Sekumpulan mahasiswa ramai memenuhi Jembatan Kupu-kupu Universitas Riau (UNRI). Di antaranya terlihat mengenakan almamater biru langit. Beberapa orang tampak memegang spanduk dan pengeras suara.

“Negeri yang katanya kaya, negeri yang penuh dengan sumber daya, namun banyak ketidakjelasan di sana. Blok Rokan sebagai blok minyak dan gas (migas) potensial Riau, ditemukan 2,6 miliaran barel yang akan kembali ke bumi pertiwi. Namun semua masyarakat diam saja. Siapa yang akan mengawalinya kalau bukan pemuda. Sepakat! Siapa yang akan mengawalnya kalau tidak mahasiswa, sepakat! Siapa yang tidak memperjuangkannya kalau bukan rakyat, sepakat!”  seru Thasya Nurfadillah, salah satu massa.

Aksi ini merupakan seruan aksi mimbar bebas kawal Blok Rokan yang dipelopori oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNRI pada Rabu (3/3). Alasannya, mereka tak terima pengambilan Blok Rokan dari PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina pada 9 Agustus mendatang. Transisi ini ternyata berperan penting. Khususnya dalam mempertahankan energi nasional, penghematan devisa, dan peningkatan deviden negara.

Blok Rokan ialah blok produksi penyumbang sebanyak 24 persen untuk produksi nasional. Saat ini dioperasikan oleh PT CPI dengan rata-rata jumlah produksi 170.000 barel perhari. Tersebar di lima lapangan besar yaitu Duri, Minas, Bangko, Balam, dan Petapahan.

Riau Petrolium ditunjuk sebagai pihak yang menerima 10 persen hasil. Sedangkan Pertamina Hulu Rokan sebagai pengelolanya.

BEM lantas mengajak mahasiswa untuk menyuarakan hak putra-putri Riau. Apalagi untuk urusan pengelolaan produksi minyak. Sebab, disinyalir mampu menyejahterakan masyarakat Riau.

Menurut Thasya yang juga Sekretaris Menteri Sosial Politik BEM UNRI, Blok Rokan sebagai blok migas terbesar di Indonesia sedang berada di ujung tanduk. Dari 200 juta cadangan minyak, hanya 170 barel saja yang tersisa.

“Harusnya Riau bisa mandiri dan sejahtera dengan segala hasil produksi yang telah dihasilkan dari Blok Rokan. Namun hingga saat ini, masih banyak rakyat yang menderita dan jauh dari kata sejahtera,” ungkapnya.

Selain itu, 11 persen aset dari Blok Rokan akan ditarik oleh negara. Namun sayang, aset sebesar 39 persen belum juga bertuan. Justru kata Thasya kemungkinan dikuasai oleh perusahaan asing.

Aksi ini, tambah Thasya, adalah aksi pertama yang dilakukan BEM UNRI setelah beberapa kali mengadakan kunjungan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Febriansyah, selaku Menteri Sosial Politik turut katakan, aksi tersebut juga dilatarbelakangi sikap abai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi Riau. BUMD dirasanya tak kunjung melakukan kerja sama dengan PT Pertamina di Blok Rokan.

Singkatnya, Blok Rokan seakan diam terkait proses transisi ini. Sampai-sampai tak ada satupun masyarakat daerah yang mempermasalahkannya.

Berkaca dari blok Kampar dan Siak, belum ada bagi hasil yang dirasakan Indragiri Hulu dan Pelalawan sampai detik ini. Padahal, dua kabupaten ini merupakan daerah penghasil. Parahnya, pengeboran masih gencar dilakukan.

Masih kata Febri, Blok Rokan bahkan belum pernah melakukan pengeboran dalam rentang waktu 2 hingga 3 tahun belakangan. “Kami sudah tinjau langsung ke lapangan, proses pengeboran membutuhkan waktu 6 tahun untuk pengembalian modal.”

Empat tahun lalu, BEM UNRI bersama BEM dari beberapa Perguruan Tinggi lain di Riau sepakat menyambangi pemerintah pusat. Mereka satu suara mengklaim Blok Rokan 100 persen milik Indonesia.

Sayangnya, Nike selaku Direktur Pertamina membuka 39 persen aset pada 2018 lalu. Sampai sekarang, kejelasan kerja sama mitra Pertamina masih dipertanyakan.

“Kita tidak ingin perusahaan abal-abal berkedok perusahaan daerah dengan modal asing, dan perusahaan daerah berkualitas rendah untuk mengelolanya,” tegas Febri.

Dalam seruannya, terdapat 3 tuntutan yang disorot oleh BEM. Di antaranya:

  1. Mendorong pemerintah agar melakukan pengeboran Kembali sebelum ketok palu pengambilalihan Blok Rokan 9 Agusus mendatang.
  2. Mendesak pemerintah untuk mengeluarkan peraturan tertulis untuk memberikan 10 % hasil dari Blok Rokan kepada masyarakat.
  3. Mendorong ketahanan energi untuk kedaulatan Indonesia kedepannya.

“Kita ingin Blok Rokan 100 persen dapat dikelola oleh Indonesia tanpa campur tangan perusahaan asing,” tutup Febri.

Penulis: Febrina Wulandari

Editor: Firlia Nouratama