhir-akhir ini sejak terbit Surat Edaran 15 Februari mengenai IPI atau Iuran Pengembangan Institusi (dibaca Uang Pangkal) pada 21 prodi membuatku resah, apalagi biayanya mahal sekali. Tidak sampai di situ, setelah menggali lebih dalam dalam pada sosialisasi Permendikbud No 2 tahun 2024 yang berisikan pengajuan usulan UKT dan IPI, nyatanya UNRI mengusulkan hal berbeda dengan jumlah dan nominal UKT yang benar-benar berbeda dengan Surat Edaran sebelumnya.

Di surat bernomor 6763 yang ditandatangani Rektor UNRI Sri Indarti berupa usulan Golongan UKT mulai dari 500 ribu sampai 38 Juta, udah bisa buat beli Mio Mirza 2 Buah kayaknya, dilanjutkan dengan IPI (dibaca Uang Pangkal) termurah 13 Juta-158 Juta, Mobil Avanza sudah dapat model baru.

Kebanyakan mahasiswa kita menolak kok, namun lebih banyak yang memilih diam sebab memang berurusan dengan penolakan UKT sama saja melawan rektor. Padahal kita juga yang bakal kena, tapi apakah pendapat kita pernah didengar rektor dulu sebelum membuat peraturan?

Rasanya kampus ini berasa “dari rektorat, untuk rektorat, dan oleh rektorat”. Padahal mahasiswa yang sepenuhnya terdampak dalam pengambilan keputusan yang sensitif begini, sedang rektor hanya meminta pendapat sampai ke wd 2 dalam menanyakan kesetujuan. Juga tidak dijelaskan kenapa surat edaran 21 prodi, tapi realitanya perubahan golongan UKT untuk hampir semua prodi. Rasanya Rektor hanya sedang berusaha menutupi sesuatu, apakah UNRI sedang kekurangan uang?

Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, Rektor sampaikan sebagai solusi bagi si miskin untuk menyanggupi biaya kuliah. Penyampaian rektor ini justru menyiratkan memang UKT UNRI ke depan akan mahal, sehingga si miskin tidak akan sanggup membayar.

Apakah semua mahasiswa dari keluarga si miskin bakal dapat? Dan jawabannya sudah jelas TIDAK. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan kaum menengah atau orangtuanya Pegawai Negeri Sipil (PNS). Patut diketahui banyak PNS bukan kalangan menengah juga. Apakah normal membayar 7-13 Juta (bahkan lebih) persemester sedang penghasilan perbulan keluarganya hanya 3-4 Juta. Maka kalangan menengah juga bingung melihat kebijakan ini. Ada apa dengan kebijakan yang terkesan buru-buru?

Subsidi silang, sejak kapan ada subsidi silang? Subsidi itu dari pemerintah ke masyarakat, bukan dari si kaya UKT tinggi ke si miskin UKT rendah. Menurut Sesdirjen Diktiristek Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Tjitjik Srie Tjahjandarie meluruskan bahwa mahasiswa yang membayar UKT kategori tinggi bukan untuk menyubsidi mahasiswa lain di UKT yang lebih rendah. Ketetapan UKT sebenarnya, kata Tjitjik berkaitan dengan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang merupakan unit cost pembiayaan pendidikan mahasiswa per tahun.

“Sehingga mahasiswa yang membayar UKT tertinggi bukan untuk menyubsidi silang mahasiswa dengan UKT yang lebih rendah. Akan tetapi mahasiswa yang mampu harus membayar UKT untuk membiayai kebutuhan pendidikannya secara penuh atau tidak disubsidi oleh pemerintah,” (Medcom, 2023)

Apakah bisa saya katakan alasan subsidi silang itu keliru dari yang disampaikan rektor lewat ‘Klarifikasi’ melalui Audiensi BEM UNRI dan Media Humas UNRI? Atau memang bu rektor tidak mengetahui bahwa si kaya tidak pernah membayarkan kepada  si miskin UKT?

Yang paling utama di masalah ini adalah Masalah UKT ini tidak secara langsung disampaikan informasi yang lengkap, sepenggal dalam surat edaran yang bahkan seperti tidak niat diedarkan. Sepenggal dari surat usulan UKT (12 golongan, dan 4 level IPI, dibaca uang pangkal) yang dicari sendiri oleh mahasiswa. Mengakibatkan ketidakjelasan kabar, bahkan saya duga informasi ini bakal ditahan h-hari sebelum secara formal diberitahukan kepada mahasiswa baru 2024.

Ada apa?

Apakah mau menutupi informasi biaya kuliah? Sehingga tetap bisa menjaring sebanyak mungkin ikan, supaya tangkapan lebih banyak? Ada apa dengan UNRI, apakah ada masalah urgent contohnya bangunan ADB misalnya yang pembangunannya telat dan seperti mau mangkrak, atau ada utang besar?

Sebab dalam pembangunan taman srikandi saja, anggaran yang digelontorkan tidak masuk akal (+1 M) dengan hasil seperti taman seharga 10 Juta. Sebab sirat terdengar juga bahwa Buruh kampus, entah itu pekerja administrasi, satpam ataupun cleaning service, peneliti bahkan dosen menerima pemotongan upah. Mengindikasikan masalah keuangan serius dalam badan Rektorat Universitas Riau.

Kadang mau mempertanyakan transparansi ataupun sekedar kemana uangnya? Maka jawaban rektorat seakan sudahlah urusi urusanmu sendiri, jangan ikut campur masalah orang dewasa. Memang dunia kalian penuh tipu muslihat, maladministrasi, hingga korupsi.

Namun itu juga akibat anak muda yang menginginkan perubahan dan perbaikan kalian terus bungkam mulutnya dengan ancaman sidang etik, drop out sampai dibawa ke jalur hukum. Apa bedanya kalian semua dengan seorang pejabat politik, punya telinga tapi tidak mau mendengar aspirasi, punya mulut tapi menyampaikan kebohongan, punya mata tapi tidak bisa melihat penderitaan orang lain, punya hati tapi tidak untuk menumbuhkan empati kepada sesamanya.

Suatu hari akan dikenal oleh Masyarakat Riau, di zaman Sri Indarti sebagai Rektor UNRI. Istilah baru bernama “No MONEY, NO UNREY”.

Penulis: Khariq Anhar (Mahasiswa Agroteknologi 2020)

*Rubrik opini, penulis bertanggung jawab atas keseluruhan isi. Bahana dibebaskan atas tuntutan apapun. Silakan kirim opini Anda ke email bahanaur@gmail.com