“Kami datang bukan untuk jualan ya teman-teman, karena kami dilarang langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), gaboleh jualan ketika literasi,” tutur Esther Rahayu, Manajer Hubungan Masyarakat PT Akulaku Finance Indonesia pada seminar bertajuk Generasi Muda Sebagai Penggerak Ekonomi Digital Indonesia.
Kementerian Ekonomi Kreatif dan Inkubasi Badan Eksekutif Mahasiwa Universitas Riau (BEM Unri) adakan kolaborasi bersama PT. Akulaku Finance Indonesia di aula Siak Sri Indrapura Rektorat UNRI, pada Rabu (29/5) lalu.
Muhammad Ravi, Presiden Mahasiswa (Presma) BEM Unri awali kegiatan. Ia sampaikan kolaborasi dengan Akulaku sebagai kegiatan positif bagi mahasiswa, pun kegiatan ini usaha untuk belajar keuangan.
“Literasi digital keuangan Indonesia masih 30 sampai 40 persen, maka dari itu kita coba belajar,” ujarnya.
Sejalan dengan Ravi, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan UNRI Hermandra ingatkan mahasiswa untuk berhati-hati memanfaatkan informasi dan teknologi khususnya bidang keuangan.
“Maka perlu kegiatan yang ditaja BEM ini, bagaimana kita bisa memahamai konsep keuangan,” ujarnya.
Seminar kolaborasi ini hadirkan dua narasumber yaitu Rinjani Indah Lestari sebagai Senior Legal Manager Akulaku dan Julita selaku Coordinator of Career and Entrepreneurship UNRI.
Memasuki materi, Rinjani jelaskan keterkaitan ekonomi digital dan penggunaan internet. Ia sampaikan data sekitar 75,94 persen masyarakat Indonesia sudah menggunakan dan mengetahui internet. Tambahnya, teknologi internet berperan penting untuk ekonomi digital.
Hal itu bukan tanpa sebab, ekonomi digital berhasil sumbang 82 Miliar Dollar bagi perekonomian Indonesia pada tahun 2023.
Namun Rinjani jelaskan tantangannya sebagai perusahaan penyedia jasa keuangan. Berdasarkan survey OJK dari 85,1 persen masyarakat indonesia pengguna layanan keuangan, hanya 49,68 persen yang mengerti apa produk keuangan yang mereka gunakan.
Juga ia jelaskan produk Akulaku yaitu Paylater yang hadir untuk membantu masyarakat penuhi kebutuhan.
“Kami hadir untuk memudahkan layanan masyarakat, sepanjang produk layanan keuangan tadi digunakan dengan bijak,” ucap Rinjani.
Julita, yang juga menjadi pemateri dalam seminar tersebut turut memberikan materi tentang literasi keuangan.
Ia bahas perihal rendahnya literasi keuangan di Indonesia, Julita sampaikan Riau harus berbangga diri karena menempati urutan ke satu sebagai provinsi dengan literasi keuangan yang baik, yaitu sebesar 67%.
“Di provinsi Riau sendiri, kita nomor 1, literasinya 67%,” ucap Julita.
Lebih lanjut, Dosen Akuntansi itu jelaskan tentang teknologi informasi dan komunikasi. Bahas soal perkembangan software dan hardware, ekonomi digital, serta financial technology (fintech), dan e-commerce.
Singgung soal paylater, Julita bilang bahwa generasi muda banyak yang terjerat pinjaman online (pinjol). Ia katakan, bahwa literasi keuangan bukan hanya tentang pengetahuan tetapi juga perihal sikap keuangan.
Soal financial technology (fintech), Julita sampaikan juga dampak positif dan negatif. Ia bilang dengan adanya teknologi, inklusi terhadap akses keuangan jadi luar biasa. Sementara itu, dampak negatif ia sebut bergantung pada pribadi masing-masing.
“Kalau tidak memiliki literasi yang akhirnya terjebak pada spekulasi,” jelasnya.
Di penghujung talkshow, Julita sampaikan bahwa masyarakat dapat memberikan keputusan yang tepat dengan sumber daya keuangan yang dimiliki.
“Untuk generasi muda jangan pernah berhenti belajar, sebarkan informasi yang baik,” ujarnya di penutup talkshow.
Menanggapi soal pro dan kontra seminar kolaborasi ini, Ravi mengatakan bahwa dalam suatu agenda pasti ada yang pro dan kontra. Namun, ia katakan bahwa BEM sendiri akan ikhtiar dan semaksimal mungkin memberikan program-program yang bermanfaat bagi seluruh mahasiswa.
“Kita ikhtiarkan semaksimal mungkin bermanfaat bagi seluruh mahasiswa,” ujarnya.
