Sudah lama sejak peperangan untuk mendapatkan cawan suci terlewatkan. Hingga saatnya, sejarah terulang kembali. Semua yang mengetahui hal itu sudah bersedia untuk mengambilnya melalui peperangan. Membuat kontrak pada pahlawan suci, bekerja sama mendapatkan benda itu. Cawan suci dikatakan dapat mengabulkan seluruh permintaan. Tak banyak yang tahu soal cawan suci ini. Malam hari yang tenang, di dalam sebuah gereja di penuhi banyak lilin yang berdiri menyinari ruangan.
Seorang pria melakukan ritual pemanggilan pahlawan suci di sebuah gudang lama, tepatnya di bawah bangunan gereja. Setelah membuat kontrak, maka terdapat istilah baru, pahlawan yang menyetujui kontrak disebut Servant dan orang yang terikat dengan servant disebut sebagai Master. Setiap Servant memiliki kelas yang berbeda, yaitu Saber, Archer, Lancer, Rider, Caster, Assassin, Berseker, Ruler, Avenger, Alter Ego, Foreigner, Shilder, Grand, Pretender, Watcher, Moon Cancer, dan Beast.
Seorang Master muda bernama Ren, yang memiliki sifat sangat ambisius dan haus akan kemenangan. Dia memiliki darah penyihir terpandang dan selalu ingin pembuktian dirinya. Ren sudah melakukan kontrak dengan Servant yang terkenal licik dan karismatik, dikenal sebagai Merlin si Ilusionis. Servant ini berasal dari empat perpaduan kelas, yaitu kelas Grand Assasin dan Moon Cancer Claster, sehingga bisa dikatakan langka. Dengan kemampuannya dalam penyamaran dan tipu daya, menunjukkan kecenderungan untuk memanipulasi situasi. Ren menjelaskan kepada Merlin tentang tujuannya untuk memenangkan Cawan. Merlin mengamati Ren dengan ekspresi geli atau penuh perhitungan.
Di tengah peperangan, para Master lain bersama Servantnya mulai mengincar satu sama lain, termasuk Ren dengan servantnya sedang diincar. Merlin mulai menggunakan tipu daya dan ilusi untuk menghindari pertarungan langsung. Membuat Ren sedikit memenangkan pertempuran kecil, tanpa benar-benar bertarung. Ini sengaja dilakukan, agar menjauhkan mereka dari ancaman tertentu atau justru memancing konflik yang salah. Ren mulai merasa sangat terbantu karena Merlin, tetapi juga sedikit curiga. Ia mulai merasa ada sesuatu yang aneh. Servant-nya selalu bertindak sendiri, menyampaikan informasi yang tak konsisten, atau bahkan menghilang tanpa jejak sejak awal pembuatan kontrak.
Ren mulai kabur dari pertarungan untuk menemukan Merlin, sambil berpikir keras atas tindakannya tersebut. Dia berspekulasi, bahwa Merlin mungkin saja telah berbohong atau memanipulasi situasi untuk tujuan yang berbeda dari memenangkan Cawan, bisa jadi Merlin ini sedang mencari artefak tertentu, adanya menjalin kontrak rahasia, atau bahkan menyabotase ritual Cawan. Selagi dalam perjalanan, Merlin secara tidak sengaja berpas-pasan dengan Ren. Ren tanpa pikir panjang, terpaksa memberhentikan Merlin dengan mantra kontrak. Mantra ini memakan banyak energi seorang Master jika dilakukan. Merlin yang berusaha kabur, terhenti akibat efek mantra kontrak berupa lumpuh dari Rin.
Ren memintanya untuk buka mulut, apa sebenarnya yang ingin Merlin lakukan. Bertanya-tanya mengapa dia selalu bertindak liar. Merlin mulai melakukan ilusi kepada Ren tentang sosok sejarah yang menderita akibat sebuah ‘keajaiban’ atau ‘berkah’ yang menyesatkan, dan dia percaya Cawan Suci akan melakukan hal serupa. Ren tersontak kaget, tujuan yang dilakukan Merlin sangat naif, yaitu menghancurkan Cawan atau menggagalkan perang itu sendiri. Terjadilah percekcokan mulut antara Master dan Servant, karena Ren merasa dikhianati. Merlin tetap mencoba menjelaskan motivasinya lebih lanjut, bermaksud mencoba yakinkan Rin untuk bekerja sama dengannya.
Ren diberi pilihan sulit, melanjutkan ambisinya dan melawan servant lain atau bekerja sama dengannya untuk tujuan yang lebih besar, meski itu berarti melepaskan impiannya untuk Cawan. Ia berpikir, apakah tujuan yang mustahil untuk diwujudkan bisa dilakukan. Merlin sekali lagi meyakinkannya bahwa jika Rin mau bekerja sama dengannya, itu pasti terwujudkan. Dengan ragu, Rin menyetujuinya. Lalu, Merlin menjelaskan secara lengkap untuk menghancurkan Cawan Suci, ini bisa melibatkan sabotase jalur mana, mengungkapkan kelemahan Cawan atau bahkan membalikkan Master lain satu sama lain.
Mereka kembali pada pertempuran tersebut. Dan meluncurkan rencana pertama mereka, dimulai menyabotase Mana para Servant dengan memberikan luka sedikit pada para Servant dan Master mereka. Merlin mulai melakukan penarikan Mana melalui darah para Servant. Lalu, menuangkan pada Cawan Suci Duplikat yang sudah disimpan lama sekali oleh Merlin. Para Master dan Servant melemah, lalu pingsan seketika kecuali Rin dan para Servant yang sedang menyaksikan sihir terlarang milik Merlin.
Merlin melakukan ilusi terhadap dirinya, dan meminum habis Mana itu. Cawan Suci menampakkan dirinya pada Merlin, karena tertarik oleh Mana melimpahnya. Tidak mau tertipu, Merlin pernah menyaksikan Cawan Suci selalu muncul, ketika terjadi pertumpahan darah habis-habisan. Karena darah merupakan bentuk mana itu sendiri bagi Cawan Suci.
Cawan Suci perlahan mendekati Merlin, Merlin dengan cepat membuat pola pentagram di badan benda itu, dan benda itu terdiam. Sambil memegang pisau Anathema (artinya kutukan atau sesuatu yang sangat dibenci atau pisau yang merupakan momok bagi semua pengguna sihir jahat) ke arah atas. Ia mengorbankan dirinya dengan Cawan Suci. Merlin tersenyum kepada Ren, dan sangat berterima kasih kepada Ren, jika saja Master-nya menolak, pertumpahan darah akan selalu terjadi. Ren sedih dan membalas senyuman Merlin, karena telah membawa Ren kepada pola pikir ketidakpastian bisa saja terjadi. Seluruh para Servant menghilang, juga dirinya perlahan menghilang.
Perang Cawan Suci berakhir. Cawan itu sendiri menjadi tidak berguna. Beberapa hari kemudian, Rin mengunjungi tempat peperangan sebelumnya di Malam hari, dan mengingat kembali masa-masa itu. Momen terpenting yang paling disyukuri bagi dirinya adalah Servant-nya memberikan pelajaran hidup bahwa kemenangan sejati tidak selalu berarti mendapatkan apa yang diinginkan, tetapi tentang melakukan hal yang benar. Ternyata, Merlin telah meninggalkan masternya dengan kebijaksanaan baru.
Penulis: M. Rafli Maulana