Cerita Panjang UKT UNRI hingga Dibatalkan

Selma Ismawati hampir mengubur mimpinya menjadi perawat, begitu ia mendapati golongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang cukup tinggi di kampus Universitas Riau atau UNRI. Mahasiswi baru 2024 Fakultas Keperawatan ini sampaikan bahwa ia mendapati golongan 6, dan harus membayar Rp 12.5 juta tiap semesternya.

Melihat kondisi keluarganya yang pas-pasan, Selma cukup terbebani harus mengeluarkan uang nominal jutaan dalam membayar UKT. Pendapatan di rumahnya hanya berasal dari ayahnya, dengan upah Rp 2.5 juta per bulan. Dan itu untuk memenuhi dua orang yang tengah berkuliah.

“Gak sesuai ya dengan penghasilan orang tua saya,” katanya.

Ia kemudian berangkat ke rektorat mengadukan hal ini, Selma minta diturunkan UKT-nya. Seperti yang disarankan para pimpinan UNRI, kalau keberatan dengan jumlah UKT maka bisa mengajukan revisi untuk penurunan.

Buah dari pengaduan itu, Selma akhirnya mendapati penurunan golongan. Dari tingkat 6 menjadi 5 dan harus membayar Rp 9.4 juta per semester.  Akan tetapi tetap saja, nominal itu masih tak sesuai dengan latar ekonominya. Ayahnya minta Selma mundur dari UNRI dan pindah ke kampus swasta, berharap lebih murah harganya.

Selma menangis lantaran cita-citanya menjadi perawat hampir raib. Sisi lain ia bilang tak ingin membebankan orang tuanya.

“Saat itu aku bingung, disatu sisi aku gak mau membebankan orang tuaku. Karena tak hanya UKT saja yang dipikirkan tapi juga uang kos, makan, dan lainnya. Aku nangis saat itu bingung harus gimana,” kata perempuan asal Kerumutan itu.

Terngiang masih olehnya keinginan dia bercita-cita ini ada sejak di bangku sekolah. Bergabung dengan organisasi Pramuka hingga Unit Kesehatan Sekolah (UKS) untuk melatih kesiapan menjadi bagian dari tenaga kesehatan.

Ditambah tujuan utamanya, Selma ingin merawat ayahnya yang beberapa kali masuk rumah sakit. Bagi perempuan ini, perawat adalah pekerjaan mulia yang harus digapainya. Untuk mempertahankan impiannya itu, Selma mencari pinjaman dari keluarganya. Ia juga rencanakan untuk mencari beasiswa.

Selma bukan satu-satunya mahasiswa UNRI 2024 yang hampir menyingkirkan impiannya untuk berkuliah. Ada Haura Fathiya, putri seorang pekerja kontrak di swasta dengan pendapatan Rp 4 juta per bulan.

Mahasiswa yang lulus Program Studi Manajemen Informasi ini dikenai UKT golongan 8, harus membayar Rp 14 juta tiap enam bulannya. Ia kemudian ikut revisi UKT yang kemudian mendapati penurunan menjadi golongan 4, membayar Rp 6.2 juta.

Tetap saja angka itu masih tinggi bagi Haura. Dengan pendapatan Rp 4 juta per bulan, ayahnya harus membayarkan uang kuliah untuk Haura dan kakaknya, yang dikenai Rp 6.4 juta. Belum lagi mesti membayar cicilan rumah, sebab hingga kini ia dan keluarganya masih menumpang di rumah sepupunya.

“Berarti orang tua saya harus mengumpulkan Rp 12.6 juta per semester, dengan hanya gaji 4 juta per bulan,” lirihnya.

Haura bilang itu baru untuk UKT kuliah. Belum termasuk dengan uang tempat tinggal, makan, dan kebutuhan kampus semacam uang tugas atau praktik.

Perjalanan Panjang Proses UKT UNRI

Pemberitaan mengenai UKT yang mengalami kenaikan kian santer dibicarakan. Tak hanya di UNRI, beberapa universitas lainnya juga mengalami hal serupa. Contoh saja pada provinsi tetangga, Universitas Sumatera Utara (USU) lalu melintasi pulau, terdapat Universitas Jendral Soedirman (UNSOED). Kenaikan ini direspon akan aksi demo oleh mahasiswa masing-masing universitas.