Terkait kenapa harus Akulaku, Ravi bilang mereka sudah melakukan komunikasi dengan OJK perihal agenda literasi keuangan. Pun OJK rekomendasikan Akulaku di awal Mei, setelah surat izin Akulaku dikembalikan oleh OJK karena sempat diambil sebelumnya.
“Namun, OJK memunculkan rekomendasi kepada Akulaku,” jelas Ravi.
Lanjutnya, ia bilang sudah mendiskusikan pembahasan tersebut bersama-sama.
“Itu sudah kita diskusikan bersama pokok pembahasan yang sudah dibawa itu ada ToR nya ada garis-garis haluan,” ujarnya.
Walaupun ditengah pro dan kontra, Ravi tetap laksanakan Seminar ini.
“Tidak masalah bagaimana pandangan teman-teman semua, yang penting inti dari yang kita inginkan adalah pokok pembahasan fokus pada seminar literasi keuangan digital yang tentu hari ini kita sebagai mahasiswa butuh pemahaman dan pembelajaran dan praktek langsung,” jelasnya.
Berbeda dengan Ravi, Muhammad Rafi Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam justru kontra dengan kegiatan ini. Menurutnya pelaksanaan seminar oleh Akulaku cukup meresahkan mahasiswa. Sebab, sama dengan mengkampanyekan pinjol, lewat iklan-iklannya yang memasang barang-barang hedon.
“Iklannya menyuruh beli barang hedon seperti tas, jam, dan lainnya,” tuturnya.
Walaupun pihak Akulaku sebut cicilannya murah dan rendah, namun menurut Rafi tetap saja akan menjerat mahasiswa. Mengikuti gaya hidup yang tidak sesuai kemampuan akan menyebabkan stres bagi diri sendiri bahkan kata Rafi berakhir bunuh diri.
“Bunganya bertambah dan akhirnya pinjamannya yang tadinya 12 juta menjadi 14 juta, dengan cara meminjam otomatis kredit,” jelas mahasiswa angkatan 2019 ini.
Menurutnya BEM UNRI bisa mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Bank Indonesia yang paham tentang perbankan dan manajemen keuangan mahasiswa.
“Belajar keuangan tapi kok pinjol yang jelasin tentang paylater, kredit dan lainnya. Malahan mengedukasi mahasiswa untuk meminjam uang,” pungkasnya.
Harapanya, BEM UNRI bisa mengkaji lebih ulang tentang bahaya pinjol dan lebih memperhatikan kolaborasinya.
Selanjutnya, Rafi katakan ia bersama temannya akan menyuarakan penolakan ini lewat WhatsApp dan media sosial.
“Lewat WA dan media sosial kami akan menyuarakan bahaya dari pinjol ini,” ucapnya.
Fitri Justi Zuliami Mahasiswa Pendidikan Fisika setuju dengan pendapat Rafi. Menurutnya BEM UNRI perlu memperhatikan aspek kolaborasi tempat ranahnya mahasiswa. Perlu memperhatikan reaksi mahasiswa dan diskusi terlebih dahulu dengan jajaran himpunan dan kelembagaan.
Menurutnya penggunaan aplikasi Akulaku bukan saran yang tepat. Awalnya menawarkan pinjaman kepada masyarakat khususnya mahasiswa namun jangka panjang akan sangat berbahaya. Ia pun ceritakan Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bunuh diri pada 2022 karena ditagih Akulaku. Ini hanya satu kasus dari banyak kasus yang tidak diketahui.
“Bagi orang yang awam tidak tahu Akulaku asal pencet dan download aja karena butuh dana, bunga yang ada pada Akulaku ini jika tidak dibayar mengalami peningkatan yang makin tinggi makin ga masuk di akal,” jelasnya.
Meskipun meminjam dana di Akulaku aman dan diawasi OJK namun melansir dari kumparan jika tidak membayar tagihan Akulaku akan berisiko. Yakni dikenakan denda telat pembayaran, kredit skor akan menurun, diproses ke jalur hukum, masuk ke daftar hitam, dan debt collector akan datang ke rumah.
Walaupun dari pihak Akulaku ungkapkan tidak ada promosi saat seminar namun menurut Fitri itu hanyalah cara bernarasi. Faktanya kata Fitri adanya promosi pengenalan Akulaku dalam seminar tersebut.
Ia pun berharap BEM UNRI lebih bijak lagi dalam mengundang narasumbernya.
“Mari sama-sama kita kawal untuk [BEM UNRI] tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk kedepannya,” tutupnya.
Penulis: Arthania Sinurat, Fitriana Anggraini, dan Sakinah Wirda Tuljannah
Editor: Rehan Oktra Halim