Teror Pabrik Gula, Hasrat Sang Maharatu Tuntut Manten Gula

Perfilman horor tanah air kembali diramaikan oleh garapan rumah produksi MD Pictures. Menghadirkan film yang diadaptasi dari utas media sosial X karya SimpleMan dengan judul Pabrik Gula. Film yang disutradarai oleh Awi Suryadi ini menceritakan tentang tujuh orang muda-mudi bersama puluhan warga dari berbagai desa yang bekerja di sebuah pabrik gula.

Kisah berawal dari muda-mudi yang berangkat menaiki truk angkutan untuk menjadi buruh musiman pabrik gula guna membantu musim penggilingan tebu yang akan segera dimulai. Mereka adalah Ersya Aurelia sebagai Endah, Arbani Yasiz sebagai Fadhil, Erika Carlina sebagai Naning, Bukie B. Mansyur sebagai Hendra, dan Wavi Zihan sebagai Wati.

Selain itu, beberapa nama juga turut mengisi film ini dengan peran yang semakin menambah alur yang lebih intens. Seperti Sadana Agung Sulistya sebagai Karno, Yono Bakrie sebagai Rono, Azela Putri sebagai Rani, Dewi Pakis sebagai Mbah Jinah, Budi Ros sebagai Mbah Samin, Vonny Anggraini sebagai Marni, Gilang Devialdy sebagai Eko, Hayati Azis sebagai Nyi Wilengi, Pratito Wibowo sebagai Dalboh.

Sejak awal, penonton dapat dengan mudah melihat kedekatan mereka bertujuh sebagai teman dari kampung yang sama. Ditambah hubungan Hendra dan Wati sebagai sepasang kekasih. Mereka memutuskan bekerja sebagai buruh guna mengumpulkan uang untuk menikah.

Latar tempat dan suasananya sangat menggambarkan kondisi kehidupan di lingkungan pabrik. Para buruh pria bekerja seharian di pos masing-masing. Mulai dari memanen tebu, mengumpulkan serta mengangkut hasil ke area pabrik, dan membongkar muatan. Sementara para buruh wanita mengisi bagian administrasi dan pos penjagaan dimana truk-truk pengangkut melaporkan muatan mereka.

Kengerian dari film ini baru dimulai setelah pabrik memasuki pukul sembilan malam. Ditandai dengan bunyi peluit uap, mengingatkan bahwa jam merah mulai berlaku di sekitar area mess tempat buruh bekerja.

Berbagai penampakan mulai muncul. Arwah pekerja pabrik dengan penampilan hitam gosong yang terjebak insiden kebakaran di salah satu gudang, arwah noni belanda, sesosok nenek berambut putih, dan pasien rumah sakit jiwa zaman penjajahan Belanda hadir menambah kesan angker pabrik itu.

Selain arwah-arwah yang disebutkan, terdapat juga kerajaan makhluk gaib yang dipimpin oleh “Maharatu” sebagai penguasa. Sang pemimpin menjadi fokus utama dalam film ini setelah banyaknya gangguan yang mereka terima beberapa hari sebelum proses penggilingan dilakukan.

Mbah samin, Mbah Jinah, Fadhil, bersama Endah harus menemukan pelaku pencuri barang berharga milik sang Maharatu. Mengakibatkan kerajaan gaib kembali menginginkan manusia sebagai tumbal persembahan yang disebut sebagai manten tebu, tradisi yang menggambarkan rasa syukur petani dan pemilik pabrik atas hasil panen.

Melalui kemasannya, Film Pabrik Gula mampu menyusun elemen kejutan dan horor berbalut komedi yang menghibur. Namun, tidak melupakan unsur ritual tanah Jawa yang sangat melekat seperti kuda lumping, pertunjukan wayang, dan tradisi manten tebu itu sendiri.

Baca juga Temukan Hangatnya Persahabatan dalam Jumbo

Film ini menurut saya masih memiliki beberapa kekurangan. Seperti timbulnya kebingungan karena alur yang kurang konsisten dan masih harus dijelaskan. Secara pengemasan, Film Pabrik Gula kurang membahas perihal para arwah pekerja pabrik yang mati terbakar dan menjadi arwah gentayangan.

Selain itu, kebingungan juga hadir ketika adegan pekerja pabrik yang kerasukan dan tertimpa batang tebu. Bagian ini tidak menjelaskan lebih lanjut tentang nasib dari pekerja bersangkutan.

Adegan berikutnya, penonton diperlihatkan ritual yang dipimpin oleh Mbah Samin dan Mbah Jinah menggunakan alunan gamelan yang dimainkan sekelompok pria dan mulai melakukan tarian kuda lumping. Beberapa penonton mungkin bertanya-tanya dari manakah kemunculan sekelompok pria yang membantu ritual ini.

Selain itu, film ini menayangkan dua versi yang dikelompokkan berdasarkan umur penonton. Versi pertama adalah versi yang tidak dipotong atau uncut, klasifikasi usianya untuk 21 ke atas karena terdapat adegan dewasa. Sedangkan versi yang dipotong bisa ditonton dari umur 13 ke atas. Kedua versi tidak jauh berbeda, hanya berbeda sekitar satu menit.

Terakhir, film ini benar-benar memukau dengan membawakan genre komedi dan horor dalam dua jam lebih penayangan. Memberikan penonton sedikit waktu untuk tertawa di tengah film tanpa mengganggu alur yang sedang tegang dan penuh kejutan menakutkan.

Film ini direkomendasikan untuk masuk daftar tontonan jika kamu menyukai kejutan menakutkan dengan sedikit bumbu komedi didalamnya. Namun, untuk seorang yang sangat memperhatikan plot atau alur, beberapa mungkin akan merasa kebingungan dan terus mempertanyakan beberapa hal yang terjadi selama film berlangsung.

Penulis: M. Rizky Fadillah
Editor: Wahyu Prayuda