Setelah 26 April lalu UNSOED lakukan aksi demo, lalu USU pada 8 Mei ikut menggeruduk rektoratnya. Lalu UNRI ikut andil dalam demo pada 14 Mei. Tuntutan mereka tak jauh-jauh berkaitan dengan UKT yang kian mahal hingga jadi 12 golongan dan Iuran Pengembangan Institusi atau IPI yang meresahkan.

Ratusan mahasiswa dengan almamater biru langit itu padati gedung rektorat UNRI.  Akhirnya setelah berdiskusi, Pimpinan UNRI dengan massa demo menyepakati bahwasanya UKT yang sebelumnya 12 golongan menjadi maksimal 7 kecuali pada fakultas keperawatan dan kedokteran.

Satu minggu kemudian, UNRI berikan pernyataan mengenai UKT calon mahasiswa baru (camaba). Melalui Instagram @humasuniversitasriau merilis informasi berdasarkan Tim Verifikasi Bagian Keuangan Universitas Riau. Isinya mulai dari 1.894 camaba hanya 57 yang mengajukan keberatan akan UKT-nya (2%). Penurunan pun beragam, mulai dari 1 tingkat sampai 4 tingkat.

Melihat hal tersebut, Rialdy Menteri Hukum dan Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNRI, tak menyetujui hal itu.

“Kalau 2% mengajukan kembali dan tak mampu membayar saya setuju, tetapi kalau 2% yang mengajukan keberatan rasa nya ga, kami ada datanya kok, kami ada sekitar 800-an yang mengajukan keberatan tak mampu untuk membayar ukt-nya,” ujar dirinya.

Dirinya juga memaparkan bahwasannya BEM UNRI telah melakukan pendataan melalui google formulir. Hasilnya terdapat 854 camaba yang mengisi formulir tersebut. kendalanya beragam, mulai dari permasalahan akan website, hingga tak mampu membayar UKT.

Menurut Rialdy lagi, apabila UNRI katakan hanya 2% mahasiswa yang keberatan, hal tersebut merupakan kekeliruan. Sebab, data tersebut ialah camaba yang tak mampu melanjutkan kuliah dikarenakan beban UKT yang telah ditetapkan terlalu tinggi, bukan Camaba yang keberatan akan tarif UKT.

Rasa sedih pun tak terhindarkan dalam benak Rialdy. Disaat camaba yang hendak memperbaiki dan menaiki derajat martabat keluarga malah terbentur permasalahan UKT.

Hal yang serupa juga dirasakan oleh mahasiswa UNRI lainnya, Khariq Anhar.  Sebagai mahasiswa yang kerap menyuarakan suara mahasiswa, dirinya paham bagaimana keadaan camaba tersebut. Lalu mahasiswa Agroteknologi itu bersama teman-teman lainnya membuat sebuah pengaduan untuk camaba dimulai dari Jumat, 17 Mei.

Alhasil hingga hari terakhir pembayaran UKT pada Senin, 20 Mei. Dirinya mendapati terdapat 57 camaba yang mengisi google formulir yang dirinya sediakan.

“Bukan mahasiswa yang merasa UKT-nya ketinggian. Namun yang undur diri dan tak mau kuliah, itu dia. Dan itu kami dapat 57 orang,” ujar dirinya.

Atensi semakin tinggi, dihari terakhir pembayaran UKT, Khariq dan temannya lakukan langkah terakhir. Langsung membawa data tersebut menuju rektorat. Hermandra Wakil Rektor (WR) III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni jadi alamat tujuan.

Tak perlu lama, di hari yang sama. Dari 57 nama yang diusungkan oleh Khariq dan kawan-kawan. 46 nya berhasil diturunkan, sedangkan 11 nya lagi gagal. Bukan tanpa alasan, Khariq paparkan tak mengisi permohonan di website revisiukt.unr.ac.id jadi penyebabnya.

