Rossa Diah salah satu mahasiswa dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan menceritakan pengalamannya tentang metode pembelajaran kuliah dalam jaringan atau daring.
Metode ini dilakukan sesuai imbauan dalam surat edaran Rektor Universitas Riau (UNRI) tentang Antisipasi Pencegahan Penyebaran Covid-19 pada 15 Maret. Dalam surat tersebut ditulis bahwa perkuliahan tatap muka dilakukan dengan menggunakan platform online.
Oca—begitu panggilannya, merasa kurang nyaman akan hal ini karena tidak sesuai seperti yang dibayangkan. Ia beranggapan bahwa perkuliahan akan tetap seperti kelas biasa yang dialihkan secara daring.
“Tapi ternyata dosen cuma ngirim materi, absen, tanya-jawab dan ngasih tugas yang gak tanggung-tanggung. Ini sangat memberatkan mahasiswa.”
Selain itu ia mengeluhkan juga perihal kuota internet yang lebih cepat habis dari biasanya.
Diesa Ryan dari Fakultas Teknik juga merasakan hal yang sama. Ia katakan sebagian dosen tidak menjelaskan materi yang mereka kirim melalui aplikasi Classroom–Â aplikasi yang dipakai karena di jurusannya belum menggunakan Zoom untuk tatap muka.
“Kalau kami punya pertanyaan kadang kami tidak bisa bertanya, grup Whatsapp dibuat hanya untuk absensi. Absennya udah diisi tapi ilmunya tidak dapat.”
Praktikum juga tidak terlaksana dan bagi Diesa hal ini merugikan mahasiswa. Beberapa asisten labor memberi tugas membuat laporan, tanpa praktik. Sehingga referensi yang diambil merujuk bukan berdasarkan hasil pengamatan pribadi.
“Kalau praktiknya saja kami tidak tau, bagaimana cara kami mengaplikasikannya nanti. Rasanya rugi sekali mengingat Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang saya dapatkan juga mahal.”
Diesa hanya berharap agar dosen lebih aktif mengajar materi karena sesi tanya-jawab yang tidak sering dilakukan.
Pemahaman materi dan praktikum menjadi dua hal yang bisa dibilang wajib dalam pembelajaran, terutama untuk mahasiswa eksakta. Sehingga membutuhkan proses belajar yang intensif. Begitu kira-kira menurut Dino Yanuardi, salah satu mahasiswa dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Dino merasakan sajauh ini diskusi dalam perkuliahan daring tidak efektif. Kebanyakan mahasiswa tidak paham dengan penjelasan yang diberikan. Belum lagi tugas yang terasa begitu sulit, karena pertanyaan sering tidak sesuai dengan penjelasan sebelumnya.
“Tidak bisa fakultas seperti kami hanya diberi bahan bacaan, istilahnya walau dijelaskan di Classroom dan grup Whatsapp tidak membuat kami paham. Ini menyulitkan mahasiswa apalagi yang eksakta.”
Namun mahasiswa non-eksakta pun ternyata mengalami keberatan yang juga sama. Perihal tugas, materi dan UKT.
Arya Bayu Anggara, salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik katakan bahwa sistem kuliah daring lebih menekankan pada tugas-tugas. Hal ini membuatnya tidak leluasa bertanya. Padahal Ia mengharapkan interaksi dan bertukar ide dengan dosen, teman, juga senior.
“Rata-rata dosen hanya ngasih tugas dan menyuruh kami untuk mencari sendiri materi pembelajarannya.”
Menurut Arya beberapa pengajar juga mengaku kesulitan dengan internet yang lemah ketika melaksanakan tatap muka secara daring.
“Kalau diskusi via Classroom, komentarnya terbatas, bahkan dosen kalau dihubungi via Line atau Whatsapp lambat responnya.”
Ada cerita unik dari salah satu dosen Arya yang tidak mengadakan UTS Â tapi mengadakan donasi. Harapannya agar mahasiswa memberikan donasi yang nanti diserahkan ke lembaga-lembaga khusus.
“Saya sedikit menyayangkan karena secara teori kami tidak mendapatkan apa-apa, meskipun di satu sisi saya mendukung perlunya uluran tangan semua pihak di saat wabah seperti ini.”
Selain itu, Arya berharap agar wabah cepat berakhir sehingga perkuliahan kembali normal.
Aras Mulyadi selaku Rektor Universitas Riau mengeluarkan surat pada 27 Maret tentang Tindak Lanjut Pembelajaran Selama Masa Darurat Pandemi Covid-19.
Ada tujuh poin yang disampaikan. Dua diantaranya membahas tugas dan praktikum.
Pada poin ketiga tertulis Dosen diimbau untuk tidak memberikan tugas terlalu banyak kepada mahasiswa.
