Kukerta Kerelawanan: Alternatif Pengabdian selama Pandemi Covid-19

Di tengah pandemi Covid-19 ini, Kuliah Kerja Nyata atau Kukerta tidak bisa dilaksanakan sebagaimana biasanya, sebab melibatkan banyak orang. Kukerta Kerelawanan merupakan Kukerta alternatif yang ditawarkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNRI selama pandemi. Pelaksanaan Kukerta ini akan berlangsung selama masa siaga atau darurat pandemi Covid-19.

Kukerta kerelawanan dibagi menjadi dua, yakni Kukerta Relawan Wabah Covid-19 dan Relawan Desa Lawan Covid-19. Berbeda dari tahun sebelumnya, kali ini mahasiswa yang telah mengambil 80 sks mata kuliah telah diperbolehkan mengikuti Kukerta.

Kukerta Relawan Wabah Covid-19 adalah pengabdian di mana mahasiswa bertindak sebagai relawan dengan bergabung ke lembaga kerelawanan untuk Covid-19. Lokasi pelaksanaannya sesuai dengan wilayah kerja Lembaga tersebut.

Mahasiswa dapat membentuk satu kelompok dengan maksimal tiga orang di dalamnya. Ketua kelompok dapat mendaftarkan kelompoknya pada google formulir http://bit.ly/kukertarelawancovid19. Program yang harus dijalankan tiap kelompok minimal tiga jenis, dengan satu luaran. Bisa juga melaksanakan satu program dengan membuat tiga luaran.

Luaran yang harus dipenuhi berupa publikasi di media massa, buku TTG dan mengunggah video di Youtube. Jika satu kelompok terdiri dari tiga orang, maka wajib menyelesaikan minimal dua luaran. Namun jika kurang dari tiga orang, hanya wajib menyelesaikan satu luaran saja.

Tiap kelompok wajib melaporkan pelaksanaan programnya. Beberapa bentuk laporannya yaitu laporan kegiatan, logbook yang dibuat dalam bentuk blog, daftar kehadiran, serta surat keterangan bahwa telah menyelesaikan misi kerelawanan. Dalam hal ini, lembaga kerelawanan yang bersangkutan bertindak sebagai pengawas lapangan.

Kukerta dikatakan selesai apabila telah mengikuti program sesuai juknis lembaga kerelawanan dan menyelesaikan laporan serta luaran.

Lalu ada Kukerta Relawan Desa Lawan Covid-19, yang pada prinsipnya mahasiswa tetap mengabdi sebagai relawan. Hanya saja, mahasiswa bergabung dengan Satgas di tingkat desa atau kecamatan. Untuk tingkat desa, maksimal jumlah anggotanya 5 orang. Sedangkan untuk tingkat kecamatan, jumlah anggota maksimalnya 10 orang. Ketua kelompok dapat mendaftarkan kelompoknya pada google formulir http://bit.ly/kukertarelawandesa.

Untuk program, pelaporan dan luarannya sama saja dengan Kukerta Relawan Wabah Covid-19. Yang sedikit membedakan adalah wilayah kerjanya, yakni di desa masing-masing. Kemudian, yang menjadi pengawas lapangannya adalah ketua satgas, baik Kepala Desa atau Camat. Kukerta ini bisa dikatakan selesai setelah mengikuti program sesuai juknis satgas penanggulangan wabah Covid-19.

Selama pelaksanaan Kukerta Kerelawanan, ditemukan beberapa kendala seperti kurangnya Dosen Pendamping Lapangan (DPL). Kurangnya pemahaman mahasiswa mengenai Kukerta ini juga menjadi kendala.

Jumlah DPL yang ada tidak seimbang dengan jumlah mahasiswa yang Kukerta. Akibatnya, DPL kewalahan dalam mengontrol pelaksanaan dan memeriksa luarannya. Ketimpangan ini membuat LPPM sempat menutup pendaftaran pada 18 Mei siang.

Pendaftaran kembali dibuka pada sore harinya. Pertimbangannya karena sudah banyak kelompok yang sudah dalam proses pendaftaran dan dikhawatirkan akan terjadi ledakan peserta Kukerta pada tahun 2021. Pendaftaran dibuka hingga Sabtu (30/5) Mei. Ini adalah gelombang keempat sekaligus gelombang terakhir dari Kukerta Kerelawanan.

Solusi yang diberikan LPPM adalah mengganti kapasitas DPL menjadi dosen penilai yang tergabung dalam Tim Pokja. Tugasnya hanya menilai luaran saja. Tidak seperti sebelumnya, di mana DPL terlibat dalam merumuskan program kerja tim. Kini, Tim Pokja hanya bertugas memeriksa kesesuaian luaran dengan panduan yang telah diberikan LPPM.

Ketua tiap kelompok diminta mendaftar kembali melalui google formulir yang disediakan agar mendapat google formulir. Nama masing-masing dosen penilai untuk tiap kelompok akan diumumkan setelah pendaftaran ditutup.

“Sekarang jalankan saja dulu kegiatan sebagai relawan, walaupun belum ada dosennya. Karena dosen hanya memeriksa setelah luaran selesai. Yang terpenting harus ada dokumentasi sebagai bukti pelaksanaan,” jelas Besri Nasrul, Koordinator Kukerta UNRI 2020.

Ananto Pratikno, salah satu mahasiswa Kukerta Kerelawanan gelombang empat di Duri telah menjalankan misi kerelawanan mulai pertengahan Mei lalu. Ia bersama empat temannya bergabung dengan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) di sana sebagai relawan. Mereka ikut terlibat dalam kegiatan kerelawanan yang dilakukan oleh LAMR.

“Program kerja kami bagi-bagi sembako, buat masker, terus dibagikan juga.”

Menurut Besri, mahasiswa telah salah menangkap maksud dari Kukerta Kerelawanan ini sejak awal.

“Kukerta ini diikuti oleh mahasiswa yang sudah tergabung di satgas desa atau lembaga kerelawaan, bukannya mendaftar untuk Kukerta lalu menjadi relawan. Makanya banyak mahasiswa yang meminta surat ke LPPM agar dapat tergabung ke kelembagaan atau satgas tersebut.”

Namun, yang menjadi kendala adalah sulitnya bagi mahasiswa agar diterima sebagai relawan oleh kelembagaan maupun satgas desa atau kecamatan. Tidak semua mahasiswa mendapatkan persetujuan tanpa perlu surat permohonan, sementara kampus memang tidak menyediakan surat untuk itu. Hal ini membuat beberapa mahasiswa membuat sendiri surat dengan menggunakan kop LPPM. Yang mana secara administrasi, tindakan ini menyalahi aturan.

Selain itu, Besri juga menjelaskan bahwa akan ada Kukerta Balik Kampung. Kukerta ini merupakan bentuk lain dari Kukerta Tematik. Akan tetapi, pelaksanaannya dilakukan dengan cara yang berbeda, yaitu daring selama satu bulan. Kukerta ini, katanya direncanakan launching pada awal Juni.

Reporter: Mickyal Mashyuri Vebian Lubis

Editor: Annisa Febiola