Penurunan tingkatan UKT pun beragam, mulai penurunan dari satu tingkat hingga empat tingkat. Pembagiannya dengan satu tingkat memiliki penurunan terbanyak dengan 24 orang, lalu disusul dua tingkat sebanyak 10 orang. setelahnya pada penurunan tiga tingkat didapati sebanyak 3 orang dan pada empat tingkat hanya seorang.

“Kami bersyukur, pada saat hari terakhir pembayaran [revisi] itu diproses. Karena itu termasuk aspirasi dari kawan-kawan mahasiswa,” ujar Khariq.

Kendati demikian, dirinya turut mempertanyakan postingan rilis oleh akun @humasuniversitasriau. Menurut pandangannya, pemostingan hal tersebut merupakan kesia-siaan. Alasannya, 57 orang yang diajukan berada diluar jalur revisi yang disediakan secara resmi oleh UNRI.

Melihat hal itu, Khariq diterpa akan berbagai pertanyaan dan kebingungan atas keputusan UNRI dalam menjadikan 57 camaba yang ia bawa jadi sampel tolak ukur. Sebab, menurut hematnya, UNRI haruslah memberitahukan mengenai data camaba lainnya yang keberatan.

Sebab, berdasarkan informasi yang dirinya dapatkan dari Biro Keuangan UNRI, Boy pada Jumat, 16 Mei lalu ada beratus mahasiswa yang mengajukan keberatan dalam pembayaran UKT.

“Namun kami sayangkan yang di postingan itu sendiri itu cenderung dilihat bahwa keberatan UKT hanya 2%, padahal dari data yang aku lihat di keuangan rektor danmas [dana masyarakat] itu lebih dari 400 [pengajuan],” jelas dirinya.

Tak hanya Khariq yang bantu perjuangan kenaikan UKT camaba. Ada pula Abdul Wahab Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNRI yang menyoroti revisi penurunan UKT. Ia beberapa kali mendampingi maba yang berkeluh mahalnya uang kuliah di UNRI. Baginya kesempatan yang diberikan kampus untuk pengajuan revisi tetap tak sesuai dengan penghasilan orang tua mahasiswa.

Wahab sebutkan ada 3 camaba yang tidak jadi mengundurkan diri. Ada di antara mahasiswa tersebut yang melakukan peminjaman online untuk membayar UKT. Dua camaba tersebut meminjam sebanyak 10 juta, “Pinjol tersebut resmi ada bukti dokumen dan data-datanya,” ucapnya.

Wahab juga mengapresiasi pihak kampus yang berikan akses penuh untuk menghubungi pimpinan UNRI. Terangnya tidak ada pembatasan bahkan Hermandra pun berikan nomornya untuk pengaduan dari mahasiswa.

“Untuk menghubungi pimpinan UNRI harus ada prosedur dan aturannya ya, namun tidak ada pembatasan,” ucapnya.

Dilain itu, ada juga Muhammad Rafi Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Ia bantu para maba yang kesulitan membayar UKT dengan melakukan aksi galang dana, turun ke jalan raya dan menarik simpati khalayak lewat online.

Terkumpul dana sebenar 500 ribu. Namun, menurutnya uang tersebut masih belum cukup dengan target awal yakni 248 juta. Katanya akan ada 50 camaba yang dibantu dalam biaya.

Ia pun sebutkan kriterianya yakni camaba yang mau mengundurkan diri dan tidak mampu membayar.

“Total semua UKT 248 juta, ya gimana lagi susah ngumpulin duit segitu dalam jumlah dekat,” ucapnya.

Pun tak hanya itu, Rafi dan teman-temannya mengupayakan juga untuk mencari dana melalui donatur, terkhususnya anggota dewan. “Alhamdulillah ada beberapa yang dapat, khususnya di Kuansing dan di Rohul, ” katanya.

Tanggapan Pihak Kampus

Hermandra membenarkan pertemuan dirinya bersama Khariq. “Sudah disikapi, sudah dilihat data itu semua, ada data itu yang diturunkan dua tingkat, ada satu tingkat, ada yang tiga tingkat,” jelasnya.

Hermandra jelaskan adanya kemungkinan lebih dari 57 mahasiswa yang merasa keberatan. Mengenai data yang diperoleh dari BEM UNRI terutama. Dirinya tak menampik adanya camaba yang hanya mengisi tautan pengaduan oleh lembaga universitas itu. Tetapi tak mengisi tautan resmi oleh UNRI sendiri.

