Ramai-ramai pesta demokrasi mahasiswa kembali terdengar di penjuru kampus Universitas Riau (UNRI). Segala persiapan sudah digalakkan, mulai dengan sosialisasi sejak 5 sampai 12 Juli mendatang.

“UNRI membutuhkan pemimpin yang memberi solusi dan siap menderita untuk kepentingan orang banyak, khususnya mahasiswa,” tegas M. Juliandra Syahputra, Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Pemilihan Raya atau Pemira (9/7).

Alfianda—Penanggung Jawab Pemira di Fakultas—turut serukan ajakan agar mahasiswa berpartisipasi. Ia mengimbau seluruh mahasiswa untuk menggunakan hak suara. “Yang gak fakta jangan dihiraukan,” serunya.

Alfianda mengungkapkan, Pemira sebagai wujud demokrasi. Untuk memilih presiden mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), mahasiswa harus proaktif. “Mari kita tunjukkan demokrasi di UNRI itu baik,” ajaknya.

Pendapat yang sama juga datang dari Khariq Anhar, Mahasiswa Fakultas Pertanian. Menurutnya, pemimpin harus mampu menggerakkan hati mahasiswa lain. Apabila sistem pemilihan dilangsungkan melalui e-vote, panitia perlu memastikan sistem tak bermasalah.  Selain itu, harus dilakukan secara langsung tanpa adanya perwakilan. Pun tetap bersifat rahasia.

Langkah awal Pemira dimulai dengan mimbar bebas sebagai ajang sosialisasi. Mimbar bebas menjadi forum penyampaian pendapat dari mahasiswa. Tujuannya, mendukung demokrasi. Sosialiasi dihelat secara virtual melalui YouTube, Zoom, dan siaran langsung Instagram.

Ketua Pelaksana, Yoga Triwanda mengajak seluruh mahasiswa untuk ikut berpartisipasi. Katanya, suara-suara mahasiswa harus digunakan. Ia bahkan telah menyurati gubernur mahasiswa dan dekan tiap fakultas mengenai ini masa Pemira.

Yoga bilang, sosialisasi pemira telah disebarluaskan melalui pemasangan spanduk di kawasan UNRI. Mulai dari Kampus Gobah, Rumbai, hingga Panam. Posisi yang dipilih ialah tempat strategis, agar mahasiswa tahu. Selain itu, panitia juga menggandeng akun @mahasiswauniversitasriau dan Humas UNRI sebagai media partner.

Beradaptasi dengan kondisi pagebluk, Yoga menjelaskan bahwa proses Pemira tahun ini dilakukan secara virtual. Mulai dari tahap pendaftaran, verifikasi berkas, uji kelayakan, hingga pemungutan suara. Untuk menyiapkan sistem aplikasinya, Panitia Pemilihan Raya Umum (PPRU) kembali menggaet Kelompok Studi Linux (KSL).

Yoga menilai, aplikasi dari KSL punya jaminan keamanan. Buktinya, sudah ada beberapa fakultas yang menggunakan. Misalnya Fakultas Teknik, juga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Tambah lagi, risiko down pada aplikasi jika ramai diakses sudah diantisipasi. “Udah diperkirakan dari pihak KSL untuk menjamin aplikasi tersebut,” akui Yoga.

Selain KSL, PPRU juga bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Mahasiswa Fakultas Hukum 2018 itu jelaskan tahapan penggunaan aplikasi untuk pemungutan suara. Pertama, perlu adanya akses pranala dari Chrome atau Safari. Selanjutnya, mahasiswa diarahkan masuk menggunakan email mahasiswa UNRI dan Nomor Induk Mahasiswa. Satu email hanya bisa dipakai untuk satu kali login.

Usai menerima kode One Time Password melalui email, mahasiswa diminta mengunggah foto berswafoto sembari memegang Kartu Tanda Mahasiswa. Barulah sampai pada tahap memilih calon presiden mahasiswa dan wakilnya untuk dipilih. Apabila telah yakin dengan pilihan, tekan oke. Sistem akan menanyakan kembali apakah mahasiswa sudah yakin dengan pilihannya.

Tahapan serupa juga berlaku bagi pemilihan ketua DPM. Layar pemilihan akan muncul dengan prosedur yang sama. Apabila sudah selesai, akan muncul pilihan untuk menyelesaikan dan mahasiswa tinggal menekan tab log out.

Yoga berharap, tahun ini UNRI tak lagi aklamasi. Berkaca pada beberapa Pemira belakangan yang hanya diminati oleh satu pasangan calon saja. Kalaupun ada lebih dari satu, mereka tak melengkapi syarat administrasi. Ia menyebut, sosialisasi harus lebih baik lagi daripada tahun lalu. Yoga harap, berita-berita soal Pemira yang sampai ke mahasiswa dapat menumbuhkan rasa ingin tahu untuk berpartisipasi.

Selain itu, Panwas dituntut untuk bekerja ekstra. Lebih jeli, teliti, bekerja sesuai Undang-undang acuan, dan mengawasi secara lebih masif. Baik di tingkat fakultas maupun himpunan mahasiswa.

“Tugas PPRU sekarang ini bukan membalas kritikan dengan kritikan, tapi membalas kritikan dengan karya dan data,” tegas Yoga menutup.

Reporter: Ellya Syafriani

Editor: Firlia Nouratama