Keterlibatan pembaca atau penonton di dalam media konvensional bersifat pasif. Sedangkan di dalam media komunitas, mereka menjadi pihak yang aktif dalam menciptakan dan menyebarkan informasi. Hal ini dikatakan oleh Oscar Motuloh, Kepala Divisi Museum dan Galeri Foto Jurnalistik ANTARA.

Jurnalisme partisipatif menurutnya telah menghapus batas antara pihak yang terlibat dalam suatu peristiwa dengan pihak yang memberitakan.

“Hadirnya jurnalisme warga menjadi jalan keluar dari kekecewaan terhadap sempitnya ruang penyaluran dari media-media arus utama,” katanya dalam webinar series Jurnalis Warga Ujung Tombak Pengabar Bencana.

Oscar mendefinisikan kabar sebagai suatu peristiwa yang perlu disampaikan kepada masyarakat dengan akurat dan faktual. Katanya lagi, kabar belum tentu berita. Tetapi, berita sudah tentu merupakan kabar.

“Kabar ketika masuk ke tahap selanjutnya, baru kita bisa mengatakannya berita. Tahap selanjutnya tersebut adalah media pers yang bertujuan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat.”

Ketika dulu media sosial belum terlalu akrab digunakan, media cetak disebut Oscar sebagai sarana penyampaian peristiwa kepada publik. Peran penting masyarakat pun terjadi, dengan segala keterbatasan dalam memberikan informasi.

Oscar menyuguhkan buku berjudul Samudra Air Mata dan Sinabung Kelud serta Lombok Palu Donggala Revival. Lewat buku ini, ia bercerita mengenai gambaran peristiwa alam yang dikabarkan oleh jurnalisme warga.

“Jurnalisme tidak pernah berubah. Tapi, zaman menuntut untuk selalu ada kemasan-kemasan yang menyertainya,” tutur Oscar pada diskusi virtual yang berlangsung pada Jumat (26/3).

Ia berpendapat, para jurnalis bersama media pers harus profesional dan jangan sampai kehilangan kaidah keaslian suatu berita. Mengingat kini merebaknya berita tanpa disertai konfirmasi, yang bisa menyesatkan para pembaca.

Foto sebagai representasi dari peristiwa, bagi Oscar tidak perlu diedit dengan menghilangkan esensinya. Ia sampaikan, fotografer dapat menyerahkannya langsung kepada editor.

Oscar juga menekankan bahwa verifikasi serta check and balanced terhadap suatu berita harus senantiasa dilaksanakan oleh media pers. Tujuannya agar tidak terjebak dalam berita hoaks.

Di samping itu, Sarianto Sembiring dari perwakilan Pengabar Erupsi Gunung Sinabung mengaku penasaran dengan fotografi. Terlebih karena objek fotonya tidak terlalu jauh dari tempat dia tinggal, yakni Gunung Sinabung. Ia melibatkan diri dalam jurnalisme warga, khususnya fotografi. Sarianto akui semangat berkarya, walaupun tanpa pengetahuan mendalam terkait fotografi dan jurnalisme, serta fasilitas yang terbatas.

Ia katakan mendapat tantangan ketika bencana memicu kepanikan warga. Kepanikan juga lantas membuatnya kesulitan dalam mengabadikan momen bencana.

“Di mana nanti saya enggak lihat Sinabung, istri saya langsung saya suruh memfoto”, ujar Sarianto saat mengambarkan dirinya yang tak ingin kehilangan momen jika ia ke luar. Ia ke luar rumah dengan membawa kamera yang sudah diatur sedemikian rupa.

Rasa bangga pun tak dapat ia pungkiri, ketika hasil jepretannya mendapat tempat di media ternama. Lewat hasil fotonya, Oscar berharap agar warga sekitar Gunung Sinabung dapat mengamati sekaligus mengambil langkah ke depan jika kembali terjadi erupsi.

Reporter: Juanito Stevanus

Editor: Annisa Febiola