Kemudian poin keempat, Kegiatan praktikum atau sejenisnya ditangguhkan dan diganti dengan tugas yang pengaturannya diserahkan kepada fakultas/program studi masing-masing.
Kru mencoba melakukan konfirmasi mengenai hal ini kepada M Nur Mustafa selaku Wakil Rektor Bidang Akademik, namun diserahkan kepada Azhar Kasymi selaku Kepala Biro Akademis dan Kemahasiswaan.
Azhar mengatakan seharusnya proses pembelajaran kuliah daring mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.
“Dibuatkan SOP agar semuanya mengacu ke situ, kalau ada satu atau dua dosen yang tidak ikut aturan itu biasa terjadi.”
Dosen yang mengajar tidak sesuai jadwal, idealnya memang tidak dibenarkan. Tapi tentu bisa terjadi jika ada kesepakatan antara dosen dan mahasiswa. Bahkan dalam praktik kuliah tatap muka pun lumrah terjadi.
Melihat kondisi yang belum memungkinkan untuk melakukan kuliah seperti biasanya ia berpendapat bahwa dalam pelaksaannya sekarang memang harus dilakukan sesuai standar online.
“Kita tau namanya praktikum kan memang harus langsung, tapi karena ada wabah virus tidak mungkin diadakan. Kalau ada yang kurang puas, ya memang begitu saat ini.”
Muhammad Nasir seorang Dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan memiliki solusi sendiri mengenai pemberian materi dalam jaringan.
Alih-alih hanya memberi materi dan meminta mahasiswa membaca lalu membuat ringkasan, ia memilih merekam sebuah video mengajar. Tujuannya mempermudah mahasiswa mengulang penjelasan materi.
“Kalau pada kuliah konvensional kita cukup menyiapkan bahan kuliah dalam kelas. Sekarang meyiapkan bahan kuliah lalu dites, kalau sudah oke direkam dalam video, di-upload ke Youtube dan dibagikan ke mahasiswa.â€
Bagi Nasir, kuliah daring bisa efektif jika dosen memiliki strategi yang tepat dalam mengajar.
“Hanya perlu penyesuaian strategi, metode, taktik dan media yang sesuai. Di samping kemampuan dosen dan keterampilan mengajar yang mumpuni juga harus dimaksimalkan.â€
Selain itu, kuliah daring bagi Nasir juga mampu digunakan untuk pembelajaran karakter.
Beberapa mahasiswa ada yang berlaku tidak jujur. Seperti mengisi absen seolah mengikuti kelas, sudah melihat video dan mengirim tugas padahal ketika diperiksa namanya tidak ada. Atau mengaku tepat waktu padahal terlambat.
“Jadi perlu teknik, strategi, metode khusus untuk mengajar secara daring yang memang empat sampai lima kali lebih sulit dari kuliah konvensional,†lanjutnya.
Menurut Nasir, melaksanakan kuliah daring bukan sekadar melaksanakan tanggung jawab. Tapi bagaimana perwujudan tanggung jawab tadi dapat dilaksanakan sebaik dan semaksimal mungkin. Sehingga tercapai tujuan perkuliahan.
Meskipun merepotkan dan membutuhkan biaya lebih untuk akses data. Tidak dipungkiri ada dampak positif dari kuliah daring ini, salah satunya juga bisa dilakukan di manapun.
Adapula Resdati, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang mengatakan kuliah daring sejauh ini berjalan lancar. Ia dan mahasiswa menggunakan Classroom dan Whatsapp sebagai sarana pembelajaran.
Biasanya Resdati mengirim materi kuliah sehari sebelum jadwal yang ditentukan. Ketika hari perkuliahan dimulai, materi akan didiskusikan.
“Makanya sehari sebelum perkuliahan, materi dikirim ke grup untuk dibaca mahasiswa, karena kalau pada hari-H mana tau gak terkirim ke mahasiswa,” jelasnya.
Apabila ada mahasiswa yang belum paham, ia izinkan bertanya di luar jam perkuliahan. Juga untuk mahasiswa yang tidak memiliki laptop dan komputer, keringanan diberikan berupa pengerjaan tugas dengan tulis tangan.
Walau begitu, dosen FISIP ini mengaku lebih efektif mengadakan kuliah secara tatap muka karena menurutnya tingkat pemahaman dan kesiapan mahasiswa berbeda-beda. Selain kendala jaringan yang dialami. Sehingga ia anjurkan untuk memakai gmail student dari UNRI.
Pada 20 April lalu, UNRI sudah mengumumkan untuk memberikan bantuan paket data 50 ribu kepada seluruh mahasiswa aktif angkatan 2016 hingga 2019. Mahasiswa hanya diminta untuk melengkapi biodata di portal.unri.ac.id kemudian melakukan pendaftaran pada kolom Beasiswa dari 21 hingga 25 April.
Penulis : Firlia Nouratama dan Salsabila Diana
Editor: Ambar Alyanada