Koalisi Masyarakat Riau sampaikan pernyataan sikap di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau, Kamis (22/8). Terhadap Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merevisi Undang-Undang (UU) Pilkada, menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Koalisi Masyarakat Riau bersikap tegas, menolak revisi putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024. Seharusnya DPR menghormati MK yang keputusannya bersifat final dan mengikat.
Koalisi Masyarakat Riau menyampaikan adanya indikasi pemerintah Jokowi yang mencoba merusak amanat konstitusi Republik Indonesia. Terlihat dari tindakan yang pemerintah dan DPR RI demi kepentingan dinasti di Pilkada 2024.
Koalisi Masyarakat Riau juga menyebut bahwa Revisi UU Pilkada merupakan satu dari sekian banyak kebijakan yang ngebut dan ugal-ugalan. Maka mereka sepakat mengecam tindakan pemerintah dan DPR RI.
Tampak Perempuan berpakaian kurung melayu berwarna khas biru laut itu menyampaikan pernyataan sikapnya. Perempuan itu adalah Izmi, mahasiswa Hukum Universitas Padjadjaran.
Ketua Komisi V DPRD Riau, Robin P. Hutagalung mengatakan bahwa Reformasi pada saat ini tidak terlepas dari tindakan pada tahun 1998. Dia juga mengungkapkan akan menyampaikan apa yang ada pada surat tuntutan.
“Perlu kita kawal demokrasi dan konstitusi terjaga agar tidak ada yang mencabiknya,” ungkapnya. Dia juga akan mendesak pimpinan untuk menindak lanjuti permasalahan ini.
Selain itu Hardianto selaku Wakil Ketua III DPRD Riau mengatakan bahwa persoalannya ada di Jakarta. “Kami sebagai wakil rakyat sudah bersurat untuk menyampaikan keresahan dari sini,” tutupnya.
Setelah melakukan pernyataan sikap di depan Gedung DPRD. Massa berlanjut ke Tugu Perjuangan, Jalan Diponegoro, depan kediaman Gubernur Riau. Payung-payung hitam terbuka, barisan orang memakai setelan gelap. Beberapa memegang poster hitam bertuliskan Dinasti No, Demokrasi Yes; #KawalPilkada; Kawal Putusan MK; Terus Berisik; dan masih banyak lagi.
Partisipan demi partisipan menyampaikan orasinya. Mahasiswa Unri, Khariq Anhar, jadi moderatornya. Selain orasi, aksi juga bernyayi bersama. Dari Lagu Indonesia Pusaka, hingga Darah Juang.
Mereka menuntut tindakan kriminalisasi dan pelanggaran yang dilakukan oleh Wakil Rakyat, salah satunya Rancangan Undang-Undang (RUU) tanah adat.
“ RUU tanah adat mereka tidak ada gerak sama sekali, juga diam,” teriak salah satu anggota aksi.
Untuk membakar semangat massa aksi, orator pun lemparkan pertanyaan. “Kalian mau 10 tahun kedepan negeri ini dipimpin oleh Jan Ethes?!”
Kata “tidak” pun bergemuruh menjadi jawaban massa aksi.
Antusias para pejuang Kamisan dapat terlihat dari banyaknya orator yang ikut andil menyampaikan orasi dan membaca puisi. Beberapa peserta aksi yang turut bergabung dalam Kamisan berharap bahwa pihak-pihak yang terlibat politik dinasti sadar bahwasanya negara Indonesia bukanlah milik mereka.
“Harapannya sadar kalau negara ini bukan negara bapaknya dan negara keluarganya,” ujar Resca Oktavia, peserta Aksi Kamisan. Lebih lanjut, perempuan itu juga menambahkan bahwa mahasiswa jangan bersikap apatis terhadap masalah ini.
Kepala Bagian Riset dan Kaderisasi Lembaga Badan Hukum (LBH) Pekanbaru, Wilton Amos Panggabean, menutup aksi kamisan. Dia membaca janji demokrasi, massa pun mengikutinya.
“Kami rakyat Riau, ingin melawan politik dinasti! Hancurkan kroni-kroni Jokowi! Hentikan pembakangan konstitusi! Hentikan pengkhinatan demokrasi!”
Penulis: Fitriana Anggraini dan Lisa Atika Putri
Editor : Rehan Oktra Halim