Muasalnya sendiri, apabila ingin menurunkan UKT haruslah mengajukan permohonan revisi. Tenggat yang diberikan oleh UNRI sendiri dimulai dari tanggal 13 hingga 17 Mei.

Hermandra jelaskan bahwa proses revisi UKT melalui proses panjang. Rentetan pemeriksaan atas data-data yang diberikan jadi acuan. Nantinya, hal ini akan diperiksa oleh tim revisi UKT sendiri.

“Karena semua orang bisa mengatakan gak mampu,” pungkasnya.

Mengenai penurunan UKT ini tak menjadi permasalahan bagi Hermandra. Apabila camaba merasa terlalu mahal dapat mengajukan revisi. Tetapi dirinya tetap mengingatkan kembali bahwa adil dalam UKT haruslah berimbang.

Kehidupan seseorang taklah dapat disamakan. Begitu pula dengan UKT. Bagi dirinya apabila ada orang dengan kemampuan ekonomi lebih, harus pula dikenakan UKT yang lebih tinggi. Bukan menggunakan prinsip kesesatan adil. Dimana, yang lebih kaya tak boleh disamakan UKT-nya dengan yang kurang mampu.

“Kalau semua [UKT] 1 dan 2, tidak adil juga. Orang kaya disuruh [UKT] 1 juga tidak adil. Orang miskin disuruh [UKT] 7 juga tidak adil. Jadi ada lah hak untuk orang-orang yang kurang mampu,” ujar dirinya.

Tak hanya itu, dia turut mempertanyakan permintaan camaba yang mendapatkan UKT golongan 3 untuk menurunkan UKT-nya ke bawah. Pasalnya, UKT golongan 1 dan 2 hanyalah bagi mahasiswa miskin. Dan berdasarkan pemahamannya, mahasiswa yang memiliki UKT 1 dan 2 mempunyai berbagai kartu yang diterbitkan pemerintah bagi masyarakat tak mampu. Contoh saja seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP)

Terlebih dirinya mendapatkan fakta, bahwasannya saat Khariq membawa 57 nama camaba itu ditemukan tak memiliki berbagai kartu kurang mampu tetapi meminta diturunkan ke golongan 2.  Hal tersebut menjadi keganjilan tersendiri.

Sehingga, dirinya berharap agar kepada mahasiswa yang menyuarakan camaba mengenai UKT agar lebih selektif. “Tapi kan ini udah disampaikan ke mahasiswa jadi mahasiswa ini kan harus fair,” ujar dirinya.

Tak hanya itu, dia mengingatkan bahwa mahasiswa yang mendapatkan golongan 1 hingga 2 pada saat sekolah pasti akan mendapatkan KIP Sekolah. Dan bila berlanjut pada Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) pasti akan dapati KIP Kuliah. Sehingga, hal tersebut memperkuat keraguan dirinya. Tak yakin akan camaba tak mampu membayar berada di golongan 3 tetapi meminta turun ke golongan 1 dan 2.

Mengenai perbedaan data antara publikasi di akun Instagram Humas UNRI dan fakta di lapangan, Bahana telah meminta konfirmasi langsung kepada Biro Umum dan Keuangan yang menangani hal tersebut.

Terhitung sejak Rabu, 21 Mei lalu. Pihak yang bersangkutan telah mendapatkan soal-soal yang diajukan oleh Bahana. Hingga saat berita ini dinaikkan, konfirmasi pun masih belum diberikan kepada Bahana.

Informasi terkini, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) secara resmi mengeluarkan surat Nomor 0511/E/PR.07.04/2024 kepada Rektor PTN dan PTNBH terkait pembatalan kenaikan UKT dan IPI pada Senin 27 Mei lalu.

UNRI pun lakukan rilis terkait pembatalan kenaikan UKT itu. Terakhir, Pimpinan UNRI telah lakukan rapat teknis pada Selasa 28 Mei guna menindaklanjuti Surat Dirjen Diktiristek tersebut.

Penulis: Afrila Yobi, Arthania Sinurat, dan Desi Angraini

Editor: Fitri Pilami