Kelas Jurnalisme atau Kenal Bahana memasuki hari kedua. Kali ini, peserta mendapat suguhan materi secara virtual soal penulisan feature dan foto jurnalistik. Materi feature diberikan oleh Eko Permadi, salah satu alumni Bahana. Sedangkan materi foto jurnalistik diberikan oleh Rio Eza Hananda.
Feature adalah salah satu teknik penulisan berita jurnalistik, untuk mengungkapkan secara panjang lebar dan mendalam, suatu realitas yang dijumpai di tengah masyarakat. Eko katakan, feature termasuk salah satu gaya penulisan yang memiliki daya tarik sendiri. Tulisan dengan gaya ini dapat memainkan perasaan manusia. Kekuatannya berada pada unsur 5W + 1H yang tidak sama dengan straight news.
“Lebih mendalam dengan unsur who sebagai karakter, where menjadi setting, when menjadi perjalanan waktu, latar belakang kejadian merupakan pemaparan dari why. Unsur what dan how juga dijelaskan lebih konkrit—menarik perhatian untuk terus dibaca,†jelas Eko ketika paparkan materi penulisan feature di Kenal Bahana.
Feature bukan suatu cuplikan peristiwa, tetapi merupakan proses berjalannya kejadian tersebut. Hal utama dalam menulis adalah pengaturan fakta dan bagaimana penulis mengisahkan cerita. Kata Eko, penulis dapat menciptakan cerita. Namun, menciptakan cerita yang dimaksud haruslah bersumber dari fakta. Lain hal dengan penulisan karya sastra yang sifatnya fiksi.
Hal yang harus diperhatikan adalah akurasi informasi. Akurasi diperkuat dengan mengumpulkan informasi secara tepat dan benar. Lead atau paragraf pembuka haruslah menarik perhatian pembaca agar berlanjut sampai ujung tulisan, sebab feature merupakan tulisan panjang. Kata-kata yang digunakan pun harus bersifat aktif dan komunikatif, ejaan dan diksi penting diperhatikan. Bagian kepala atau lead dan ekor feature membahas hal yang sama.
Feature memiliki 5 senjata yang membuatnya menarik. Di antaranya fokus, yang merupakan inti dari tulisan yang harus disampaikan. Pertanyaan besar yang harus dijawab disebuah tulisan yang akan dibuat. Setelah fokus didapat, outline atau kerangka tulisan jadi langkah selanjutnya dalam penulisan feature. Fungsinya untuk memudahkan penulis dalam merangkai cerita. Sehingga tulisan tidak lari dari fokus yang sudah ada.
Lalu deskripsi. Ibarat bumbu masakan, tulisan tanpa deskripsi jadi kurang sedap. Kutipan/dialog diambil dengan mengutip satu kalimat atau lebih dari karya maupun tutur langsung dari narasumber. Terakhir anekdot, merupakan cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan. Biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan tentu berdasarkan pada kejadian yang sebenarnya.
Jurnalistik foto berdasar atas kata jurnalistik. Yaitu mengumpulkan, mengedit, dan mempublikasikan materi berita pada media massa atau media penyiaran yang menciptakan gambar-gambar untuk menceritakan peristiwa atau kejadian. Saat ini, jurnalistik foto lebih dipahami mengacu pada gambar diam, dan beberapa kasus menyangkut video yang digunakan pada jurnalistik broadcast.
Menurut Rio, fotografi jurnalistik adalah salah satu jenis fotografi yang berisi berbagai informasi terkait 5W + 1H. Nilai berita pada foto akan mendapatkan kesempurnaan jika mengandung unsur ketertarikan, popularitas, pengaruh, dan keunikan. Namun foto berita atau fotografi jurnalistik wajib memerhatikan momen, angle, dan komposisi.
Ia mengutip pernyataan seorang wartawan perang senior, Hendro Subroto bahwa foto jurnalistik harus bisa menceritakan kejadian. Sehingga, tidak banyak komentar pun, orang sudah tahu cerita dari foto tersebut. Yang terpenting dalam foto jurnalistik adalah momen. Momen merupakan peristiwa yang ditangkap oleh kamera dan tidak dapat diulangi untuk kedua kali.
“Setiap fotografer diharuskan dapat menceritakan foto atau gambar yang dia ciptakan. Harus dapat membuat caption untuk menjelaskan kepada pembaca,†tutur Rio.
Di penghujung materi, ia tekankan pentingnya beretika sebagai fotografer. Pertama, fotografer harus memiliki kemampuan dalam membaca gambar.
“Selain profesional, fotografer harus independen, berwawasan, dan berakhlak.â€
Reporter: Ahmad Lutfi Harun
Editor: Salsabila Diana Putri