Saat ini, siapa yang tidak mengenal K-Pop? Rasanya istilah ini sudah akrab di telinga kita. Menemukan penggemar K-Pop di sekitar kita pun menjadi hal yang sangat mudah.
K-Pop atau Korean Pop adalah genre musik pop yang berasal dari Korea Selatan dan mulai merambat masuk ke Indonesia sejak tahun 2000-an. Penggemar K-Pop hadir dalam berbagai bentuk. Ada yang mengidolakan girl group, boy group, hingga solois. Tentunya fenomena K-Pop ini tidak bisa dipungkiri kepopulerannya.
Di negara asalnya sendiri makin banyak orang, terutama remaja, yang tertarik untuk masuk ke dunia ini. Bahkan banyak orang tua yang dengan antusias mendukung langkah anak-anak mereka untuk berkecimpung di dalamnya.
Menjadi seorang artis K-Pop, atau yang lebih dikenal sebagai Idol K-Pop, membutuhkan dedikasi dan latihan yang tak mudah. Persyaratan yang harus terpenuhi cukup ketat. Mulai dari kemampuan menyanyi, menari, hingga penampilan yang sesuai dengan standar industri.
Selain itu, usia untuk memulai proses latihan, yang biasa disebut sebagai trainee, juga sangat muda. Sering kali mulai trainee sejak remaja atau bahkan anak-anak. Membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum seseorang bisa debut sebagai idol.
Tak jarang agensi hiburan di Korea Selatan mendebutkan artis mereka di usia yang sangat muda. Umumnya, usia debut para idol berkisar antara 16 hingga 19 tahun. Namun tidak sedikit yang debut lebih muda dari itu.
Contohnya adalah Chiquita dari girl group BabyMonster. Gadis yang berasal dari Thailand itu debut di usia 14 tahun pada November 2023. Bahkan ada Seowon dari girl group UNIS yang melakukan debut di usia yang baru 13 tahun pada Maret tahun ini. Sayangnya hal ini sudah berlangsung cukup lama.
Jika mereka sudah debut di usia kisaran 16 sampai 19 tahun, berarti usia saat mereka trainee pasti jauh lebih muda lagi. Oleh karena itu, penulis sangat menyayangkan hal tersebut.
Penulis tak setuju dengan konsep mendebutkan artis di bawah umur. Hal ini sangat beresiko. Berikut beberapa alasan mengapa hal ini kurang tepat menurut penulis.
Pertama, idol-idol yang debut di usia belia bisa kehilangan kesempatan untuk bersosialisasi dengan anak sebayanya. Hal ini dikarenakan jam kerja yang menuntut mereka untuk bekerja setiap harinya.
Alasan kedua adalah mental para idol yang masih belum stabil. Para pembenci (haters) biasanya kerap mencari-cari kesalahan. Tekanan ini sangat berisiko bagi kesehatan mental mereka, terutama karena tuntutan untuk selalu terlihat sempurna di mata publik. Menghadapi kritik keras di usia belia bisa berdampak negatif pada perkembangan psikologis mereka.
Konsep yang tak sesuai menjadi alasan terakhir. Saat ini, cukup banyak K-Pop Group yang diberikan konsep yang tidak sesuai dengan umur mereka.
Alasan terakhir adalah konsep yang tidak sesuai dengan usia para idol. Saat ini, kita bisa melihat cukup banyak grup K-Pop yang diberikan konsep atau citra yang tidak sejalan dengan usia mereka yang masih sangat muda. Beberapa grup membawa konsep yang dewasa, baik dari segi penampilan, gaya berpakaian, maupun koreografi.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa konsep-konsep ini dapat mengekspos para idol muda pada tekanan yang lebih besar, baik dari segi psikologis maupun sosial. Idol-idol yang baru menginjak usia remaja mungkin belum sepenuhnya siap menghadapi citra atau ekspektasi yang dewasa.
Sebagai tambahan, banyak yang mengkritik bahwa konsep-konsep ini bisa mempengaruhi persepsi penggemar. Terutama penggemar yang juga berada di usia muda, sehingga memberikan pandangan yang tidak sehat tentang standar kecantikan dan perilaku dalam kehidupan nyata. Dalam jangka panjang, agensi perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan ini.
Kesimpulan dari penulis yaitu agensi-agensi hiburan di sana bisa mempertimbangkan untuk tidak mendebutkan Idol-idol K-Pop di usia yang masih belum cukup.
Penulis: Sandriana Dewi (Mahasiswa Sistem Informasi 2023)
*Rubrik opini, penulis bertanggung jawab atas keseluruhan isi. Bahana dibebaskan atas tuntutan apapun. Silakan kirim opini Anda ke email bahanaur@gmail.com